Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Fakta Varian Baru COVID-19 Omicron yang Lebih Menular

ilustrasi spora antraks (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Dunia saat ini kembali diresahkan dengan kemunculan varian baru COVID-19 B 1.1.529 ditengah hantaman varian Delta yang menyerang sejumlah negara.

Organisasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menetapkan varian baru COVID-19 B 1.1.529 ini sebagai Variant of Concern (VoC) atau varian yang perlu diwaspadai karena lebih menular dari varian sebelumnya

Berikut ini fakta-fakta varian COVID-19 B 1.1.529 berdasarkan keterangan diberikan WHO:

1. WHO memberikan nama Omicron dan ditetapkan VoC

Bendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (who.int)

WHO menerangkan varian mutasi COVID-19 baru ini pertama kali dilaporkan oleh Afrika Selatan ke WHO pada 24 November 2021. Varian tersebut ditetapkan sebagai ditetapkan sebagai Variant of Concern (VoC) pada 26 Nov 2021.

"Sampel pertama ditemukan pada 9 November 2021. WHO telah memberikan nama varian B.1.1.529 sebagai varian Omicron," tulis WHO dalam keteranganya.

2. Memiliki banyak mutasi diantaranya mengkhawatirkan

ilustrasi mutasi virus COVID-19 (nbc25news.com)

Technical Advisory Group on SARS-COV-2 Virus Evolution/TAG-VE (independent group of experts) mencatat, varian Omicron ini memiliki banyak mutasi di antaranya mengkhawatirkan.

"Indikasi awal menunjukan risiko tinggi reinfection dibandingkan VOC lainnya. Varian ini terdeteksi meningkat dengan laju yg lebih cepat dibandingkan wave varian lainnya," imbuh WHO.

3. Varian Omicron ditemukan sejumlah negara

ilustrasi pandemik (ANTARA FOTO/REUTERS/Eloisa Lopez)

WHO juga mengingatkan sampai saat ini telah tercatat 2,465 kasus varian Omicron di Afrika Selatan. Angka ini naik 321 persen dari minggu sebelumnya. Sementara tingkat vaksinasi di Afrika Selatan baru mencapai 24 persen.

"Catatan peneliti di Afrika Selatan ditemukan 32 mutasi spike protein, dan secara keseluruhan terdapat 50 mutasi dalam varian baru ini. Varian ini juga telah ditemukan di Hong Kong, Botswana dan Israel," katanya.

4. Masih bisa terdeteksi PCR

Alat PCR di RS Pertamina Balikpapan (IDN Times/Hilmansyah)

WHO menerangkan sebagai perbandingan, varian Delta hanya miliki 2 mutasi spike protein namun varian baru ini miliki 32 spike protein.

Selain itu, varian ini memiliki kemiripan dengan varian Lambda dan Beta yang terkenal memiliki kemampuan untuk melawan (escape) imunitas yang telah terbentuk.

"Dikhawatirkan varian ini tidak hanya miliki tingkat transmissibility yang lebih tinggi atau cepat menyebar, tetapi juga dapat melewati sistem imunitas dan perlindungan terhadap sistem imunitas. Selain itu, dibutuhkan kurang lebih 2 minggu untuk dapat memastikan dampak varian baru terhadap vaksin berbasis mRNA, meski demikian alat PCR ada saat ini masih dapat mendeteksi varian tersebut," paparnya.

5. Menular melalui udara

Ilustrasi mobilitas masyarakat selama PPKM (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Penelitian di Hongkong menemukan bahwa varian ditularkan melalui udara atau sangat airborne hal ini diketahui saat ada 2 korban di ruangan yang berseberangan dan sampel virus ditemukan di beberapa sudut kedua ruangan.

"Varian baru tersebut banyak ditemukan di antara individu berusia 18 sampai 34 tahun. Data CoV-Lineages tunjukan bahwa 64 persen sampel yang diterima berasal dari Afrika Selatan dan 36 persen sampel dari Botswana," imbuhnya.

6. Sejumlah rekomendasi WHO

Siswa SD Negeri 11 Pemecutan mengikuti tes usap PCR pada pelaksanaan survei pemantauan COVID-19 bagi Satuan Pendidikan yang telah melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di Denpasar, Bali, Selasa (16/11/2021). (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Prabowo)

Untuk itu WHO merekomendasikan agar negara melakukan serangkaian langkah sebagai berikut, yakni memperkuat upaya surveillance dan sequencing untuk lebih memahami peredaran varian COVID-19

Menyampaikan genome sequence yang lengkap dan metadata terkaitnya ke database publik (GISAID).

"Melaporkan kasus/kluster yg terkait dgn VO ke WHO melalui mekanisme IHR. Bila memiliki kapasitas, melakukan investigasi lapangan dan assessment labolatorium untuk memperkaya pemahaman mengenai dampak terhadap epidemiologi, severity, efektivitas public health and social measures, alat diagnostik, dampak imunitas, netralisasi terhadap antibodi dan karakteristik lainnya," imbau WHO.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hana Adi Perdana
EditorHana Adi Perdana
Follow Us