7 Fakta Kasus Dugaan Perundungan dan Pelecehan Seksual di KPI Pusat

Jakarta, IDN Times - Kasus dugaan kekerasan seksual dan perundungan (bullying) yang dialami karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) RI, akhirnya terungkap setelah korban melapor ke beberapa pihak hingga ramai di media sosial.
Buka-bukaan, korban yang berinisial MS mengutarakan kronologi peristiwa traumatik yang menimpanya sejak bekerja di KPI pusat pada 2011 lalu.
Berikut sejumlah fakta mengenai kasus perundungan dan kekerasan seksual di KPI pusat.
1. Kasus terungkap setelah ramai di media sosial

Kasus pelecehan seksual sekaligus perundungan pegawai KPI terungkap, setelah ramai dibicarakan di media sosial. Korban bahkan sampai meminta bantuan kepada presiden Joko "Jokowi" Widodo.
Di media sosial, dukungan dari masyarakat kepada korban terus berdatangan. Bahkan, tak sedikit warganet yang berharap para pelaku dipecat dari pekerjannya.
2. Mendapat perundungan dari teman sekantor sejak awal bekerja

MS mengaku bekerja di kantor KPI pusat sejak 2011. Dari awal bekerja, ia mengatakan sudah mengalami perundungan.
"Sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martabat saya dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang, sehingga saya tertekan dan hancur pelan-pelan," katanya.
3. Mengalami pelecehan seksual yang dilakukan rekan kerjanya

Pada 2015, MS mengaku mengalami pelecehan seksual yang diduga dilakukan rekan kerjanya. Dia mengaku ditelanjangi rekan kerjanya sesama pria. Bahkan, MS mengaku pelecehan seksual itu didokumentasikan rekan kerjanya.
"Tahun 2015, mereka beramai-ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan mencorat-coret buah zakar saya memakai spidol. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi," ujar MS.
"Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat? Sindikat macam apa pelakunya? Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya, dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online," imbuhnya.
4. Korban mengalami trauma berat

Imbas pelecehan dan perundungan yang terus-menerus dialaminya, membuat MS mengalami trauma berat. Dia bahkan mengaku mentalnya terasa hancur dan emosinya tidak stabil.
MS mengaku kerap berteriak atau menjerit saat tengah malam. Pada 2017, MS menjalani endoskopi dan mendapat hasil hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres berat.
5. Korban sempat lapor ke polisi

Pada Agustus 2017, korban mengadukan peristiwa yang dialaminya ke Komnas HAM. Setelah laporannya diterima, Komnas HAM menyimpulkan perlakuan rekan kerja korban bisa dikategorikan sebagai tindakan pidana.
MS mengaku mendapat saran dari Komnas HAM untuk melaporkan perundungan hingga pelecehan seksual yang dialami ke polisi. Ia pun menuruti saran tersebut, namun polisi tak menggubrisnya.
"Karena tak betah dan sering sakit, pada 2019 saya akhirnya pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi. Tapi petugas malah bilang, 'lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan'," kata MS.
Korban pun sempat mengadukan pelaku kepada atasannya sambil menangis. Hingga dipindahkan ke ruangan yang dianggap ditempati orang-orang yang 'lembut dan tak kasar'.
6. Korban divonis PTSD

Korban mengaku masih kerap mendapat perundungan meski telah berpindah ruang kerja. Mengalami stres dan frustrasi, korban pun mencari pertolongan profesional untuk kesehatan mentalnya.
"Hasilnya, saya divonis mengalami PTSD, Post Traumatic Stress Disorder," kata MS.
7. KPI akan berikan perlindungan hukum pada korban

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan pihaknya akan melakukan investigasi terhadap dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan yang terjadi.
Agung juga mendukung penegakkan hukum aparat berwenang. Sementara untuk korban, dia memastikan KPI akan memberikan perlindungan hukum.
"(KPI akan) memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi terhadap korban. (KPI akan) menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying) terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku," ucap Agung dalam keterangannya.
Kekerasan seksual kerap terjadi di sekitar kita. Namun, banyak pihak yang tak tahu harus ke mana saat seorang korban membutuhkan kontak darurat pertolongan kekerasan seksual yang bisa dengan mudah dihubungi.
Segera hubungi hotline berikut ini dan laporkan segera kekerasan seksual pada orang di sekitar kamu.
1. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Telepon:
(+62) 021-319 015 56
Fax:
(+62) 021-390 0833
Email:
info@kpai.go.id
humas@kpai.go.id
2. Yayasan Pulih
Telepon:
(+62) 021-78842580
3. LBH Apik Jakarta
Telepon:
(+62) 021-87797289.