Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ada 109 Menteri-Wamen, Kabinet Prabowo Paling Gemoy Selama Reformasi

Pelantikan menteri, wakil menteri, dan kepala negara di Kabinet Merah Putih di Istana Negara pada Senin (21/10/2024). (youtube.com/Sekretariat Presiden(

Jakarta, IDN Times - Pengamat kebijakan dari Paramadina Public Policy Institute, Wijayanto Samirin, mengatakan jumlah menteri di Kabinet Merah Putih terbanyak pasca-reformasi 1998.

Total menteri dan wakil menteri yang dilantik Presiden Prabowo Subianto mencapai 109 orang. Sejak 1999 hingga 2024, jumlah menteri kabinet berkisar 34 orang. 

"Padahal, jumlah menteri menggambarkan efektivitas pemerintahan," ujar Wijayanto kepada IDN Times melalui pesan pendek, Senin (21/10/2024). 

Kabinet Merah Putih, kata Wijayanto, jelas gemuk dan akan membuat biaya birokrasi kementerian meningkat. "Risiko terbesar adalah semakin sulitnya koordinasi antar kementerian dan tumpang tindih program," katanya. 

Selain itu, kata Wijayanto, bagi beberapa kementerian baru perlu waktu untuk melakukan konsolidasi internal. Ada pula yang belum mengetahui akan berkantor di mana, sehingga kinerja pada masa-masa awal kabinet bisa terganggu. 

"Justru jumlah menteri yang sedikit merupakan indikasi awal hadirnya strong and effective government," tutur dia. 

1. Jumlah menteri di Kabinet Merah Putih lebih banyak dibandingkan China dan AS

Presiden Prabowo Subianto dan Seskab Teddy Indra Wijaya saat acara pelantikan menteri Kabinet Merah Putih pada Senin (21/10/2024). (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Lebih lanjut, Wijayanto memiliki data yang membandingkan jumlah menteri di kabinet di sejumlah negara. Jumlah menteri yang dimiliki Indonesia saat ini jauh lebih gemuk dibandingkan negara lain, yang memiliki wilayah daratan yang lebih luas. 

Ia mengambil contoh Amerika Serikat. Jumlah menteri di kabinet Negeri Paman Sam hanya 14 orang. Sedangkan, China yang memiliki wilayah lebih luas, hanya mempunyai 24 menteri di kabinetnya. India yang hampir sama dengan populasi Indonesia juga hanya memiliki 31 menteri. 

Wijayanto pun tidak sepakat dengan argumen Prabowo bahwa menteri dalam jumlah besar dibutuhkan, karena wilayah Indonesia yang luas. Menurutnya, hal tersebut bisa diantisipasi dengan pendekatan teknologi. 

"Faktanya banyak negara dengan penduduk lebih lebih besar, area yang lebih luas, permasalahan lebih kompleks justru memiliki menteri jauh lebih sedikit. Saya rasa Pak Prabowo ingin merangkul sebanyak mungkin pihak untuk konsolidasi politik," tutur dia. 

2. Jumlah menteri di kabinet Prabowo-Gibran gemuk karena UU Kementerian Negara sudah diamandemen

Presiden Prabowo dan Wapres Gibran umumkan Menteri Negara, Wakil Menteri, dan Kepala Badan pada Kabinet Merah Putih pada Minggu (20/10/2024). (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Sedangkan, pada era Orde Baru yang berlangsung 32 tahun, rata-rata jumlah menteri yang ditunjuk Soeharto mencapai 35 orang. Tetapi pada era reformasi, jumlah menteri dibatasi lantaran menjalankan amanah Undang-Undang Kementerian Negara. Dalam UU Kementerian Negara yang lama, jumlah maksimal menteri mencapai 34. 

Namun pada 19 September 2024, DPR RI mengesahkan amandemen RUU Kementerian Negara menjadi undang-undang. Lalu, Presiden Joko "Jokowi" Widodo meneken UU Kementerian Negara yang sudah diamandemen pada 17 Oktober 2024. Dalam undang-undang tersebut, jumlah menteri yang dibutuhkan menjadi kewenangan presiden sepenuhnya. 

Berikut jumlah menteri kabinet setelah orde reformasi:

  • 1999 (BJ Habibie): 37 menteri
  • 1999-2001 (Gus Dur): 36 menteri
  • 2001-2004 (Megawati Soekarnoputri): 33 menteri
  • 2004-2009 (Susilo Bambang Yudhoyono): 34 menteri
  • 2009-2014 (Susilo Bambang Yudhoyono): 34 menteri
  • 2014-2019 (Joko Widodo): 34 menteri
  • 2019-2024 (Joko Widodo): 34 menteri.

 

3. Kementerian baru butuh tiga tahun untuk urus administrasi

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini. (Dokumentasi Universitas Paramadina)

Sementara, Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, mengatakan berdasarkan pengalamannya ketika memimpin Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di awal pendiriannya, mereka butuh tiga tahun hanya untuk mengurus administrasi. Pengalaman serupa, kata dia, akan dialami kementerian yang baru dibentuk era Prabowo-Gibran. 

"Belum lagi kabinet yang melebar membutuhkan anggaran lebih untuk membiayai lebih banyak kementerian. Memang, dibandingkan jumlah anggaran yang dimiliki, tambahan biaya relatif tidak besar. Tapi itu contoh yang kurang baik. Karena kabinet yang gemuk menandakan birokrasi yang gendut. Menteri di kementerian koordinator baru, selama tiga tahun pertama tidak akan bekerja," ujarnya, ketika dikonfirmasi hari ini. 

Praktis, menurut Didik, mereka hanya mengurus birokrasi. Ia pun turut mengamini pernyataan Wijayanto bahwa tidak ada hubungan antara jumlah menteri dengan kinerja. 

"Justru yang kinerjanya bagus, jumlah menterinya sedikit. Contohnya Amerika Serikat hanya belasan menteri. Tapi ini kan pandangan Pak Prabowo yang ingin mengonsolidasikan semua lini. Mudah-mudahan berhasil. Tapi fakta sejarah tidak begitu," imbuhnya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us