Amnesty Peringatkan Tren Pengadopsian Praktik Otoriter Saat Ini

- Praktik otoriter di Indonesia dan dunia kian menguat, menyerang perlindungan HAM
- Amnesty mencatat praktik otoriter dari berbagai lini, termasuk serangan terhadap aturan hukum, kebebasan berekspresi, dan pelanggaran HAM di Papua
- Dari Januari hingga Desember 2024, tercatat 40 kasus penyiksaan oleh aparat negara dengan total 59 korban
Jakarta, IDN Times - Praktik-praktik otoriter belakangan ini dinilai kian menguat di sejumlah negara di dunia. Amnesty Internasional juga melihat Indonesia turut mengadopsi praktik tersebut. Dalam laporan tahunan berjudul Situasi HAM di Dunia 2024/2025 oleh Amnesty Internasional, praktik ini terjadi di seantero dunia.
Kondisi ini kian menyerang perlindungan hak asasi manusia (HAM) di hukum nasional maupun internasional. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan praktik ini bisa menumbuhkan pelanggaran HAM.
“Jika penggunaan praktik-praktik otoriter tidak segera dihentikan, maka kita bisa menuju pada epidemi pelanggaran HAM, sesuatu yang kita tidak inginkan,” kata dia dalam peluncuran laporan tahunan di Jakarta, Selasa (29/4/2025).
1. Praktik otoriter menguat dari berbagai lini

Amnesty mencatat praktik otoriter menguat dari berbagai lini, mulai dari serangan terhadap aturan hukum, termasuk aturan pemilu, serangan terhadap kebebasan berekspresi, pers, dan pelanggaran HAM yang berlanjut, termasuk di Papua.
Belum lagi pengawasan di luar hukum, termasuk melalui penyalahgunaan teknologi yang melanggar HAM, diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama dan proyek-proyek pembangunan tanpa partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat adat.
2. Terjadi di berbagai negara

Hal ini, kata Usman, terjadi diberbagai negara, mulai dari rasisme sistemik di Israel dan Myanmar, kejahatan perang di Etiopia, Sudan, dan Yaman, hingga kejahatan sangat serius (most serious crimes) di Gaza dan Ukraina.
Usman menjelaskan, setidaknya 21 negara sudah mengajukan undang-undang atau rancangan undang-undang yang bertujuan untuk menekan kebebasan berbicara, berekspresi, hingga pelarangan terhadap media.
3. Pelanggaran HAM dan kekerasan aparat keamanan

Dari sisi pelanggaran HAM dan kekerasan aparat keamanan, Amensty International Indonesia mencatat, penggunaan kekuatan berlebihan dan kekerasan yang tidak perlu, menarget berbagai aksi damai yang merata hampir di seluruh Indonesia.
Selama Januari hingga Desember 2024, Amnesty mencatat ada 40 kasus penyiksaan dan memperlakuan tidak manusiawi oleh aparat negara, alhasil ada 59 korban. Sebanyak 27 kasus dengan 40 korban diduga dilakukan anggota Polri, 12 kasus dengan 18 korban diduga dilakukan prajurit TNI, dan satu kasus dengan satu korban kasus penyiksaan lainnya diduga dilakukan sebuah kampus kedinasan pelayaran di Jakarta.
4. Ada 24 kasus kekerasan dalam kegiatan demonstrasi

Amnesty juga mencatat setidaknya ada 24 kasus kekerasan dengan 221 korban dalam rangkaian demonstrasi selama 21-27 Maret 2025, berkenaan dengan demonstrasi penilakan pengesahan Revisi Undang-Undang TNI di berbagai kota.
Demo berlangsung di tujuh provinsi yakni Sumatra Utara, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Sebagian besar korban ditangkap sewenang-wenang (8 kasus dengan 114 korban), banyak pula korban kekerasan fisik atau intimidasi (15 kasus dengan 66 korban), bahkan ada pula yang dilaporkan sempat hilang sementara (1 kasus dengan 2 korban).