Anggota DPR Heran Pemda Protes TKD Disunat, Tapi Ada Dana Mengendap

- Pengurangan TKD berdampak pada fiskal daerahDoli menilai pengurangan TKD akan berdampak besar pada kekuatan fiskal pemerintah daerah, yang sangat bergantung pada dana transfer pusat.
- Harus ada jaminan TKD dikelola dengan baikDoli meminta jaminan agar dana TKD dikelola dengan baik, bersih, bebas korupsi, dan pemerintah daerah harus mengoptimalkan dana yang belum terserap.
- Menkeu ungkap anggaran daerah Rp233 T mengendap di BankMenteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut terdapat dana sebesar Rp233 triliun milik pemerintah daerah yang masih mengendap di bank, padahal
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia menyoroti anggaran daerah sebesar Rp234 triliun yang tidak terserap atau mengendap di perbankan. Ia pun heran pemerintah daerah selama ini teriak menolak pemotongan dana transfer, tapi justru anggaran itu belum terserap dengan maksimal.
Di sisi lain, ia mengatakan, Asosiasi Gubernur Seluruh Indonesia memprotes Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa agar tidak memangkas TKD pada APBN 2026, dari Rp900 triliun menjadi Rp600 triliun.
"Beberapa hari ini kita mengetahui informasi data dari Menteri Keuangan (Menkeu) ternyata ada Rp234 triliun anggaran daerah yang tidak terserap atau berada di bank," kata Doli di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Menurut dia, data Kementerian Keuangan terkait anggaran daerah masih mengendap ini menimbulkan kebingungan di publik karena kontradiktif dengan protes para kepala daerah.
"Di satu sisi disampaikan pemerintah daerah selama ini kekurangan anggaran ya tetapi ternyata kita mendapatkan informasi ada sekitar Rp234 T riliun yang anggarannya itu mengendap," kata Doli.
1. Pengurangan TKD berdampak pada fiskal daerah

Doli menambahkan, pengurangan TKD akan berdampak besar pada kekuatan fiskal pemerintah daerah. Karena, 80 persen pemerintah daerah sangat bergantung ke dana transfer pusat ke daerah.
Namun, ia menilai, pemerintah pusat harus berdiskusi dengan pemerintah daerah untuk menentukan aspek-aspek pembangunan apa saja yang harus diprioritaskan di tengah isu pengurangan TKD.
Dengan begitu, pemerintah daerah tidak kaget dengan pengurangan anggaran TKD yang dilakukan secara tiba-tiba oleh pusat.
"Kita selama ini mendorong supaya memang ada tidak ada pengurangan ya anggaran itu dengan catatan ya sebenarnya nanti bisa dikelola dengan baik," kata Legislator Fraksi Partai Golkar itu.
2. Harus ada jaminan TKD dikelola dengan baik

Doli meminta jaminan pemerintah daerah, agar dana TKD dikelola dengan baik, bersih, bebas korupsi, sehingga tidak ada bocoran. Karena tujuan TKD ditunjukkan untuk percepatan pembangunan di daerah.
Oleh karena itu, ia menilai, wajar pemerintah pusat akhirnya mengurangi TKD hampir Rp200 triliun dengan harapan pemerintah daerah mengoptimalkan dana yang selama ini belum terserap.
"Pemerintah daerah harus ada jaminan bahwa pengelolaan dana transfer ke daerah itu harus dilakukan dengan tata kelola yang baik, yang bersih, bebas korupsi, sehingga memang tidak ada bocoran," kata Doli.
3. Menkeu ungkap anggaran daerah Rp233 T mengendap di Bank

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah hingga kuartal III 2025. Ia mengungkapkan, terdapat dana sebesar Rp233 triliun milik pemerintah daerah yang masih mengendap di bank.
Padahal, dia menyebut seharunya dana itu digunakan mempercepat pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Menurut dia, dana tersebut merupakan sisa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang belum dibelanjakan. Ia mencatat bahwa pemerintah daerah kerap menghabiskan anggaran secara masif menjelang akhir tahun.
Kendati, setiap tahun tetap ada sisa anggaran sekitar Rp100 triliun yang tercatat sebagai Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA). Dana SILPA ini umumnya digunakan untuk membayar gaji atau kontrak pada awal tahun berikutnya.
“Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” ujar Purbaya.