Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bamsoet: PPHN Dibutuhkan agar Proyek IKN Tak Batal di Tengah Jalan

(Ketua DPR Bambang Soesatyo) IDN Times/Irfan Fathurohman

Jakarta, IDN Times - Ketua MPR, Bambang Soesatyo, mengatakan, pemerintah bakal menggodok Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) agar menjamin keberlangsungan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Sebab mega proyek tersebut rentan dibatalkan oleh Presiden selanjutnya usai 2024, maka, MPR berencana menggelar sidang paripurna pada September 2022 untuk membentuk panitia ad hoc MPR. 

"Pembangunan IKN bakal dimulai pada tahun ini yang membutuhkan anggaran Rp700 sekian triliun dan diperkirakan selesai 15-20 tahun yang akan datang. Itu artinya, bakal melewati 3-5 periode kepresidenan yang akan datang," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/8/2022). 

Ia mengaku tidak bisa membayangkan upaya besar yang telah dikeluarkan dan sebagian anggaran yang dialokasikan dari APBN, tetapi tiba-tiba proyek itu terhenti sewaktu-waktu usai 2024.

Sesuai ketentuan di dalam Undang-Undang (UU) IKN, pemerintah hanya dapat menggunakan dana dari APBN untuk pemindahan ibu kota maksimal 20 persen. Sisanya, harus mencari investasi dari pihak swasta. 

"Swasta yang diharapkan bisa memberikan 75 persen (dana) juga membutuhkan kepastian soal investasinya. Kalau hanya menggunakan UU (IKN), itu rentan dibatalkan atau tidak diteruskan," kata dia lagi. 

1. MPR dinilai ngaco mau menghidupkan PPHN lewat konvensi ketatanegaraan

Dok.IDN Times

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti, mengatakan, upaya MPR untuk menghidupkan kembali PPHN melalui konvensi ketatanegaraan tidak dapat diterima secara keilmuan.

Menurutnya, langkah MPR dengan menghadirkan PPHN yang bermula dari rekomendasi Badan Pengkajian MPR merupakan langkah yang mengada-ada. 

"Itu sudah ngaco secara keilmuan. Mengada-ada banget. Memang salah satu sumber hukum tata negara adalah konvensi, itu artinya praktik yang berulang-ulang seperti pidato Presiden jelang 17 Agustus. Namun, kalau mengubah suatu substansi, materi, muatan konstitusi atau UU, tidak ada," kata Bivitri kepada IDN Times, Selasa (16/8/2022). 

Ia menegaskan, bila PPHN dihadirkan melalui konvensi ketatanegaraan, maka sama sekali tak ada wadahnya. Sebab menurutnya, MPR tak bisa lagi mengeluarkan produk hukum sehingga jika tetap dipaksakan akan merusak sistem. 

Sebelumnya, PPHN sempat lantang disuarakan MPR untuk diamandemen, salah satunya melalui amandemen UUD 1945. Namun publik menentangnya, karena bisa menyasar pasal lain yang menyangkut durasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Mereka khawatir bisa terjadi penambahan periode jabatan Presiden. 

2. Bila PPHN berhasil disahkan, MPR berpotensi kembali jadi lembaga negara tertinggi

Ahli di bidang tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti (www.pshk.or.id)

Di sisi lain, Bivitri sepakat bahwa publik harus waspada dengan rencana MPR yang ingin menghadirkan PPHN meski tak mengamandemen UUD 1945. Sebab, bila PPHN disahkan, ia khawatir salah satu isinya mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. 

"Bila itu yang terjadi, maka hal tersebut menjadi inkonstitusional. Nah, kekhawatirannya bila MPR kembali jadi lembaga tertinggi negara, mereka bisa memilih Presiden tertentu untuk maju terus karena pemikirannya seakan-akan MPR posisinya lebih tinggi dari Presiden," kata dia.

Ia menilai, kecurigaannya sangat beralasan, karena hingga kini, MPR belum membuka draf isi PPHN ke publik. Bahkan, ia selaku akademisi juga tak memperolehnya.

"Saya juga gak memperoleh isi draf itu. Jadi, benar-benar tertutup," ujarnya. 

Ia pun mendorong publik untuk mengkritik sikap MPR yang tertutup terkait rencana penetapan PPHN ini.

3. MPR mendapatkan dukungan dari akademisi yang dekat dengan kekuasaan

Ketua MPR, Bambang Soesatyo (tengah) diangkat menjadi anggota dewan kehormatan Asosisasi Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) pada Februari 2022. (www.mpr.go.id)

Lebih lanjut, Bivitri mengakui ia tak diajak oleh pihak MPR untuk berdiskusi dan sosialisasi isi draf PPHN tersebut.

Ia pun paham lantaran tidak dekat dengan kekuasaan, sedangkan ada kelompok akademisi lain yang dekat dengan MPR. 

"Kalau kami kan sudah mengkritik sejak jauh-jauh hari. Tetapi, tentu saja mereka dapat stempel dari akademisi lain. Padahal, itu ngaco sekali," ujarnya. 

Di sisi lain, Bamsoet dalam sidang tahunan pada hari ini menyebut MPR bakal menghadirkan PPHN tanpa melalui perubahan UUD 1945. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Deti Mega Purnamasari
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us