Bentuk Rekonsiliasi, TNI Perbaiki Markas Polres Tarakan yang Dirusak

- Kodam VI/Mulawarman akan memperbaiki markas kepolisian Tarakan setelah penyerangan pada 24 Februari 2025
- 20 personel Yonif 614/Rjp menyerang Polres Kaltara karena pengeroyokan terlebih dahulu oleh anggota Polres Tarakan
- Pangdam VI/Mulawarman dan Polda Kalimantan Utara akan menindak puluhan anggota TNI yang melakukan penyerangan
Jakarta, IDN Times - Kodam VI/Mulawarman berjanji bakal memperbaiki markas kepolisian Tarakan usai insiden penyerangan pada 24 Februari 2025 lalu. Itu merupakan salah satu upaya rekonsiliasi yang ditunjukkan oleh Pangdam VI/Mulawarman, Mayjen TNI Rudy Rachmat Nugraha, kepada Kapolda Kalimantan Utara Irjen (Pol) Hary Sudwijanto. Kedua pejabat tinggi sudah duduk bersama pada Selasa kemarin untuk mencegah tensi kembali meningkat.
"Sebagai bagian dari proses rekonsiliasi, perbaikan terhadap fasilitas Mapolres Tarakan yang mengalami kerusakan telah dilakukan oleh personel Yonif 613/Rja," ujar Kepala Penerangan Kodam VI/Mulawarman Kolonel (Kav) Kristiyanto kepada IDN Times melalui pesan pendek, Rabu (26/2/2025).
Ia juga menyebut, total ada 20 personel Yonif 614/Rjp yang melakukan penyerangan ke Mapolres Kaltara pada Senin malam lalu. Selain fasilitas Polres Kaltara yang rusak, lima personel kepolisian juga mengalami luka-luka.
Peristiwa penyerangan ke Mapolres Kaltara terekam kamera video dan viral di media sosial. Bahkan, penyerbuan markas turut disaksikan oleh warga setempat.
Apa yang jadi pemicu personel Yonif 614/Rjp menyerang Polres Kaltara?
1. Anggota Yonif 614/Rjp dikeroyok lebih dulu oleh personel kepolisian

Lebih lanjut, Kristiyanto mengatakan, pemicu puluhan personel TNI mendatangi Polres Tarakan lantaran terjadi pengeroyokan lebih dulu oleh personel Polres Tarakan kepada seorang anggota Yonif 614/Rjp. Pelaku disebut lima anggota Polres Tarakan.
"Dari hasil mediasi awal antara pihak Polres Tarakan dan anggota Yonif 614/Rjp, menyepakati bahwa anggota Polres yang terlibat akan memberikan biaya pengobatan Rp10 juta kepada korban. Namun, janji itu tidak kunjung direalisasikan," ujar Kristiyanto.
Maka, terjadilah aksi penyerangan dua hari lalu sekitar pukul 23.30 WITA. Sebanyak 20 anggota Yonif 614/Rjp semula berniat mencari lima anggota Polres Tarakan.
Kristiyanto menyebut, di tengah upaya mencari lima anggota Polres Tarakan, sebagian anggota TNI secara spontan melempar batu ke pos jaga di Polres Tarakan. Padahal, dari video yang viral di media sosial, terekam jelas puluhan anggota TNI itu sudah mendatangi Polres Tarakan dengan emosi. Bahkan mereka juga membawa besi.
2. TNI dan Polri akan proses anggota masing-masing yang melanggar

Pangdam VI/Mulawarman, Mayjen TNI Rudy Rachmat Nugraha mengatakan, baik TNI maupun Polri akan menindak puluhan anggota Yonif 614/Rjp yang melakukan penyerangan. Langkah serupa juga dilakukan oleh Polda Kalimantan Utara.
Rudy pun menyebut, peristiwa penyerangan Polres Kaltara dua hari lalu adalah kesalahpahaman. Pernyataan itu dikritisi oleh sejumlah pihak, termasuk Setara Institute.
"Pangdam VI/Mulawarman secara langsung mengunjungi lima anggota Polres Tarakan yang sedang menjalani perawatan di RSUD M.Yusuf S.A Tarakan pada Selasa kemarin. Kunjungan itu merupakan bentuk kepedulian dan langkah nyata dalam membangun kembali hubungan harmonis antara kedua institusi," kata Kristiyanto.
Mayjen TNI Rudy Rachmat di hari yang sama memberikan pengarahan kepada personel Yonif 613/Rja dan Yonif 614/RJP. Di dalam arahannya, Rudy tegas mewanti-wanti akan menindak tegas siapapun yang melanggar aturan.
"Ini dilakukan demi menjaga nama baik institusi," tutur dia.
3.Setara Institute kritisi ribut antara TNI-Polri terus berulang

Sementara, Ketua Dewan Nasional Setara Institut, Hendardi, angkat bicara soal insiden penyerangan markas Polres Tarakan oleh puluhan prajurit TNI AD pada 24 Februari 2025. Menurutnya, peristiwa penyerbuan dan penganiayaan terhadap anggota Polri merupakan tindakan keji, premanisme dan manifestasi dari jiwa korsa yang keliru. Akibat penyerbuan itu, sebanyak lima anggota Polri mengalami luka-luka.
"Bahkan, itu manifestasi Esprit de Corps yang memalukan. Apapun motivasi dan latar belakang peristiwa penyerangan serta penganiayaan ini, tetap tidak bisa dibenarkan," ujar Hendardi yang dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa kemarin.
Peristiwa ini harus diproses secara hukum dalam sistem peradilan pidana umum," imbuhnya. Dalam catatan Setara Institute, peristiwa penyerbuan markas kepolisian oleh TNI bukan kali pertama terjadi. Pada periode 2014 hingga 2024 ada 37 konflik dan ketegangan yang terjadi. "Angka ini merupakan fenomena gunung es, di mana konflik dan ketegangannya tidak mengemuka. Dipastikan lebih banyak dari yang tercatat di permukaan," tutur dia.