BGN Tak Akan Tetapkan Serangga Jadi Menu Makan Bergizi di Semua Daerah

- Kepala BGN menegaskan tidak akan menetapkan serangga dalam menu program makan bergizi gratis di semua daerah
- BGN hanya menetapkan standar komposisi gizi, memungkinkan sumber protein lokal seperti serangga dimasukkan ke dalam menu di daerah tertentu
- Dadan Hindayana juga menyebut bahwa daerah lain memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan gizi anak dengan sumber daya unggulan yang berbeda
Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan tidak akan menetapkan serangga masuk dalam menu program makan bergizi gratis (MBG) di semua daerah. Menurutnya, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang akan menentukan gizi makanan di masing-masing daerah.
"Sepertinya semua salah menangkap, konteksnya BGN tidak menetapkan standar Menu Nasional, tapi menetapkan standar komposisi gizi, oleh karena itu harus ada ahli ahli di setiap SPPG, agar sumber potensi sumber daya lokal dan kesukaan serta kebiasaan masyarakat lokal dapat diakomodir, jika diinginkan," ujar Dadan kepada jurnalis, Selasa (28/1/2025).
Dadan mengatakan, ada daerah tertentu yang kerap mengonsumsi serangga sebagai sumber protein.
"Saya tahu ada daerah-daerah tertentu yang biasa makan serangga, sebagai sumber protein. Saya sedang minta video asli, sehingga tidak salah paham," kata dia.
1. Tak tetapkan standar menu nasional, tapi standar komposisi gizi

Sebelumnya, Dadan menjelaskan, menu makan MBG serangga merupakan contoh potensi yang bisa dimanfaatkan di daerah tertentu.
Mengingat, BGN tak menetapkan standar menu MBG secara nasional, melainkan yang perlu dipenuhi ialah standar komposisi gizi.
"(Serangga masuk menu MBG) itu salah satu contoh ya, kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu, itu bisa menjadi menu di situ. Tapi itu contoh bahwa badan gizi ini tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi," ujarnya.
"Nah, isi protein di berbagai daerah itu sangat tergantung potensi sumber daya lokal dan kesukaan lokal. Jangan diartikan lain ya," lanjut Dadan.
2. Mengikuti komoditas unggulan di daerah tersebut

Dadan pun menyampaikan, daerah lain juga punya potensi memenuhi kebutuhan gizi anak dengan sumber daya unggulan yang berbeda. Namun, kebanyakan daerah di Indonesia komoditas unggulannya ialah telur dan ikan.
"Karena kalau di daerah yang banyak telur, ya telur lah mungkin mayoritas. Yang banyak ikan, ikan lah yang mayoritas, seperti itu. Sama juga dengan karbohidratnya, kalau orang sudah terbiasa makan jagung, ya karbohidratnya jagung," ucap dia.
Ia pun memberikan contoh, masyarakat yang tidak terbiasa makan nasi, bisa juga diganti dengan jagung, singkong, dan pisang rebus.
"Meskipun nasi mungkin diberikan juga. Tapi di daerah-daerah yang memang tidak terbiasa makan jagung, ya makan nasi. Tapi ada misalnya di halmahera barat itu, orang biasa makan singkong dan pisang rebus, itu kan karbohidrat juga," kata Dadan.
3. Keberagaman pangan

Dadan menambahkan, banyaknya potensi jenis menu MGB itu sebagai bentuk memanfaatkan potensi keberagaman pangan di Indonesia.
"Itu contoh ya, contoh bagaimana keragaman pangan itu bisa diakomodir dalam program makan bergizi," imbuhnya.