Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Serangga Jadi Menu Makan Bergizi Gratis? BGN: Mungkin Saja

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkap peluang memanfaatkan serangga sebagai menu program Makan Bergizi Gratis (MBG).
  • BGN tidak menetapkan secara baku menu program MBG, akan menyesuaikan potensi sumber daya di setiap daerah, termasuk serangga yang dapat dikonsumsi.
  • Menu makan MBG serangga merupakan contoh potensi yang bisa dimanfaatkan di daerah tertentu, disesuaikan dengan keberagaman pangan di Indonesia.

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana mengungkap peluang memanfaatkan serangga jadi menu program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Ia menyebut, BGN tidak menetapkan secara baku menu program MBG. Jenis menu makan gratis akan menyesuaikan potensi sumber daya di setiap daerah.

Dadan pun tak menutup opsi menjadikan serangga yang dapat dikonsumsi, sebagai menu MBG. Mengingat, ada jenis serangga tertentu yang bisa menjadi alternatif untuk mencukupi kebutuhan protein.

Beberapa serangga yang mengandung protein dan bisa dikonsumsi contohnya belalang dan ulat sagu

"Mungkin saja ada satu daerah suka makan serangga, (ada) belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian protein," kata Dadan dalam acara sayap Partai Gerindra, Perempuan Indonesia Raya (PIRA) di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1/2025).

1. Tak tetapkan standar menu nasional, tapi standar komposisi gizi

IDN Times/Debbie Sutrisno

Ditemui terpisah usai acara, Dadan menjelaskan, menu makan MBG serangga merupakan contoh potensi yang bisa dimanfaatkan di daerah tertentu.

Mengingat, BGN tak menetapkan standar menu MBG secara nasional, melainkan yang perlu dipenuhi ialah standar komposisi gizi.

"(Serangga masuk menu MBG) itu salah satu contoh ya, kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu, itu bisa menjadi menu di situ. Tapi itu contoh bahwa badan gizi ini tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi," ujarnya.

"Nah, isi protein di berbagai daerah itu sangat tergantung potensi sumber daya lokal dan kesukaan lokal. Jangan diartikan lain ya," lanjut Dadan.

2. Mengikuti komoditas unggulan di daerah tersebut

Pelaksanaan program makan bergizi gratis di sekolah di kawasan DKI Jakarta pada Senin (6/1/2025). (IDN/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dadan pun menyampaikan, daerah lain juga punya potensi memenuhi kebutuhan gizi anak dengan sumber daya unggulan yang berbeda. Namun, kebanyakan daerah di Indonesia komoditas unggulannya ialah telur dan ikan.

"Karena kalau di daerah yang banyak telur, ya telur lah mungkin mayoritas. Yang banyak ikan, ikan lah yang mayoritas, seperti itu. Sama juga dengan karbohidratnya, kalau orang sudah terbiasa makan jagung, ya karbohidratnya jagung," tutur dia.

Ia pun memberikan contoh, masyarakat yang tidak terbiasa makan nasi, bisa juga diganti dengan jagung, singkong, dan pisang rebus.

"Meskipun nasi mungkin diberikan juga. Tapi di daerah-daerah yang memang tidak terbiasa makan jagung, ya makan nasi. Tapi ada misalnya di halmahera barat itu, orang biasa makan singkong dan pisang rebus, itu kan karbohidrat juga," beber Dadan menegaskan.

3. Keberagaman pangan

Pelaksanaan program makan bergizi gratis di sekolah di kawasan DKI Jakarta pada Senin (6/1/2025). (IDN/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dadan menambahkan, banyaknya potensi jenis menu MGB itu sebagai bentuk memanfaatkan potensi keberagaman pangan di Indonesia.

"Itu contoh ya, contoh bagaimana keragaman pangan itu bisa diakomodir dalam program makan bergizi," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us