Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Antara 'Buka Room' dan Larangan Perayaan Valentine's Day di Negeri Syariat

NO VALENTINE'S DAY. Sejumlah perempuan menyuarakan sikap anti Valentine's Day di sebuah demonstrasi di Surabaya, Jawa Timur pada 13 Februari 2017. Foto oleh Juni Kriswanto/AFP

Oleh Habil Razali

BANDA ACEH, Indonesia —Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh melarang warganya melakukan perayaan hari kasih sayang atau Valentine's Day, pada Rabu, 14 Februari. Alasannya karena tidak sesuai dengan qanun syariat Islam yang berlaku di Provinsi Aceh.

Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan syariat Islam.

Bupati Aceh Besar Mawardi Ali, mengeluarkan surat edaran pelarangan perayaan Valentine's Day. Surat bernomor 451/882/2018, ditujukan kepada camat se-Kabupaten Aceh Besar, para kepala sekolah dan pengelola hotel/restoran/kafe dalam wilayah Aceh Besar. 

Surat yang berisi sejumlah poin penting itu ditandatangani Mawardi pada 9 Februari. Pada poin pertama, disebutkan alasan pelarangan perayaan Valentine's Day di Aceh Besar. Menurut Mawardi, perayaan hari kasih sayang tersebut bertentangan dengan budaya Aceh yang menerapkan qanun syariat Islam.

"Valentine's Day atau Hari Kasih Sayang yang dirayakan setiap tanggal 14 Februari adalah budaya yang bertentangan dengan syariat Islam dan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, serta Qanun Provinsi Aceh Nomor 11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di bidang akidah, ibadah dan syiar Islam. Dan haram hukumnya untuk dirayakan," bunyi poin pertama.

Default Image IDN

Pada poin kedua, Mawardi meminta masyarakat ikut andil dalam penegakan syariat Islam dengan cara melaporkan kepada petugas Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH) jika melihat warga yang merayakan Valentine's Day. Kepala sekolah juga diminta mengawasi siswanya agar tidak ada yang merayakan.

"Kepada Satpol PP dan WH, dan para camat di lingkungan Kabupaten Aceh Besar agar mengawasi setiap kegiatan yang melanggar Syariat Islam, adat istiadat, dan norma masyarakat Aceh," tulis Mawardi dalam poin berikutnya.

Surat edaran tersebut ditembuskan kepada Gubernur Aceh, Ketua DPRK Aceh Besar, Ketua MPU Aceh Besar, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar, Kepala Satpol PP dan WH Aceh Besar serta Kepala Kantor Kemenag Aceh Besar.

"Suratnya sudah kita tandatangani, karena kita memberlakukan qanun syariat Islam dan menghormatinya. Apalagi budaya kita tidak ada Valentine's Day," kata Mawardi kepada wartawan, Selasa, 13 Februari.

Pada 14 Februari, kata Mawardi, tempat wisata tidak ditutup. Namun pihaknya akan mengerahkan personel polisi syariat untuk mengawal setiap lokasi wisata. Bagi warga yang kedapatan melanggar akan diberikan sanksi.

"Sanksi tetap ada sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam qanun," kata Mawardi. Dia menegaskan bahwa tidak boleh ada perbuatan maksiat sejengkal tangan pun di tanah Serambi Mekkah. Menurutnya, perayaan Valentine's Day termasuk dalam perbuatan maksiat.

"Pelaksanaan syariat Islam secara kaffah merupakan komitmen kita bersama," tutur Mawardi.

Polisi syariah mengawasi

Pernyataan larangan juga dikatakan oleh Walikota Banda Aceh Aminullah Usman. Namun dia tidak mengeluarkan surat edaran seperti yang dilakukan oleh Bupati Aceh Besar.

“Selain tidak dianjurkan dalam agama kita, juga tidak sesuai dengan budaya. Jadi tidak perlu dirayakan,” kata Aminullah.

Menurut dia, perayaan Valentine's Day tidak diajarkan dalam Islam. Ia menilai seorang muslim haram hukumnya bila ikut merayakan Hari Kasih Sayang tersebut.

Selain melarang warganya, Aminullah turut memerintahkan petugas Satpol PP dan WH (polisi syariah) Kota Banda Aceh untuk melakukan pengawasan agar tidak ada kegiatan hura-hura perayaan Valentine Day di kota paling barat Indonesia itu.

“Tolong petugas Satpol PP dan WH lakukan pengawasan, pastikan tidak ada satu lokasi pun yang dimanfaatkan untuk merayakan Valentine's Day di Banda Aceh,” kata Aminullah.

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengatakan perayaan Valentine's Day tidak sesuai dengan budaya Aceh dan bertentangan dengan syariat Islam yang berlaku di Provinsi Aceh.

"Valentine's Day merupakan budaya yang tidak sesuai dengan Aceh dan syariat Islam," tutur Irwandi, Selasa, 13 Februari. Pernyataannya tersebut membantah apa yang dikatakan oleh dia sebelumnya.

Dalam sejumlah pemberitaan sebelumnya, Irwandi mengatakan membolehkan perayaan Valentine's Day di Aceh dalam wawancara dengan wartawan di depan istana wakil presiden di Jakarta.

“Enggak, enggak keluarkan surat, sebetulnya perayaan (boleh saja) asal jangan berlebihan, itu hukumnya mubah (boleh) asal jangan timbul ekstravaganza-nya,” kata dia seperti dikutip dari detik.com.

Namun belakangan dia membantah perkataannya tersebut. Menurutnya, saat itu, dia tengah ramai ditanya wartawan terkait investasi ke Aceh.

"Saya berpikir pertanyaan tersebut bukan soal Valentine's Day, karena ramainya wartawan, pertanyaan kurang jelas terdengar," kata Irwandi. Menurutnya, dia akan tegas melarang, jika dirinya tahu pertanyaannya itu tentang Valentine's Day.

'Buka room'

Di tengah kontroversi soal pelarangan perayaan Valentine Day di Aceh, FX duduk tenang di sebuah warung kopi di pinggiran kota Banda Aceh. Pria 24 tahun itu sesekali menatap layar handphone-nya.

Mahasiswa di sebuah perguruan tinggi tersebut bersedia menemui Rappler pada Selasa, 13 Februari. Dari dia, Rappler mencoba mengetahui lebih dalam tentang perayaan Valentine's Day yang dilakukan oleh anak muda Kota Banda Aceh.

Meskipun dilarang dan diawasi oleh polisi syariah, namun sejumlah anak muda ini tetap menggelar party pada malam Valentine secara tertutup.

Default Image IDN

Menurut FX, perayaan selalu dilakukan pihaknya pada malam Valentine's Day beberapa tahun belakangan ini. "Ada satu istilah unik untuk menyebut 'party' ini, kami menyebutnya Buka Room," katanya.

Buka Room biasanya digelar di hotel atau pun warung yang menyediakan tempat khusus. Beberapa hari menjelang tanggal 14 Februari, FX dan temannya menghubungi pihak hotel yang ingin dijadikan lokasi perayaan.

"Pihak hotel memang tahu kalau kita ingin buat perayaan. Itulah kita sebut Buka Room, jadi mereka udah pada mengerti," kata FX.

Apakah yang di-booking kamar hotel? FX membantahnya. "Bukan kamar, tapi ruangan yang kedap suara. Memang ada ruangan khusus, cuma kita nanti bayar mahal, biasanya dua kali lipat dari harga asli," kata dia.

Per malam, kata FX, sebuah ruangan untuk Buka Room seharga Rp 3-4 jutaan. Harga tersebut sudah termasuk audio sistem untuk memutarkan musik dan makanan ringan yang disediakan pihak hotel.

"Dan yang paling penting keamanan kita, karena pihak hotel itu udah ngerti kita ngapain. Seandainya pun ada razia, kita tetap aman, polisi syariah tidak bisa masuk ke ruangan kita," kata FX.

Menurut FX, ada sejumlah orang yang secara khusus menjaga tempat tersebut. "Kita menyebutnya beking, makanya soal keamanan itu urusan mereka," kata FX.

Saat perayaan Valentine's Day, kata FX, dia akan ke tempat Buka Room tersebut bersama sejumlah temannya, pria dan wanita. "Kami ada kelompok, jumlahnya palingan hanya belasan orang," tutur dia.

"Saat semua anggota kelompok sudah berkumpul, kami baru barengan menuju ke hotel ke ruangan yang telah kami pesan."

Saat tiba di dalam ruangan, musik diputarkan keras. Satu persatu anggota kelompok kemudian mulai berjoget. Mereka yang lelah duduk sejenak di sofa yang ada di ruangan, selanjutnya bangkit dan kembali berjoget. Pesta berlangsung hingga pagi.

Suasana Kota Banda Aceh, Selasa malam, tampak lengang. Tidak ada perubahan berarti seperti hari-hari biasanya. Warga kota yang kebanyakan suka minum kopi ini masih memadati warung kopi.

Di sebuah warung kopi di sekitar Batoh, Banda Aceh, pria dan wanita masih bebas menikmati kopi semeja.

"Di satu sisi sebenarnya kita mendukung pelaksanaan syariat Islam di Aceh," kata FX, yang berasal dari luar kota Banda Aceh. Malam Valentine's Day tahun ini, dia belum memastikan ikut Buka Room atau tidak.

"Tunggu undangan dari teman, kalau ada kita ikut," kata dia sembari menyuruput secangkir kopi.

—Rappler.com

Share
Topics
Editorial Team
Yetta Tondang
EditorYetta Tondang
Follow Us