Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Buruh Gugat UU Pemilu ke MK, Minta Hapus Parliamentary Threshold

IMG_20250728_145436.jpg
Wakil Presiden Partai Buruh, Said Salahudin saat mendaftar permohonan uji materi UU Pemilu ke MK (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Partai Buruh gugat UU Pemilu ke MK, minta hapus Parliamentary Threshold
  • Partai Buruh sebut sebagai upaya cegah potensi suara rakyat terbuang sia-sia
  • Tidak ada parpol yang bisa dapat kursi terakhir, kecuali peroleh suara sah di atas 4 persen di dapil
  • Petitum permohonan: Partai Buruh meminta MK agar menghapus aturan PT secara nasional atau berbasis pada dapil
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Partai Buruh kembali mengajukan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Materi yang digugat ialah mengenai aturan ambang batas atau parliamentary threshold (PT) sebesar empat persen dari total suara sah nasional yang ditentukan UU Pemilu sebagai syarat diikutsertakannya partai politik dalam penentuan kursi DPR RI. Partai Buruh meminta agar MK menghapus ketentuan ambang batas parlemen.

1. Partai Buruh sebut sebagai upaya cegah potensi suara rakyat terbuang sia-sia

Ilustrasi pemilu (IDN Times/Agung Sedana)
Ilustrasi pemilu (IDN Times/Agung Sedana)

Ketua Tim Kuasa Hukum sekaligus Wakil Presiden Partai Buruh Said Salahudin menjelaskan, ambang batas parlemen ini digugat untuk meminimalkan jumlah suara rakyat yang berpotensi terbuang sia-sia.

"Aturan ambang batas parlemen ini kami uji ke MK untuk meminimalisir jumlah suara rakyat yang berpotensi terbuang sia-sia di Pemilu 2029 dan seterusnya. Sebab, berkaca pada Pemilu 2019, sedikitnya ada 12 dapil DPR RI yang jumlah suara terbuangnya bahkan melampaui jumlah suara yang terkonversi menjadi kursi," katanya kepada IDN Times, Selasa (29/7/2025).

Keduabelas dapil itu adalah Aceh II, Banten II, Gorontalo, Kepri, Kalbar II, Papua Barat, Bengkulu, Kaltara, Maluku, Kep. Babel, Maluku Utara, dan NTB I.

Sebagai contoh di dapil NTB I, suara sah pemilih yang terkonversi menjadi kursi hanya 29,73 persen, sedangkan yang tidak terkonversi menjadi kursi alias terbuang sia-sia jumlahnya mencapai 70,27 persen. Partai Buruh menilai, ada yang salah dengan pengaturan ambang batas parlemen ini.

Selain itu, kondisi yang sama kembali terjadi di Pemilu 2024 yang menyebabkan jumlah suara terbuang di 12 dapil DPR RI juga melampaui jumlah suara yang terkonversi menjadi kursi. Keduabelas dapil itu adalah Papua Pegunungan, Papua Tengah, Sulbar, Kepri, Papua Barat, Kep. Babel, Maluku, Papua, Papua Selatan, Maluku Utara, NTB I, dan Papua Barat Daya.

"Di dapil Papua Barat Daya, suara yang terkonversi menjadi kursi jumlahnya hanya 28,90 persen, sedangkan yang tidak terkonversi menjadi kursi alias suara rakyat yang hilang jumlahnya lebih ekstrem lagi yaitu sebesar 71,10 persen. Ini sekali lagi mengonfirmasi bermasalahnya aturan PT," beber dia.

2. Tidak ada parpol yang bisa dapat kursi terakhir, kecuali peroleh suara sah di atas 4 persen di dapil

Ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)
Ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)

Alasan kedua yang menjadi alasan Partai Buruh menguji aturan PT adalah karena dari berdasarkan hasil penelitian internal, data resmi KPU menunjukan pada Pemilu 2019 maupun Pemilu 2024, tidak ada partai politik manapun yang bisa memperoleh kursi terakhir, kecuali parpol bersangkutan memperoleh suara sah di atas 4 persen pada sebuah dapil.

"Jadi, untuk mengetahui 'harga kursi' terendah pada sebuah dapil, dapat dilakukan dengan melihat besaran suara parpol pada perhitungan kursi terakhir berdasarkan metode Sainte Lague. Nah, suara atau sisa suara parpol yang bisa dikonversi menjadi kursi terakhir itulah yang dapat dijadikan sebagai standar perhitungan harga kursi terendah," ujar Said Salahudin.

Data tersebut mencatat, pada Pemilu 2019, harga kursi terendah adalah dapil Banten III. Di dapil tersebut harga kursi terakhir setara dengan 4,10 persen suara sah. Sedangkan pada Pemilu 2024, harga kursi terendah atau jumlah suara minimal yang dapat dikonversi menjadi kursi terakhir adalah di dapil Jatim VIII, yaitu sebesar 4,15 persen.

"Berdasarkan data penelitian Partai Buruh itulah kami coba meyakinkan Mahkamah untuk menetapkan pengaturan baru mengenai ketentuan ambang batas parlemen di Pemilu 2029 dan seterusnya," kata dia.

"Jadi, walaupun sudah ada Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan Pembentuk Undang-Undang agar menurunkan besaran PT dibawah 4 persen secara nasional di Pemilu 2029, Partai Buruh tetap merasa perlu menguji kembali aturan PT dengan mengajukan dalil, argumentasi, serta alat bukti baru kepada MK," lanjut dia.

3. Petitum permohonan

IMG_20250728_145451.jpg
Wakil Presiden Partai Buruh, Said Salahudin saat mendaftar permohonan uji materi UU Pemilu ke MK (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, Said Salahudin menuturkan, dalam petitumnya meminta MK agar menghapus aturan PT secara nasional alias PT 0 persen. Tetapi apabila MK menilai aturan PT tetap diperlukan, maka Partai Buruh mengajukan petitum alternatif berupa pemberlakuan aturan PT yang berbasis pada dapil, bukan berbasis pada suara sah nasional.

Apabila PT diberlakukan dengan basis perolehan suara sah parpol di daerah pemilihan, maka kerugian yang pernah dialami oleh sejumlah partai politik di Pemilu 2019 dan Pemilu 2024 tidak akan terulang atau menimpa parpol lain di Pemilu 2029, termasuk Partai Buruh.

Pada Pemilu 2019, akibat berlakunya aturan PT empat persen secara nasional, menyebabkan PSI kehilangan tiga kursi di dapil Banten III, DKI Jakarta II, dan dapil DKI Jakarta III. Adapun Perindo kehilangan dua kursi di dapil Sumut III dan NTT II.

Nasib yang sama juga menimpa PPP, PSI, dan Perindo akibat pemberlakuan PT empat persen secara nasional di Pemilu 2024. PPP harus kehilangan 12 kursi; PSI kehilangan lima kursi di dapil Jateng V, Jatim I, Banten III, DKI Jakarta II, dan DKI Jakarta III; dan Perindo kehilangan satu kursi di dapil NTB II.

Dalam permohonan kali ini, Partai Buruh menguji empat norma yang diatur dalam dua undang-Undang, yaitu Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (1), dan Pasal 415 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum; dan Pasal 82 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us