CEK FAKTA: Anggaran KIP-K Tetap Ada, UKT Tidak Naik

- Kekhawatiran pemotongan anggaran beasiswa dan KIP-K di tengah efisiensi APBN menjadi perhatian banyak pihak, termasuk naiknya Uang Kuliah Tunggal.
- BOPTN mengalami efisiensi hingga 50%, dikhawatirkan memicu kenaikan tarif UKT di PTN. Efisiensi juga berimbas pada KIP-K, mengancam kelanjutan studi mahasiswa.
Jakarta, IDN Times - Kekhawatiran soal pemotongan anggaran untuk beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) di tengah efisiensi anggaran kebijakan Presiden Prabowo menjadi perhatian berbagai pihak. Selain itu kekhawatiran soal Uang Kuliah Tunggal (UKT) naik juga muncul di tengah masyarakat.
Pasalnya, efisiensi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) turut mempengaruhi aktivitas di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, Riset dan Teknologi (Kemendikti Saintek).
Awalnya, Kemendikti Saintek mendapat pagu anggaran Rp56,6 triliun, lalu dilakukan efisiensi sebesar Rp14,3 triliun. Merasa tak cukup, mereka akhirnya mendorong agar efisiensi dimaksimalkan di angka Rp6,7 triliun.
Dalam rapat dengan jajaran anggota DPR Komisi X pada 2 Februari 2025, eks Mendikti Saintek, Satryo Brodjonegoro, memaparkan sejumlah dampak efisiensi tersebut.
Lalu, bagaimana faktanya kini? Berikut penelusuran IDN Times!
1. Efisiensi anggaran disebut berdampak pada UKT dan KIP-K

Salah satu yang masuk dalam daftar efisiensi adalah Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum (BPPTNBH).
BOPTN adalah pendanaan dari pemerintah untuk membantu biaya operasional perkuliahan agar tidak sepenuhnya dibebankan kepada mahasiswa.
Berdasarkan data dari Kemendikti Saintek, BOPTN memiliki pagu awal sebesar Rp8,39 triliun dan terkena efisiensi Rp4,19 triliun (50 persen). Hal ini dikhawatirkan akan memicu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menaikkan tarif UKT demi mempertahankan kualitas layanan pendidikan.
Selain itu, ada juga dampak efisiensi yang berimbas pada KIP-K. Dengan pagu awal Rp14,7 triliun dan mengalami efisiensi Rp1,31 triliun (9 persen). Dampaknya, sebanyak 663.821 mahasiswa on-going diperkirakan tidak mendapat KIP-K pada 2025 sehingga mengancam kelanjutan studi mereka.
Kemudian, tidak ada penerimaan mahasiswa baru penerima KIP-K meskipun sudah dibuka pendaftarannya dan ada sebanyak 21.131 pendaftar. Hal ini berpotensi menghambat upaya pemerintah memutus rantai kemiskinan, menurunkan akses pendidikan tinggi bagi keluarga miskin, serta menimbulkan isu nasional terkait pemotongan bantuan pendidikan.
2. Tak ada kenaikan UKT harus diinformasikan

Dari perkembangannya, tak ada dampak kenaikan UKT dan efek efisiensi anggaran terhadap KIP-K. Hal ini sudah dijelaskan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Brian Yuliarto yang menggantikan Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Pada Kamis (20/2/2025), sehari setelah pelantikan, Brian mengadakan rapat koordinasi (rakor) pertama dengan para rektor dan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti). Dalam kesempatan tersebut, dia mengimbau agar para rektor berdialog langsung dengan mahasiswa dan memberikan informasi yang jelas mengenai kebijakan UKT.
“Saya minta tolong para rektor dan kepala LLDIKTI informasikan sebaik-baiknya kepada mahasiswa bahwa tidak ada kenaikan UKT," kata dia, dikutip Sabtu (22/2/2025).
3. Tetap alokasikan anggaran untuk program KIP-K

Brian mengatakan, pihaknya tetap mengalokasikan anggaran untuk program KIP-K. Dia menegaskan pentingnya klarifikasi untuk menghindari kesalahpahaman yang bisa timbul di kalangan mahasiswa.
Dengan demikian, mahasiswa dapat memastikan bahwa tidak ada pengurangan beasiswa dan pemerintah tetap berkomitmen mendukung akses pendidikan tinggi bagi semua kalangan.