Cerita Anak-Anak Aceh Berupaya Pulih Usai Bencana Banjir

- Anak-anak usia 5-17 tahun mengikuti kegiatan trauma healing untuk memulihkan rasa aman dan kehilangan rutinitas sehari-hari.
- Sebagian anak menunjukkan keteguhan hati meskipun kehilangan tempat tinggal, harta benda, dan sarana pendidikan.
- Banyak anak korban bencana banjir bandang dan longsor belum sepenuhnya paham akan apa yang terjadi pada diri dan lingkungan mereka.
Jakarta, IDN Times - Di tengah suasana pengungsian, tanah yang dulu kering kini berubah menjadi sisa lumpur yang menghempaskan tempat berlindung sekitar 250 anak di Kecamatan Peusangan, Bireuen Aceh. Kini ratusan kaki dan tangan kecil itu harus menghadapi kenyataan bahwa kehidupannya sudah berubah.
Menghadapi berbagai perubahan, isi kepala mereka pun tak lagi sama usai banjir bandang dan longsor. Guna menjaga kesehatan mental mereka, dilakukan pemulihan trauma atau trauma healing oleh Forum Generasi Berencana (GenRe) Provinsi Aceh di beberapa titik lokasi pengusian dan Balai KB.
Mereka masih berupaya memulihkan diri setelah bencana banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah. Berdasarkan data Kemendukbangga/BKKBN, sebanyak 150 anak berada di Kabupaten Pidie Jaya dan 100 anak di Kabupaten Bireuen.
1. Kegiatan untuk anak usia lima hingga 17 tahun

Mereka kini mengikuti rangkaian kegiatan trauma healing yang dirancang untuk membantu memulihkan rasa aman, terutama bagi anak usia sekolah yang kehilangan rumah, perlengkapan belajar, dan lingkungan yang selama ini memberi rutinitas.
Mantan Duta GenRe Putra Indonesia 2024 asal Aceh, Muhammad Dzaky Raihan, yang ikut mendampingi proses ini, mengatakan kegiatan ditujukan untuk anak berusia lima hingga 17 tahun, dan suasana yang tercipta jauh lebih ceria dari yang dibayangkan. Mereka diajak bermain, tertawa, dan menerima hadiah-hadiah kecil yang membuat mereka kembali merasa diperhatikan.
"Kami juga menghadirkan psikolog," kata Dzaky, dikutip Selasa (9/12/2025).
2. Anak-anak menunjukkan keteguhan hatinya

Banyak dari mereka kehilangan bukan hanya tempat tinggal dan harta benda, tetapi juga sarana pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang selama ini menjadi ruang tumbuh dan belajar. Meski kondisi mereka masih jauh dari pulih sepenuhnya, Dzaky melihat bagaimana sebagian anak tetap menunjukkan keteguhan hati.
"Walaupun sedang ditempa musibah, beberapa anak masih terlihat sabar dan tabah. Ini tercermin dari senyum dan tawa mereka yang hangat," cerita Dzaky.
3. Anak-anak belum sepenuhnya paham apa yang terjadi

Di balik wajah-wajah kecil itu, ada upaya untuk bertahan dan kembali menemukan ruang aman bersama orang-orang yang peduli. Sikap yang sama juga dirasakan Duta GenRe Putra Indonesia 2025 asal Aceh, Fikrul Azka, yang turut mendampingi proses pemulihan psikologis anak-anak di dua kabupaten tersebut.
Menurutnya, banyak dari anak-anak korban bencana belum sepenuhnya memahami apa yang terjadi pada diri dan lingkungan mereka.
"Banyak dari anak-anak korban bencana banjir bandang dan longsor belum sadar sepenuhnya akan apa yang sedang terjadi," ujarnya.
Namun momen yang paling menyentuh justru muncul saat sesi bercerita dan meluapkan emosi.
"Tapi di sesi bercerita dan meluapkan emosi, tak sedikit adik-adik kami ini menangis," cerita Fikrul.


















