Coret Baliho Kampanye di Pohon, Masyarakat Frustasi dengan Bawaslu?

Jakarta, IDN Times - Jelang berakhirnya masa kampanye Pemilu 2024, sekelompok masyarakat mulai bergerak mengungkapkan kekesalannya terhadap alat peraga kampanye (APK) yang menganggu kenyamanan publik. Salah satu ketidakpuasan masyarakat dengan APK ditunjukkan dengan aksi pencoretan baliho calon anggota legislatif (caleg) yang terjadi di sejumlah daerah.
Mereka melakukan aksi itu sebagai bentuk protes, karena baliho yang dipasang melanggar aturan. Dalam video yang beredar, sejumlah orang mencoret baliho caleg yang berada di pohon, dengan tulisan "Tersangka Penusukan Pohon".
1. Masyarakat frustasi terhadap pembiaran baliho yang melanggar

Pengamat Pemilu sekaligus pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menjelaskan gerakan masyakarat itu muncul sebagai wujud frustasi publik atas dibiarkannya pelanggaran aturan kampanye oleh pemerintah daerah (pemda) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Titi menjelaskan, masyarakat jengah dan marah karena aturan kampanye sudah jelas melarang pemasangan bahan kampanye dan alat peraga di pohon. Sebab, masa kampanye Pemilu 2024 saat ini dianggap seperti tanpa aturan dan luput dari pengawasan.
"Pemilu seperti tanpa aturan, pengawasan, dan penegakan hukum karena pelanggaran tersebut terjadi di mana-mana. Seolah-oleh memang dibiarkan dan negara beserta institusinya, termasuk Bawaslu atau pun pemerintah daerah tidak berdaya menghadapi pelanggaran yang dilakukan sangat masif oleh peserta pemilu dan para caleg," ungkap Titi kepada IDN Times, Senin (15/1/2024).
Titi khawatir publik kehilangan kepercayaan kepada pengawas pemilu dan aparat penegak hukum jika pelanggaran seperti itu tak segera dikoreksi. Akhirnya masyarakat menjadi tidak sabar dan melakukan caranya sendiri untuk membuat pelanggar jera.
"Seharusnya partai, calon, Bawaslu, dan pemda malu atas gerakan masyarakat tersebut," tutur dia.
Titi mengatakan, aksi pelanggaran yang dibiarkan tanpa diusut itu sangat buruk bagi kepastian dan keadilan pemilu. Sehingga bukan tidak mungkin, bisa mengakibatkan masyakarat menjadi apatis terhadap proses demokrasi.
"Tentu hal itu sangat disayangkan kalau sampai terjadi," tegas dia.
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini lantas mengajak agar pemilih menghukum para pelanggar aturan kampanye itu, dengan tidak memilihnya dalam Pemilu 2024.
"Saya sendiri mengajak pemilih untuk tegas menghukum calon yang bebal berkampanye di tempat yang dilarang, dengan tidak memilih mereka di pemilu mendatang," imbuh Titi.
2. Bisakah pelaku perusakan baliho di hukum?

Mengacu pada Pasal 280 ayat (1) huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017, pelaku perusakan baliho bisa dikenakan pidana.
Dalam pasal itu mengatur bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang merusak dan atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu. Pelanggaran atas pasal tersebut merupakan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 521 UU Nomor 7 Tahun 2017. Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Namun, Titi menegaskan, pasal tersebut harus ditempatkan secara proporsional tidak bisa serta merta membabi buta untuk semua kondisi.
"Suatu perbuatan bisa memenuhi ketentuan Pasal tersebut bila alat peraga yang dirusak tersebut terpasang di tempat yang legal dan bukan pada tempat yang dilarang untuk pemasangan alat peraga," tandas Titi.
3. Bawaslu akan telusuri aksi coret baliho tapi ada tabrakan hukum

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, akan menelusuri lebih lanjut soal aksi sekelompok orang yang mencoret baliho kampanye caleg.
Diketahui, aksi tersebut merupakan bentuk protes masyarakat terhadap baliho caleg yang melanggar aturan. Dalam video beredar, sejumlah orang mencoret baliho caleg yang berada di pohon dengan tulisan "Tersangka Penusukan Pohon".
Bagja menuturkan, aksi tersebut merupakan bentuk perusakan alat peraga kampanye. Namun, dia mengaku harus menelusuri lebih lanjut karena perusakan itu juga dilakukan di baliho yang melanggar aturan.
"Kita akan periksa kalau gitu, kan merusak alat peraga, tapi pertanyaanya, nanti ada pertanyaan khususnya, alat peraganya kan dipasang tidak pada tempatnya. Nah, itu juga jadi persoalan kan, ada tabrakan hukum di situ," kata dia saat ditemui di Kantor DKPP RI, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2024).
Bagja menuturkan, dalam hal pelanggaran APK tersebut, Bawaslu akan berkoordinasi dengan Satpol PP.
"Kalau kami melakukan ini banyak hal dengan kerja sama koordinasi dengan Satpol PP wilayah setempat," ucap dia.
4. Pemasangan alat peraga kampanye di pohon melanggar

PKPU secara tegas melarang pemasangan alat peraga kampanye di pohon. Aturan itu secara rinci diakomodir dalam Pasal 70 Ayat 1 PKPU 15 Tahun 2023 tentang Kampanye.
Dalam aturan itu dijelaskan: bahan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 yang dapat ditempel dilarang ditempelkan di tempat umum adalah tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, meliputi gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi.
Kemudian gedung atau fasilitas milik pemerintah, jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik; dan atau taman serta pepohonan.