Demokrat Sindir Moeldoko: Bayar Yusril Mahal, Kalah Malah Bersyukur

Jakarta, IDN Times - Kubu Moeldoko mengaku bersyukur karena Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan judicial review AD/ART Demokrat. Partai Demokrat pun mengaku bingung dengan pernyataan kubu Moeldoko tersebut.
"Jadi kalau misalnya ada yang bilang bahwa ini adalah kemenangan, apa namanya, malah bersyukur, kita agak bingung ini," ucap Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, tertawa, saat jumpa pers virtual di Kantor DPP Partai Demokrat, Jl Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/11/2021).
1. Herzaky mengaku tak mengerti pola pikir kubu Moeldoko

Herzaky mengatakan ucapan kubu Moeldoko kontradiktif. Sebab, kubu Moeldoko membayar pengacara Yusril Ihza Mahendra sekian miliar untuk menggugat AD/ART Demokrat, namun malah bersyukur saat mereka kalah.
"Mohon maaf, sudah bayar Yusril berapa puluh M (miliar), seratus M kali atau berapa, tapi kemudian ujung-ujungnya begitu kalah bersyukur, kan agak lucu. Ini kira-kira, tapi silakan saja, saya tidak pada tempatnya lah kalau mereka mau bilang bersyukur," kata dia.
"Mohon maaf, mohon maaf banget, ada gak pernah dengar orang ke pengadilan atau ke MA, itu hanya buat kalah. Itu kan bingung itu, ya kan, ini kan agak lucu aja. Mungkin ada gangguan, tapi kita gak tahu," sambung Herzaky, menyindir.
2. Kubu Moeldoko bersyukur MA tolak gugatan AD/ART Demokrat

Sebelumnya, MA menolak permohonan judicial review AD/ART Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko melalui pengacara Yusril Ihza Mahendra. Kubu Moeldoko pun mengaku bersyukur karena MA menolak permohonan gugatan ini.
"Meskipun kami bersyukur dengan penolakan judicial review oleh Mahkamah Agung, namun kami tetap sangat menghargai upaya hukum Judicial Review yang telah dilakukan oleh kader Partai Demokrat," kata juru bicara Demokrat kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad, dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021) malam.
Rahmad menambahkan kubu Moeldoko akan terus memberikan dukungan moral dan semangat kepada kadernya yang menggugat AD/ART Demokrat melalui JR tersebut. MA, sambungnya, memiliki dasar dan pertimbangan hukum untuk menolak permohonan judicial review AD/ART Demokrat.
"Dan pilihan Mahkamah Agung itu juga kami hargai dan hormati," ucapnya.
Mengapa kubu Moeldoko bersyukur padahal permohonan judicial review-nya ditolak MA? Rahmad menjelaskan kubu Moeldoko bersyukur karena dengan ditolaknya judicial review AD/ART Demokrat tersebut, maka gugatan KLB Deli Serdang Nomor 150 di PTUN Jakarta menjadi semakin kuat.
"Jika judicial review tersebut sempat dikabulkan Mahkamah Agung, maka peluang kubu AHY untuk melakukan perbaikan AD ART di KLB menjadi terbuka. Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan persoalan baru bagi kami," ucap Rahmad.
"Namun dengan penolakan MA tersebut, maka gugatan kami di TUN 150 menjadi makin kuat dan peluang kubu AHY untuk melakukan perbaikan AD/ART menjadi tertutup," dia menambahkan.
3. MA tolak judicial review AD/ART Demokrat yang diajukan Yusril

Sebelumnya, MA menolak judicial review AD/ART Partai Demokrat yang diajukan empat eks kader Demokrat. Keempat orang itu adalah eks Ketua DPC Demokrat Ngawi Muhammad Isnaini Widodo, eks Ketua DPC Demokrat Bantul Nur Rakhmat Juli Purwanto, eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Tegal, Ayu Palaretins, dan eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Samosir Binsar Trisakti Sinaga.
Keempat eks kader Demokrat itu diketahui memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra. Adapun, perkara itu bernomor 39 P/HUM/2021 dengan pemohon Muh. Isnaini Widodo dan terdakwa/termohonnya Menteri Hukum dan HAM.
"Menyatakan permohonan keberatan HUM dari Para Pemohon tidak dapat diterima," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro menerangkan bunyi amar putusan gugatan tersebut, dikutip IDN Times, Selasa (9/11/2021).
Objek sengketa perkara tersebut adalah AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 yang telah disahkan berdasarkan Keputusan Nomor M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan AD ART, pada 18 Mei 2020.
Majelis hakim yang memutuskan perkara ini adalah Supandi selaku ketua majelis dengan anggota Is Sudaryono dan Supandi. Ketua majelis hakim mengetuk palu atas vonis tersebut pada Selasa (9/11/2021).
"MA tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus objek permohonan, karena AD ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 UU PPP," ucap Andi Samsan Nganro menerangkan alasan majelis hakim.
Selain karena tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan, majelis hakim memiliki alasan lain untuk menolak JR AD/ART Demokrat. Alasan itu adalah:
1. AD/ART Parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal Parpol yang bersangkutan;
2. Parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau Pemerintah atas perintah UU;
3. Tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan.