Dugaan Eksploitasi, Pemain Oriental Circus Indonesia Temui KemenHAM

- Mantan pemain OCI adukan dugaan eksploitasi ke Kementerian HAM.
- Kesaksian korban meliputi kekerasan dan pelanggaran hak identitas.
Jakarta, IDN Times - Sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) mengadukan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berupa eksploitasi ke Kementerian HAM.
Kasus dugaan eksploitasi ini diduga dilakukan oleh Taman Safari Indonesia yang terjadi pada periode tahun 1970 hingga 1980-an.
"Kami tadi menegaskan permintaan maaf kepada mereka, karena kami harus meminta mereka menyampaikan testimoni. Testimoni tentang hal-hal yang menyebabkan trauma yang menyakitkan. Tidak mudah, tetapi kami membutuhkan itu. Kami membutuhkan statement langsung dari mereka yang menjadi korban," kata Wakil Menteri HAM, Mugiyanto Sipin, usai pertemuan, Selasa (15/4/2025).
1. Mantan pekerja sirkus yang hilang hak identitasnya

Dia juga menyoroti soal kesaksian para korban tentang berbagai aspek pelanggaran. Bukan hanya soal kekerasan saat mereka berada di OCI, tetapi juga adanya pelanggaran hak dasar seperti identitas.
"Padahal identitas seseorang itu adalah hak dasar. Mereka tidak tahu asal-usul. Ini yang harus jalan supaya mereka bisa mengidentifkasi keluarga mereka, diri mereka siapa," kata dia.
2. Akan cari keterangan dari pihak yang dilaporkan sebagai pelaku

Dia mengatakan, Kementerian HAM berupaya untuk mencegah praktik yang sama agar tidak kembali terjadi.
Apalagi, sebelumnya sudah ada laporan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta Komisi Nasional (Komnas) HAM sehingga pihaknya akan berkoordinasi.
“Setelah mendengar laporan dari para korban, kami juga akan mencari keterangan dari pihak yang dilaporkan sebagai pelaku. Ini harus kami lakukan secepatnya untuk mencegah hal yang sama terulang," kata dia.
3. Tantangan regulasi

Dia mengatakan, tantangan menindaklanjuti kasus ini adalah soal regulasi. Hal itu karena pada saat kasus terjadi, Indonesia belum memiliki undang-undang tentang HAM, yakni UU Nomor 39 Tahun 1999.
“Jadi terjadinya di masa lalu sehingga kalau diterapkan undang-undang tersebut, susah,” kata dia.
Namun, dia mengatakan, kasus ini bisa diproses hukum pidana dengan dasar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan begitu, jika ingin menempuh jalur hukum, pihaknya pun mendukung.