Eks Kepala BAIS: SOP Pemusnahan yang Ideal Tak Libatkan Warga Sipil

- Kepala BAIS TNI meyakini warga sipil di lokasi pemusnahan amunisi karena diajak bekerja dan mengambil sisa amunisi yang memiliki nilai ekonomis.
- Pemusnahan amunisi milik TNI AD menimbulkan korban jiwa, termasuk warga sipil, karena ledakan kedua yang mematikan.
- Anggaran minim untuk pemusnahan amunisi di Desa Sagara, Kabupaten Garut sehingga prajurit TNI AD turut mengajak warga sipil bekerja.
Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI periode 2011-2013, Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Pontoh meyakini alasan keberadaan warga sipil di lokasi pemusnahan amunisi di Desa Sagara, Kabupaten Garut karena didorong dua faktor. Pertama, sejumlah warga sipil diajak kerja dengan TNI untuk membantu proses pemusnahan amunisi. Kedua, mereka langsung masuk ke lokasi pemusnahan amunisi untuk mengambil sisa amunisi yang masih memiliki nilai ekonomis.
"Itu sepertinya dua (faktor) ada di sana semua. (Warga sipil) yang dilibatkan (bekerja dengan TNI) ada, yang memulung (sisa amunisi) juga ada. Ya, bisa dua-duanya itu ada," ujar Soleman ketika berbicara di program Ngobrol Seru dan tayang di YouTube IDN Times pada Senin (19/5/2025).
Ia mengatakan praktik warga sipil mendekati titik lokasi pemusnahan amunisi sudah berlangsung sejak lama. Namun, biasanya selalu aman.
Ketika dilakukan pemusnahan amunisi milik TNI Angkatan Darat (AD) pada 12 Mei 2025 lalu menimbulkan korban jiwa hingga 13 orang. Sebanyak sembilan orang di antaranya warga sipil.
"Mereka (warga sipil) sudah terbiasa setelah mendengar ledakan pertama, dirasa sudah aman. Lalu, langsung mendekat. Ternyata ada ledakan kedua yang mematikan. Setelah muncul ledakan pertama ternyata meledak lagi," katanya.
Analisa itu ia dapat dengan memperhatikan potongan video yang menggambarkan peristiwa pada Senin pekan lalu yang beredar luas. Soleman pun menggaris bawahi prosedur standar pemusnahan amunisi yang ideal tak boleh melibatkan warga sipil.
"Tapi, kan kita tidak tahu (SOP) yang ideal itu seperti apa, termasuk apakah kemudian jadi melibatkan orang sipil. Karena isu terkait SOP ini pasti berhadapan dengan anggaran," tutur dia.
Dalam pandangannya bila dihadapkan dengan anggaran maka diyakini anggaran untuk pemusnahan amunisi di Desa Sagara, Kabupaten Garut tidak cukup. Oleh sebab itu, prajurit TNI AD turut mengajak warga sipil bekerja.
1. TNI disebut dapat belas kasih dari BKSDA sehingga bisa pakai lahan untuk pemusnahan

Soleman juga mengomentari proses pemusnahan amunisi milik TNI Angkatan Darat (AD) yang tidak dilakukan di lahan milik militer. Padang rumput terbuka tempat pemusnahan amunisi milik Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Garut.
"Itu kan dapat belas kasihan aja dari BKSDA, kalau enggak (dipinjamkan), gak tahu mau ke mana (memusnahkan amunisi). Itu sebenarnya satuan di bawah diberikan tanggung jawab 'ya sudah kamu carikan (lahan untuk pemusnahan), suka-suka kamu yang penting dapat.' Yang di bawah dapatnya di situ (lahan milik BKSDA) dan lokasinya terdekat," kata mantan petinggi dari Angkatan Laut (AL) itu.
Ia membenarkan amunisi yang diledakan di Desa Sagara merupakan inventaris dari Gupusmu 3, Cakung. "Karena kalau dibawa lebih jauh lagi dari gudangnya. Kan kemarin sempat ada yang mewacanakan agar pemusnahan dilakukan di pulau terpencil, mobilisasinya ke sana saja berpotensi timbulkan masalah," tutur dia.
Salah satu masalah yang mungkin timbul dengan memindahkan amunisi kedaluwarsa ke tempat yang jauh yakni amunisi meledak di tengah jalan. "Kan selama perjalanan, amunisi itu kena angin, air, kecepatan, ada tekanan sehingga mempengaruhi kestabilan bahan peledak itu," imbuhnya.
2. Penggalian untuk pemusnahan seharusnya dilakukan oleh Zeni TNI AD

Pandangan senada disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi. Ia mengatakan belum ada aturan detail yang merupakan turunan dari Peraturan Kementerian Pertahanan mengenai proses pemusnahan amunisi yang sudah kedaluwarsa.
"Saya sudah cari, terakhir ada yang namanya juklak (petunjuk pelaksanaan) Kemenhan nomor 4 tahun 2010. Di poin ke-10 menyangkut soal disposal atau pemusnahan. Tetapi, juklak itu membutuhkan juknis (petunjuk teknis). Meskipun di dalam juklak itu tidak mengatur titik pemusnahan dengan pemukiman warga, tetapi proses (pemusnahannya) ada," ujar Muradi di forum yang sama.
Salah satu yang diatur yakni penggalian lubang sebagai tempat peledakan amunisi digali oleh orang yang ahli yakni personel Zeni TNI Angkatan Darat (AD). "Jadi, bukan meminta warga yang menggali dan membantu (proses pemusnahan)," tutur dia.
Ia juga memberikan gambaran kondisi ideal proses pemusnahan amunisi yang ada di luar Indonesia. Di negara lain, kata Muradi, gudang amunisi ibarat one stop shopping. Gudang amunisi milik TNI AD, AL dan AU ada di satu tempat.
"Jadi, kalau di negara luar, disposal itu menyatu dengan gudang amunisi yang berukuran besar," tutur dia.
3. Anggota komisi I DPR duga kuat ada SOP yang dilanggar oleh TNI

Di forum yang sama, anggota komisi I DPR RI, Oleh Soleh menilai ada prosedur standar yang dilanggar oleh TNI AD ketika melakukan aktivitas pemusnahan amunisi pada pekan lalu. Sebab, pelibatan warga sipil dalam aktivitas rutin itu diduga sudah lama terjadi.
"Informasinya ini sering dilakukan peledakan. Jadi, kalau Bahasa Sundanya mah kamalinaan, merasa sudah biasa. Bahasa Sundanya ini kena apes, Bahasa Nusantara ini kena sial sepertinya," ujar Oleh.
Maka, komisi I DPR RI mendorong TNI ikut melibatkan sejumlah ahli dalam audit dan investigasi. Agar hasil akhir dari proses forensik betul-betul valid.
"Sehingga ke depan, mana-mana SOP yang harus dikuatkan atau ditambahi, karena memang DPR menginginkan kejadian di Garut ini jadi peristiwa terakhir. Ke depan jangan sampai terjadi lagi," kata politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Ia pun mewanti-wanti nyawa manusia jangan dianggap enteng dan murah. Sebab, kehilangan satu nyawa pun sudah jadi pukulan telak.
"Kalau ada celetukan 'kita kurang dana, kurang anggaran' rasa-rasanya ini menjadi lucu. Masak mengorbankan uang hanya untuk rendahnya SOP pada kegiatan yang amat sangat berbahaya. Ini harus dihindari," tutur dia.