Eks Mensos Juliari Batubara Dicecar KPK soal Pengawalan Bansos Beras

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korups (KPK) kembali memeriksa eks Menteri Sosial Juliari Batubara. Ia dicecar seputar pengawalan bantuan sosial beras program keluarga harapan (PKH).
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan pengawalan khusus dari saksi untuk memantau proses pengadaan hingga distribusi bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 di Kemensos RI," ujar juru bicara KPK Ali Fikri, Selasa (19/12/2023).
1. KPK dalami hubungan Juliari dengan tersangka

Selain itu, KPK mendalami hubungan antara Juliari dengan Ivo Wongkaren. Ivo merupakan tersangka dalam kasus ini.
"Didalami juga kaitan kedekatan saksi dengan Tersangka IW sebagai perpanjangan tangan untuk mengondisikan distribusi bansos dimaksud," jelas Ali.
2. Eks Dirut TransJakarta tersangka kasus ini

KPK telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah eks Direktur TransJakarta sekaligus Direktur PT Bhanda Ghara Reksa Kuncoro Wibowo, Direktur Komersial PT Bhanda Ghara Reksa Persero Budi Susanto, dan mantan Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa Persero April Churniawan.
Lalu, Ketua tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Ivo Wongkaren, anggota tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdani, dan General Manager PT Primalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto.
3. Kasus ini rugikan negara Rp127 miliar

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan kasus ini telah merugikan negara senilai Rp127,5 miliar. Hal ini diketahui dari nilai kontrak program tersebut.
"Jadi yang perlu kami jelaskan begini dulu, nilai kerugian Rp127 miliar ini dinilai dari apa? Dinilai dari kontraknya yang sekitar Rp325 miliar," ujar Ghufron.
Ghufron menjelaskan ada sekitar Rp190 miliar yang terpakai dari nilai kontrak itu. Sisanya dianggap sebagai kerugian negara.
"Sementara yang digunakan yang kemudian terdistribusi untuk real cost itu sekitar Rp190-an miliar, sehingga sisanya yang Rp127 miliar ini kami anggap sebagai bagian kerugian negara karena perolehannya secara melawan hukum," ujar Ghufron.