Eks Menteri Sosial Juliari Batubara Diperiksa KPK Lagi di Kasus Bansos

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa eks Menteri Sosial, Juliari Batubara. Terpidana kasus korupsi dari PDI Perjuangan (PDIP) itu diperiksa KPK sebagai saksi dugaan korupsi bantuan sosial beras program keluarga harapan (PKH) 2020-2021.
"Bertempat di Lapas Kelas 1 Tangerang, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan Juliari Batubara," ujar Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Senin (18/12/2023).
1. Juliari pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini

Sebelumnya, KPK sempat memeriksa Juliari Batubara sebagai saksi pada Kamis, 23 November 2023. Saat itu Juliari Batubara diperiksa KPK bersama terpidana lainnya, Matheus Joko Santoso.
Keduanya sama-sama diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
2. KPK sudah tetapkan enam tersangka dalam kasus ini

Diketahui, KPK telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah eks Direktur TransJakarta sekaligus Direktur PT Bhanda Ghara Reksa Kuncoro Wibowo; Direktur Komersial PT Bhanda, Ghara Reksa Persero Budi Susanto; dan mantan Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa Persero, April Churniawan.
Lalu, Ketua tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada, Ivo Wongkaren; Anggota Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada, Roni Ramdani; dan General Manager PT Primalayan Teknologi Persada, Richard Cahyanto.
3. Kasus korupsi bansos beras PKH rugikan negara Rp127,5 miliar

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan, kasus ini telah merugikan negara senilai Rp127,5 miliar. Hal ini diketahui dari nilai kontrak program tersebut.
"Jadi yang perlu kami jelaskan begini dulu, nilai kerugian Rp127 miliar ini dinilai dari apa? Dinilai dari kontraknya yang sekitar Rp325 miliar," ujar Ghufron.
Ghufron menjelaskan, ada sekitar Rp190 miliar yang terpakai dari nilai kontrak itu. Sisanya dianggap sebagai kerugian negara.
"Sementara yang digunakan yang kemudian terdistribusi untuk real cost itu sekitar Rp190-an miliar sehingga sisanya yang Rp127 miliar ini kami anggap sebagai bagian kerugian negara karena perolehannya secara melawan hukum," ujar Ghufron.