Eks Penyidik KPK: Paulus Tannos Bisa Dijerat Pasal Halangi Penyidikan

- Paulus Tannos ditemukan di Singapura setelah menjadi buronan kasus e-KTP.
- Praswad Nugraha menilai Paulus bisa dijerat dengan pasal perintangan penyidikan karena mengubah status kewarganegaraan.
Jakarta, IDN Times - Buronan Paulus Tannos akhirnya ditemukan di Singapura. Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha menilai Tersangka kasus korupsi e-KTP itu bisa dijerat dengan pasal perintangan penyidikan.
"Upaya perubahan status warga negara yang dilakukan Paulus Tannos dapat dikategorikan perbuatan pidana tersendiri, yaitu pasal 21 upaya menghalang-halangi penyidikan," ujar Praswad dalam keterangannya, Senin (27/1/2025).
1. Paulus Tannos bisa dijerat Pasal 21

Praswad mengatakan, pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (KPK) bisa dikenakan karena Paulus Tannos sudah lama menjadi buronan. Selain itu, Paulus dinilai berupaya menghilangkan jejak dengan mengubah identitas.
"Tindakan Tannos yang berusaha kabur dan buron serta merubah status kewarganegaraan setelah melakukan tindak pidana di Indonesia adalah tindak pidana berlapis, selain tindak pidana pokoknya, yaitu korupsi E-KTP yang telah dilakukan olehnya," tutur Praswad.
2. Asas nasionalis aktif tetap bisa diterapkan

Praswad mengatakan, Paulus Tannos melakukan tindak pidana korupsi e-KTP saat masih berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) dan dilakukan di Indonesia. Menurutnya, asas nasionalitas aktif bisa diterapkan.
"Tidak perduli apa pun status warga negaranya sekarang," ujarnya.
3. Paulus Tannos ditangkap di Singapura

Diketahui, Buronan kasus e-KTP Paulus Tannos akhirnya ditemukan di Singapura pada 17 Januari 2025 oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu telah diumumkan sebagai tersangka sejak 2019.
Pimpinan KPK saat itu Saut Situmorang mengumumkan nama Paulus sebagai tersangka bersama dengan eks Direktur Utama Peruma Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, mantan Anggota DPR Miryan S Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, Husni Fahmi.