Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fakta-Fakta Reklamasi Ilegal Pulau Pari: Mengancam Ekosistem-Hak Warga

Foto udara proyek reklamasi Teluk Jakarta, Sabtu (29/10/2016). ANTARA FOTO/Zabur Karuru/pras.
Intinya sih...
  • KKP ungkap PT CPS langgar aturan
  • Reklamasi ilegal di Pulau Pari dilakukan tanpa izin resmi dan berpotensi merusak ekosistem laut.
  • Warga menolak pengerukan pasir laut yang dapat merusak lingkungan dan membatasi ruang hidup nelayan.

Jakarta, IDN Times - Reklamasi ilegal oleh PT CPS di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Provinsi Jakarta, telah menimbulkan berbagai kontroversi dan penolakan dari warga. Bahkan sejumlah organisasi lingkungan hingga pemerintah sudah buka suara.

Proyek yang melibatkan pembangunan cottage apung dan dermaga wisata di kawasan tersebut berlangsung tanpa izin resmi, dan berpotensi merusak ekosistem laut. Berikut fakta-fakta kasus pengerukan pasir laut di Pulau Pari

1. KKP ungkap PT CPS langgar aturan

Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono usai rapat bersama Komisi IV DPR RI. (IDN Times/Amir Faisol)

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan, kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh PT CPS di Pulau Pari dilakukan tanpa izin yang sah. Proyek tersebut melibatkan pembangunan cottage apung dan dermaga wisata seluas 180 hektare di kawasan perairan Pulau Pari, yang kemudian disetujui melalui Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) pada 12 Juli 2024.

Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, KKP menemukan adanya indikasi pelanggaran. Dengan adanya temuan itu, KKP berjanji bakal memberikan sanksi kepada PT CPS terkait temuan ini.

"KKP sudah melakukan penilaian KKPRL 22 Januari 2025 dan ditemukan indikasi pelanggaran," ujar Sakti dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (23/1/2025).

2. Penolakan keras dari warga Pulau Pari

Reklamasi Teluk Jakarta (by unsplash https://www.antarafoto.com/id/amp/view/890461/pulau-reklamasi-teluk-jakarta)

Warga Pulau Pari sejak awal menolak pengerukan pasir laut yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Pengerukan ini bertujuan untuk membangun fasilitas pariwisata di perairan dangkal di Gugusan Pulau Pari, yang dikhawatirkan dapat merusak ekosistem laut, termasuk terumbu karang, padang lamun, dan mangrove.

Dalam keterangan tertulis, Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP), Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3), Mustaghfirin, menyatakan pihaknya sudah menjaga dan melestarikan ekosistem ini secara swadaya selama bertahun-tahun. 

"Mulai dari penanaman dan budidaya mangrove secara kolektif tanpa bantuan dari pemerintah, akan tetapi murni swadaya masyarakat secara kolektif sebagai bentuk pengelolaan dan penguasaan terhadap ruang hidupnya," kata dia.

3. Masalah perizinan dan ketidaktahuan warga

Warga Pulau Pari Tolak Pembangunan Dermaga. (instagram.com/perempuan.pulaupari)

Banyak warga Pulau Pari tidak mengetahui persetujuan PKKPRL yang diterbitkan oleh KKP. Ketua RW 04 Pulau Pari, Sulaiman, mengungkapkan bahwa banyak warganya yang belum mendapatkan informasi mengenai persetujuan tersebut.

“Proyek ini dilakukan tanpa partisipasi warga, dan kami menolak pembangunan yang merusak lingkungan, serta tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat," katanya.

Terbaru pada Senin, 27 Januari 2025, Lurah Pulau Pari Muhammad Adriansyah meminta kegiatan reklamasi dihentikan. Proyek pembangunan dermaga dan resort milik swasta di Pulau Gugus Lempeng yang berdekatan dengan Pulau Pari dan Pulau Biawak tersebut, dikeluhkan warga karena menyebabkan kerusakan hutan mangrove.

"Pada 17 Januari kemarin memang ada alat besar ekskavator, namun hingga kini tidak ada pengerjaan kembali," ujarnya dalam keterangan, Senin (27/1/2025).

Meski demikan, dia meminta warga tetap tenang dan menjaga suasana kondusif di Kelurahan Pulau Pari, sambil menunggu tindak lanjut dari instansi berwenang.

4. Dugaan maladministrasi dan penggunaan kekuatan TNI pada warga

Kapal yang dinaiki warga Pulau Pari melintas di dekat kawasan pembangunan yang diduga merusak kawasan mangrove, terumbu karang dan padang lamun di Pulau Biawak, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (23/1/2025) ANTARA/Prisca Triferna)

Warga yang telah mengetahui adanya PKKPRL tersebut mengadukan dan meminta pendampingan kepada WALHI, KIARA, LBH Jakarta dan JKPP. Empat lembaga yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) ini menyoroti adanya dugaan maladministrasi dalam penerbitan PKKPRL oleh KKP. 

Penerbitan PKKPRL yang tidak melibatkan partisipasi publik atau memberitahukan rencana pembangunan bertentangan dengan Pasal 5 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang mengharuskan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Asas Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Selain itu, ada dugaan pengabaian terhadap kerusakan ekosistem laut seperti padang lamun, terumbu karang, dan mangrove, yang bertentangan dengan Pasal 35 UU Nomor 27 Tahun 2007 dan Pasal 69 UU Nomor 32 Tahun 2009.

Serta adanya, keterlibatan TNI, khususnya Kodim, dalam pengamanan dan perintah pengerukan pasir bertentangan dengan UU TNI, yang mengatur TNI tidak boleh terlibat dalam bisnis dan harus menjaga profesionalisme serta mendukung pertahanan negara.

"Adanya dugaan keterlibatan TNI khususnya Kodim atas tindakan pengamanan dan perintah untuk melakukan pengerukan pasir dan pencabutan Keterlibatan TNI bukan hanya bertentangan dengan profesionalisme yang mengamanatkan TNI tidak berbisnis dan menjunjung tinggi HAM sebagaimana Pasal 2 huruf d Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI)," tulis KSPP.

6. Dampak lingkungan yang merugikan

Proyek reklamasi ini diprediksi menimbulkan kerusakan besar pada ekosistem laut di Pulau Pari, terutama pada terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang menjadi pagar alami dari gelombang laut dan mencegah abrasi.

Selain itu, reklamasi ini juga berpotensi membatasi ruang hidup warga, terutama nelayan yang bergantung pada hasil laut. Mustaghfirin menegaskan, Gugus Lempeng, kawasan yang terlibat dalam proyek ini, telah lama dijaga dan dilestarikan oleh warga secara kolektif. Pengerukan pasir dan pencabutan mangrove hanya akan memperburuk kondisi lingkungan dan merusak mata pencaharian mereka.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
Lia Hutasoit
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us