5 Kritikan ICJR Bagi Pemerintah Dalam Penanganan Kasus Narkoba

Kejahatan narkoba paling sering dijatuhi pidana maksimal

Jakarta, IDN Times - Peringatan Hari Anti Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika Internasional yang jatuh pada Selasa (26/6) lalu menjadi momentum bagi pemerintah untuk berbenah diri memperbaiki sistem hukum dan memberantas narkoba di tanah air. Pasalnya, Indonesia merupakan negara yang paling strategis bagi para bandar narkoba internasional untuk menyelundupkan barang haram tersebut ke wilayah-wilayah kepulauan Indonesia yang minim penjagaannya oleh aparat penegak hukum.

Lalu, apa aja evaluasi yang harus dilakukan untuk mengurangi jumlah pengguna narkoba di Indonesia?

1. Kurangnya sinergitas lembaga negara

5 Kritikan ICJR Bagi Pemerintah Dalam Penanganan Kasus NarkobaANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Di sisi lain, sistem hukum mengenai narkoba masih sangat carut marut, seperti di UU nomor 35 tahun 2009. Apalagi pasal-pasal narkotika justru dimasukan di dalam Rancangan KUHP yang tengah didebatkan. 

Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengkritisi 5 hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait masalah narkoba yang ada di UU No. 35 Tahun 2009 tersebut.

Pertama, Kurangnya sinergi terkait kebutuhan rehabilitasi. UU 35/2009 secara tegas menempatkan BNN sebagai lembaga koordinasi pelaksanaan kebijakan narkotika dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial sebagai pelaksana lapangan,” kata Maidina dalam keterangan tertulisnya kepada IDN Times, Selasa (26/06).

2.  Lemahnya pengawasan terhadap bahan baku narkotika

5 Kritikan ICJR Bagi Pemerintah Dalam Penanganan Kasus Narkobawww.setkab.go.id

Kedua, lemahnya pengawasan peredaran prekursor atau bahan pemula narkotika. Oleh karena itu Kementerian Perdagangan dalam hal ini harus tegas untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47/M Dag/PER/7/2012 tentang ketentuan ekspor prekursor non-farmasi. 

“Kebijakan ini, justru berpotensi disalahgunakan dan dengan pengawasan peredaran yang lemah dan akses yang mudah maka bukan tidak mungkin potensi penyalahgunaannya semakin tinggi,” kata Maidina.

3. Tindak kejahatan narkoba justru paling banyak dihukum maksimal

5 Kritikan ICJR Bagi Pemerintah Dalam Penanganan Kasus Narkobapixabay.com/tadah

Ketiga, persoalan penegakan hukum yang belum mencerminkan rasa keadilan dianggap ICJR sangat diskriminatif, terlebih bagi para pecandu narkoba yang harusnya mendapat rehabilitasi malah dihukum dengan pidana maksimal.

“Selain itu, kasus narkotika merupakan jenis perkara yang paling banyak dikenakan tuntutan pidana mati dibandingkan perkara pidana lainnya. Ditemukan 28 perkara narkotika yang dituntut dengan hukuman mati. Dalam pelaksanaannya, penjatuhan pidana mati juga memunculkan banyak persoalan,” kata dia.

4. Penjara bagi napi kasus narkoba sudah melampaui batas

5 Kritikan ICJR Bagi Pemerintah Dalam Penanganan Kasus NarkobaIDN Times/Sukma Shakti

Oleh karena penjatuhan hukum yang maksimal kepada para pengedar atau pengguna narkoba tersebut, akhirnya menimbulkan overcrowding Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Berdasarkan data dari Kemenkum HAM yang dirujuk oleh ICJR tahun 2016 lalu, ada 204.551 penghuni lapas. Mereka terdiri dari narapidana dan tahanan. Sementara, kapasitas lapas hanya sanggup menampung 118.907 orang.

Sebanyak 30 persen dari penghuni lapas itu terjerat kasus narkoba.

“Narkotika menyumbang hampir setengah penghuni Lapas, padahal overcrowding mengakibatkan beban tinggi pada negara sehingga Lapas tidak mampu memenuhi hak para terpidana, khususnya pengguna dan pecandu narkotika yang membutuhkan penanganan kesehatan dan lingkungan yang sehat,” tuturnya.

5. Pengguna dan pecandu sebaiknya direhabilitasi

5 Kritikan ICJR Bagi Pemerintah Dalam Penanganan Kasus NarkobaANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Kelima, pemerintah dianggap gagal untuk memberikan pendidikan kepada para pengguna dan pecandu narkoba dengan cara rehabilitasi. Padahal fokus penanganan narkotika adalan penyelamatan pecandu dan penggunanya sendiri.

“Berdasarkan data dirjen PAS, pada Mei 2018 terdapat 30,641 penghuni Lapas yang merupakan pengguna dan pecandu narkotika. Masuknya para pecandu dan pengguna ke dalam Lapas adalah fakta gagalnya penanganan narkotika,” kata dia.

Topik:

Berita Terkini Lainnya