Bivitri Susanti: Rencana Menghidupkan Kembali GBHN Adalah Ilusi

GBHN tidak tepat diterapkan pada era sekarang ini

Jakarta, IDN Times - Wacana menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kembali digulirkan oleh sejumlah elite politik.

Wacana tersebut dikemas sedemikian rupa atas nama amandemen UUD 1945, sekaligus menumpang pada proses politik pengisian jabatan Ketua MPR periode 2019-2024.

1. Haluan negara tidak harus berupa GBHN

Bivitri Susanti: Rencana Menghidupkan Kembali GBHN Adalah IlusiANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai gagasan membangkitkan GBHN seolah-demi kepastian dan keberlanjutan agenda pembangunan. Namun, jika dilihat secara kritis, gagasan ini justru berpotensi mengakibatkan mundurnya begitu banyak capaian sejak reformasi.

“Haluan negara tidak harus GBHN. Kalau memang persoalannya haluan negara. Kita punya RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) tahun 2007 bentuknya undang-tndang, artinya dibahasnya bersama DPR bukan cuma Presiden,” kata Bivitri di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).

Baca Juga: Soal GBHN, Mendagri Jamin Pilpres Tetap Melalui Rakyat bukan MPR

2. GBHN tidak memiliki kejelasan target pembangunan

Bivitri Susanti: Rencana Menghidupkan Kembali GBHN Adalah IlusiANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Menurut Bivitri, dalam GBHN tidak memuat kepastian jelas kapan target pembangunan negara terselesaikan sehingga mengembalikan lagi hal tersebut sama saja memundurkan pembangunan yang sudah ada.

“Dari proses, dengan segala kekurangan, model RPJP lebih partisipatif, ada musrembang. Paling tidak ada proses di bawahnya. Sementara GBHN itu dibuatnya oleh MPR aja. Banyak sekali studinya yang menyatakan bahwa MPR DPR cuma tukang stempel, pikirannya ada di Soeharto,” ujarnya.

3. GBHN tidak tepat diterapkan pada era sekarang ini

Bivitri Susanti: Rencana Menghidupkan Kembali GBHN Adalah IlusiANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Pendiri sekolah tinggi hukum Jentera ini menjelaskan, GBHN sudah tidak tepat diterapkan di era sekarang ini karena perencanaan pembangunan tidak bisa dibuat dengan faktor yang bersifat ideologis seperti awal kemerdekaan Indonesia melainkan harus melalui riset terlebih dahulu.

“Jadi kalau kita punya ilusi, bahwa GBHN akan menyelesaikan masalah di negara ini, menurut saya sih keliru. Karenanya saya sebut sebagai ilusi,” jelasnya.

4. Bivitri pertanyakan maksud dihidupkannya GBHN

Bivitri Susanti: Rencana Menghidupkan Kembali GBHN Adalah IlusiIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Bivitri kemudian menjelaskan ilusi yang dimaksudnya. Menurutnya, GBHN seperti romantisme para elite politik yang ingin membuat MPR menjadi lembaga negara yang memiliki kedudukan tertinggi.

“Kan sesungguhnya tidak salah kalau kita jadi bertanya-bertanya ini agenda sebenarnya apa sih kok ngotot betul untuk punya satu dokumen yang bernama GBHN, dengan segala kritik ternyata gak ada implikasi hukum, dan lain sebagainya, tapi pengin diadakan,” tegasnya.

5. Bermula dari usulan PDIP soal menghidupkan kembali GBHN

Bivitri Susanti: Rencana Menghidupkan Kembali GBHN Adalah IlusiIDN Times/Margith Juita Damanik

Upaya menghidupkan kembali GBHN berasal dari Kongres V PDIP di Bali pada 8-11 Agustus 2019. Partai berlambang kepala banteng moncong putih itu ingin menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tinggi negara yang menetapkan GBHN.

"Demi menjamin kesinambungan pembangunan nasional, perlu dilakukan amandemen terbatas UUD NKRI 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dengan kewenangan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan," demikian bunyi salah satu hasil Kongres V PDIP.

Baca Juga: PDIP Usul Hidupkan Kembali GBHN, Begini Kata Mendagri

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya