FSGI Catat Kasus Kekerasan Lingkup Pendidikan 2025 Terjadi dari PAUD-SMA

- Kasus tertinggi terjadi di sekolah dasar, dengan 18 kasus di SD, 17 kasus di SMP, dan delapan kasus di pondok pesantren.
- Pelaku kekerasan berasal dari berbagai pihak, termasuk peserta didik (25 kasus), guru (16 kasus), kepala sekolah (delapan kasus), dan orang tua peserta didik (dua kasus).
Jakarta, IDN Times - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada 60 kasus kekerasan di satuan pendidikan selama Januari hingga Desember 2025. Jumlah ini meningkat dibandingkan 2024 yang angkanya ada 36 kasus dan pada 2023 mencapai 15 kasus. Kasus-kasus ini terjadi di semua tingkat satuan pendidikan.
"Dari 60 kasus kekerasan di satuan pendidikan sepanjang tahun 2025, terjadi di seluruh jenjang pendidikan dari PAUD hingga SMA/SMK," kata Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, dalam keterangannya dikutip Senin (8/12/2025).
1. Kasus tertinggi terjadi di sekolah dasar

Rinciannya, kasus tertinggi terjadi di jenjang Sekolah Dasar (SD) yakni 18 kasus, jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) 17 kasus, kasus di pondok pesantren delapan kasus.
Kemudian, di MTs ada tiga kasus serta di SMA sebanyak enam kasus dan SMK lima kasus dan jenjang PAUD tiga kasus.
2. Pelaku-pelaku kekerasan sangat beragam

Retno juga menjabarkan para pelaku kekerasan yang ada di satuan pendidikan. Tak hanya peserta didik yang angkanya mencapai 25 kasus, tetapi ada juga guru sebanyak 16 kasus, kepala sekolah delapan kasus, pimpinan pondok pesantren lima kasus, struktural tiga kasus, orangtua peserta didik dua kasus, dan alumni satu kasus.
"Pelaku-pelaku kekerasan sangat beragam, tidak hanya pendidik dan peserta didik, tapi juga tenaga kependidikan (tendik), pejabat struktural bahkan alumni," kata dia.
3. Peserta didik sebagai pelaku kekerasan paling tinggi

Retno mengatakan, peserta didik sebagai pelaku kekerasan paling tinggi, karena kasus sebagian besar dilakukan oleh para pelaku secara bersama-sama.
"Biasanya korban sudah kerap di-bully oleh pelaku, yakni satu orang, namun karena korban diam, tidak melawan, tidak mengadu, maka pelaku meningkatkan kekerasannya secara bertahap dan perilaku itu kemudian diikuti oleh teman-teman pelaku dan korban sehingga jumlahnya secara bertahap meningkat akibat peniruan perilaku," kata dia.
















