Gibran Dikritik karena Doyan Kampanyekan AI Jadi Solusi Pendidikan

- Blok Politik Pelajar kritik keras Gibran Rakabuming Raka yang doyan mengampanyekan kecerdasan buatan (AI).
- Menolak rencana materi AI masuk kurikulum pendidikan di Indonesia sebagai gimmick politik belaka.
- Rencana AI masuk kurikulum dianggap elitis dan berpotensi memperdalam jurang ketimpangan sosial.
Jakarta, IDN Times - Blok Politik Pelajar mengkritik keras sikap Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka yang belakangan ini doyan mengampanyekan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Juru Bicara Blok Politik Pelajar, Bilal Mumtazkilah menegaskan, pihaknya menolak keras rencana materi tentang AI masuk ke dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Menurutnya, upaya yang dilakukan Gibran tak lebih dari gimmick politik belaka. Kebijakan itu dianggap terlalu dini, tidak partisipatif, dan pencitraan.
"Saya sebagai juru bicara Blok Politik Pelajar, menolak keras gimmick politik Wakil Presiden Gibran yang kembali menjual kecerdasan buatan (AI) sebagai solusi ajaib untuk krisis pendidikan. Pernyataan Gibran yang mengumumkan AI akan masuk kurikulum mulai tahun ajaran baru adalah bentuk ketergesaan yang dangkal, tidak partisipatif, dan penuh aroma pencitraan," kata Bilal kepada IDN Times, Kamis (8/5/2025).
Bilal pun menyoroti infrastruktur pendidikan di Indonesia yang belum siap. Masih banyak akses internet yang belum merata, ruang kelas uang yang buruk, hingga guru honorer yang nasihnya belum sejahtera.
"Sementara jutaan pelajar masih berjibaku dengan akses internet buruk, ruang kelas rusak, dan guru honorer yang diperas tenaganya, pemerintah malah sibuk main-main dengan jargon futuristik. Bicara AI tanpa menyelesaikan akar ketimpangan adalah bentuk ketulian terhadap realitas mayoritas rakyat," tuturnya.
1. Kebijakan elitis berpotensi lahirkan ketimpangan sosial

Bilal menyampaikan, rencana AI masuk kurikulum tersebut merupakan kebijakan elitis. Gibran dianggap hanya berbicara atas nama elite teknologi, bukan pelajar di Indonesia.
Meski begitu, Blok Politik Pelajar memastikan tidak anti terhadap perkembangan teknologi. Kata Bilal, program yang digembor-gemborkan pemerintah adalah sebuah ilusi. AI dalam kurikulum tanpa infrastruktur dan akses yang adil bagi pelajar di seluruh daerah hanya akan memperdalam jurang ketimpangan sosial.
"Kebijakan ini jelas elitis. Gibran, dengan segala privilege politiknya, tidak berbicara atas nama pelajar. Ia berbicara atas nama elite teknologi yang ingin menjadikan pendidikan sebagai pasar baru. AI dijadikan alat legitimasi untuk mempercepat komersialisasi pendidikan, bukan untuk membebaskan pelajar," tutur dia.
"Kami tidak antiteknologi, tapi kami anti-ilusi. Ilusi bahwa teknologi bisa menambal sistem pendidikan yang bobrok akibat pengabaian negara. AI dalam kurikulum tanpa infrastruktur dan keadilan akses hanya akan memperdalam jurang sosial membentuk dua kelas pelajar: mereka yang terkoneksi dan mereka yang ditinggalkan," lanjut Bilal.
2. Pendidikan bukan ladang eksperimen

Oleh sebab itu, Bilal menekankan, pendidikan bukan ladang eksperimen untuk memenuhi ambisi kepentingan politik. Blok Politik Pelajar menolak proyek instan yang hanya berupaya memoles hasil kinerja pemerintah tapi mengabaikan suara pelajar.
"Saya tegaskan, pendidikan bukan ladang eksperimen ambisi politisi. Kami menolak proyek-proyek instan yang hanya mempercantik laporan, tapi mengabaikan suara pelajar sebagai subjek utama pendidikan. Berhentilah menjadikan AI sebagai panggung kampanye. Turunlah ke realitas. Dengarkan suara pelajar," ucap dia.
3. Saat Hardiknas, Gibran ungkap AI masuk kurikulum tahun ajaran baru

Sebelumnya, Gibran secara khusus mengucapkan selamat Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada Jumat (2/5/2025). Ucapan tersebut disampaikan Gibran dalam postingan video berdurasi singkat di akun media sosial Instagram resmi miliknya.
Putra sulung Presiden Ketujuh RI, Joko "Jokowi" Widodo ini menyebut mulai tahun ini pemerintah akan mendorong teknologi masuk ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Kebijakan ini akan diterapkan dari tingkat SD, SMP, hingga SMA dan SMK.
"Tahun ini, pemerintah mendorong kurikulum teknologi seperti coding dan Al masuk ke 16.000 sekolah, dari SD, SMP, SMA hingga SMK. Selain itu, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo, 200 Sekolah Rakyat akan dibangun untuk menjangkau wilayah yang belum tersentuh pendidikan layak," ucap Gibran.
Gibran menilai, ada dua langkah strategis dalam pembangunan bangsa. Pertama, terkait aksen pendidikan yang merata. Kedua, mempersiapkan generasi muda menghadapi era digital dan teknologi.
"Dua langkah strategis dalam pembangunan bangsa, memastikan akses pendidikan yang merata dan mempersiapkan generasi muda menghadapi masa depan di era digital dan teknologi," tutur dia.
Lebih lanjut, Gibran mengklaim program kurikulum teknologi dan Sekolah Rakyat merupakan upaya serta komitmen pemerintah menciptakan SDM yang memiliki daya saing.
"Langkah ini merupakan ikhtiar dan komitmen kuat untuk menciptakan Indonesia yang inklusif, cerdas, dan berdaya saing global. Kita kawal bersama. Selamat Hari Pendidikan Nasional," imbuh mantan Politikus PDI Perjuangan (PDIP) tersebut.