Gugatan di MK, Wamen Diminta Tak Boleh Rangkap Jabat Komisaris BUMN

- Soroti Putusan MK 80/2019 yang tidak dipatuhi pemerintahPemohon menyoroti Putusan MK Nomor 80 Tahun 2019 yang tak dipatuhi pemerintah, melarang menteri dan wamen merangkap jabatan karena khawatir terjadi benturan kepentingan.
- Wamen malah rangkap jabatan di tengah kesulitan rakyat mencari kerjaPemohon mengajukan gugatan karena banyak wamen yang merangkap jabatan di tengah kesulitan rakyat mencari kerja, menimbulkan konflik dan jurang ketimpangan.
- Petitum permohonanPemohon meminta agar MK menyatakan frasa "Menteri" pada Pasal 23 UU Kementerian Negara bertentangan dengan UUD
Jakarta, IDN Times - Aktivis hukum dan mahasiswa mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 23 UU Kementerian Negara serta Pasal 27B dan 56B UU BUMN ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu Pemohon, Mohammad Qusyairi menilai, aturan tersebut membuat banyak fenomena wakil menteri (wamen) rangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN. Ia berharap gugatan yang diajukan hari ini bisa dikabulkan MK agar tak ada lagi wamen yang rangkap jabatan.
"Ya pertama, kami menggugat UU Kementerian Negara, kemudian yang kedua kami menggugat UU BUMN, tepatnya pada pasal 23 UU Kementerian Negara, dan pasal 27b, 56b UU BUMN. Yang isinya itu pada prinsipnya adalah melarang wamen rangkap jabatan," kata dia saat mengajukan permohonan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).
1. Soroti Putusan MK 80/2019 yang tidak dipatuhi pemerintah

Pemohon secara khusus menyoroti Putusan MK Nomor 80 Tahun 2019 yang tak dipatuhi pemerintah. Dalam pertimbangan putusan itu jelas tidak membolehkan seorang menteri dan wamen merangkap jabatan karena khawatir terjadi benturan kepentingan secara serius.
"Padahal putusan MK bersifat final and erga omnes yang harus dipatuhi dan dijalankan. Pada prinsipnya, dalam pertimbangan MK putusan 80/2019 melarang sebetulnya, menteri dan wamen harus diposisikan sama yaitu sebagai pejabat negara yang tidak boleh sama-sama merangkap, tetapi atas dasar putusan itu, pemerintah justru abai," kata Qusyairi.
2. Wamen malah rangkap jabatan di tengah kesulitan rakyat mencari kerja

Pertimbangan utama para Pemohon mengajukan gugatan ialah karena kondisi rakyat yang saat ini kesulitan mencari kerja dan banyak terjadi PHK. Menurutnya, fenomena ini menimbulkan konflik dan jurang ketimpangan karena masih banyak wamen yang merangkap jabatan.
"Sekarang begini, di tengah banyaknya PHK, di tengah rakyat sulit cari pekerjaan, nah ini ada pejabat negara masih menjabat sebagai komisaris dan lain sebaginya. Ini kan menimbulkan konflik yang bertolak belakang dengan kenyataan demokrasi di Indonesia. Makanya kami menggugat UU Kementerian Negara sekaligus UU BUMN, ya itu supaya membatasi abuse of power. Kewenangan, jabatan harus dibatasi," tegas Qusyairi.
"Sehingga kemudian banyak wamen yang rangkap jabatan kan sekarang ini dengan komisaris. Ada sekitar 30 lebih wamen itu rangkap jabatan, ini yang tidak boleh dibiarkan," sambung dia.
3. Petitum permohonan

Adapun dalam petitumnya, Pemohon meminta agar MK menyatakan frasa "Menteri" pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Mereka meminta agar pasal itu diubah menjadi, "Menteri dan Wakil Menter".
Sehingga selengkapnya berbunyi: "menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah".
Kemudian, MK juga diminta memutuskan Pasal 27B Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) bertentangan dengan UUD NRI 1945. Pemohon meminta agar pasal itu diubah menjadi "Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan sebagai: a. anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas pada BUMN lain, anak usaha BUMN dan turunannya, dan BUMD; b. jabatan struktural dan fungsional pada kementerian/lembaga Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah; c. pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/ atau wakil kepala daerah; d. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/ atau e. jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Selain itu, MK juga diminta menyatakan Pasal 56B UU BUMN bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai "Dewan Pengawas dilarang merangkap jabatan sebagai: anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas pada BUMN lain, Anak Usaha BUMN dan turunannya, Badan Usaha Milik Daerah, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; b. jabatan struktural dan fungsional pada kementerian/lembaga pemerintah pusat dan pemerintah daerah; c. pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/ atau wakil kepala daerah; dan/ atau d. jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".