Guru Besar UIN: PR Terbesar Prabowo di Sektor Ekonomi Bukan Politik

- Tarif PBB di sejumlah daerah melonjak drastis
- Tarif PBB-P2 naik hingga 1.000 persen di Cirebon
- Pemerintah daerah kesulitan mencari penerimaan, sehingga menaikkan tarif PBB
Jakarta, IDN Times - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pekerjaan rumah terbesar pemerintahan Prabowo Subianto adalah di sektor ekonomi dan bukan politik. Sebab, delapan partai politik di parlemen sudah berada di kubu pemerintah berkuasa. Parpol itu termasuk PDI Perjuangan (PDIP).
"Jadi, tidak ada partai oposisi. PDI Perjuangan (PDIP) yang jadi satu-satunya harapan kita jadi oposisi, rasanya sudah jadi koalisi sekarang. Dari segi elite, Pak Prabowo tidak ada challenge di parlemen. Menangnya pun cukup besar," ujar Burhanuddin ketika berbicara di program Ngobrol Seru by IDN Times, Jumat (15/8/2025).
Sehingga modal politik Prabowo sangat kuat untuk menerapkan kebijakan apapun, termasuk di sektor ekonomi. Sehingga bila gagal, Prabowo sulit mencari alasan untuk membela diri.
"Tetapi, bila data yang dipakai (untuk membuat kebijakan) data yang questionable, saya khawatir pemerintah akan kesulitan untuk bercermin dari data yang sebenarnya. Karena mempertanyakan data (pertumbuhan ekonomi) dari BPS 5,12 persen yang sayangnya itu jadi pondasi utama pidato Pak Prabowo. Tanpa misalnya menunjukkan data-data lain bahwa masih ada agenda pemerintah terutama dalam sektor ekonomi," katanya.
Ia menambahkan, sektor ekonomi penting karena menjadi faktor determinan kesuksesan. Bila Prabowo gagal di sektor ekonomi maka implikasinya besar.
1. Tarif PBB di sejumlah daerah melonjak drastis

Di forum itu, Burhanuddin juga menyinggung soal lonjakan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)-P2 di sejumlah daerah. Tarif PBB-P2 di Kabupaten Pati melonjak 250 persen, di Kabupaten Bone tarif PBB-P2 naik hingga 300 persen. Lebih mengejutkan lonjakan dari tarif PBB di Cirebon yang mencapai 1.000 persen.
"Kalau kenaikan tarif ini banyak terjadi di sejumlah tempat, maka ini bukan exception, ini ruled. Pemerintah daerah sepertinya kesulitan mencari penerimaan, seiring dengan efisiensi," katanya.
Ia menambahkan, ketergantungan pemerintah daerah kepada DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) mencapai 79,4 persen. Bahkan di luar Pulau Jawa, tingkat ketergantungannya mencapai lebih dari 80 persen terhadap dua dana itu.
"Bila DAU dan DAK ikut diefisienkan maka menyebabkan pemerintah daerah kalang kabut untuk mencari kompensasi pendanannya. Cara paling mudah (mendapat pemasukan) dengan menaikan tarif PBB," katanya.
Pimpinan lembaga survei itu berharap, pemerintah pusat tidak alergi terhadap kritik dan mengoreksi kebijakan seandainya ada rencana-rencana kebijakan yang sudah dieksekusi ternyata tidak berjalan lancar.
2. Gaya dan isi pidato Prabowo sudah bisa ditebak

Burhanuddin juga tidak terkejut dengan gaya dan isi pidato perdana Prabowo di sidang tahunan. Pada dasarnya apa yang disampaikan oleh Prabowo merupakan copy paste dari cara pandangnya antara negara dengan publik.
Namun, yang jadi pertanyaan apakah dengan menempatkan negara sebagai ujung tombak ekonomi bisa berdampak positif atau tidak. "Kalau Pasal 33 itu diulang berkali-kali, apakah negara cukup mampu untuk menggerakan ekonomi sebesar itu. Karena kalau aparat negara tidak mampu atau diragukan integritasnya, maka yang terjadi adalah praktik korupsi di mana-mana," ujar Burhanuddin.
Ini pula yang menjelaskan mengapa Direktur BUMN Agrinas, Joao Angelo, memilih mengundurkan diri. Karena untuk menjadi mesin pendorong negara tidak mudah.
Selain itu, Burhanuddin sepakat agar publik melakukan pengecekan fakta sendiri terhadap klaim-klaim kuantitatif yang disampaikan oleh pemerintah. Terutama data-data dari Biro Pusat Statistik (BPS).
"Salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua 2025 yang mencapai 5,12 persen, itu patut untuk didiskusikan bersama. Karena banyak inkonsistensi (data)," tutur dia.
Sebagai contoh, bila pertumbuhan ekonomi 5,12 persen dipicu oleh konsumsi rumah tangga, justru data di lapangan menunjukkan daya beli masyarakat melemah.
3. Tidak ada topik HAM yang disinggung di pidato Prabowo

Sementara, akademisi dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STIH) Jentera, Bivitri Susanti, juga menyebut tidak ada isu HAM yang disinggung oleh Prabowo dalam pidato di sidang tahunan MPR. Namun, Bivitri mengaku tidak heran bila kebijakan itu ditempuh.
Sebab, bila disebut di pidatonya malah akan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Prabowo kerap disebut sebagai salah satu pelaku tindak kejahatan HAM berat di masa lalu, termasuk penculikan aktivis pro demokrasi pada tahun 1998.
"Kalau dia bicara HAM, orang pasti akan mempertanyakan 'lho gimana dengan kasus (HAM) Anda? Bagaimana juga dengan upaya dari menteri Anda bernama Fadli Zon yang sedang berupaya mengubah sejarah dengan segala catatan pelanggaran HAM beratnya, bahkan akan memberikan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto. Daripada jadi pembicaraan masyarakat luas, lebih baik tidak ditampilkan," ujar Bivitri ketika berbicara di program Ngobrol Seru by IDN Times.
Selain itu, tidak ada pencapaian atau data statistik di bidang HAM di era kepemimpinan Prabowo yang bisa dibanggakan. Di sisi lain, Prabowo memang bisa membanggakan capaiannya soal upaya pemberantasan korupsi. Tetapi di lain hal, Prabowo justru memberikan pengampunan bagi terdakwa kasus rasuah yakni Hasto Kristiyanto.
"Meski bisa ada klaim untuk pemberantasan korupsi atau apapun tapi di bidang HAM apa? Kan memang belum ada hal apapun yang bisa dilakukan kecuali pembicaraan Menteri HAM untuk membuat universitas HAM. Itu kan juga bahkan jadi olok-olok. Alhasil, tidak mungkin masuk ke dalam pidato kenegaraan," imbuhnya.