Hadiri Mahkamah Rakyat, Antropolog UI Ungkap Hilirisasi Jokowi Gagal

Jakarta, IDN Times - Antropolog senior dari Universitas Indonesia (UI), Suraya Abdulwahab Afiff, mengkritisi program hilirisasi yang dibuat oleh pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ia menyebut, program hilirisasi itu justru gagal menyejahterahkan rakyat.
Hal tersebut disampaikan Suraya saat jadi saksi ahli dalam sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa untuk mengadili rezim Jokowi sebagai tergugat di Wisma Makara Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Selasa (25/6/2024).
Akademisi Antropologi FISIP UI itu menilai, hilirisasi yang diklaim menambah pendapatan negara justru membuat masyarakat semakin miskin.
Suraya lantas memberikan contoh sebagaimana yang dialami masyarakat di Pulau Sulawesi. Di lokasi sekitar program hilirisasi dicanangkan, justru terjadi ketimpangan sosial, yaitu warga setempat hidup dalam jurang kemiskinan.
"Hilirisasi digadang-gadang sebagai income tambahan buat pemerintah, tapi dari semua kasus hilirisasi, justru di tempat-tempat yang program-program ini dilakukan, yaitu di Sulawesi semua menunjukkan kemiskinan meningkat," kata Suraya.
"Jadi ini hilirisasi buat siapa sebenarnya? Buat orang-orang yang katanya untuk disejahterakan, tapi apa yang terjadi di lapangan itu berbeda," sambung dia.
Suraya menilai, rezim Jokowi tak pernah belajar dari pengalaman sehingga tidak memahami bagaimana menjalankan strategi hilirisasi tanpa mengorbankan rakyat.
"Kenapa ini terjadi terus-menerus? Karena Presiden Jokowi dan rezimnya adalah orang yang tidak pernah baca buku, tidak pernah baca sejarah, tidak pernah baca apa sebenarnya strategi-strategi," tuturnya.
Bukannya sejahtera, kata Suraya, masyakarat malah banyak yang digusur dengan iming-iming proyek ekonomi pembangunan.
Ia meyakini, semua kasus pemindahan dan penggantian lahan milik warga cenderung tidak mampu menyejahterakan.
"Ini yang membuat ketidakadilan, strategi yang hampir di banyak tempat terjadi ketidakadilan adalah ekonomi pembangunan lewat penggusuran paksa. Ekonomi pembangunan yang melegalkan pembangunan dengan pemindahan pemukiman kembali secara paksa. Kita lihat kasus Rempang, di berbagai macam bendungan, hampir semuanya itu memiskinkan," ucapnya.