Hakim MK Cecar Saksi Ahli soal Polisi Dibolehkan Rangkap Jabatan

- Ahli akui di dalam UU Polri tidak dijelaskan detail polisi aktif dapat ditempatkan di instansi sipil
- Hakim Saldi Isra tak temukan di UU Kepolisian yang membolehkan polisi rangkap jabatan
- Saksi ahli sempat paparkan ada 4.351 personel kepolisian aktif yang duduk di instansi sipil
Jakarta, IDN Times - Sidang pengujian materiil dengan nomor perkara 114/PUU-XXIII/2025 mengenai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali berlanjut pada Kamis (25/9/2025). Agenda di dalam persidangan yakni mendengarkan pemaparan dari saksi ahli kepolisian, Oce Madril.
Di dalam pandangannya, personel kepolisian aktif dapat melakukan rangkap jabatan di instansi sipil lainnya dengan mengacu kepada Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017. Ia mengakui, di dalam UU Kepolisian Tahun 2002 Pasal 28 ayat (3) tidak menjelaskan jabatan apa saja yang dapat diisi oleh personel kepolisian yang aktif di instansi sipil lainnya. Bahkan, di ayat tersebut jelas tertulis bila polisi ingin mengisi jabatan di luar struktur kepolisian maka anggota polisi itu harus pensiun terlebih dahulu.
"Di peraturan Kapolri ada list jabatan yang diatur, jabatan mana saja yang bisa diberikan penugasan oleh Kapolri. Misalnya yang diberikan penugasan jabatan struktural di kementerian, lembaga, badan atau komisi, organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing, BUMN/BUMD dan instansi tertentu," ujar Oce di ruang sidang MK.
Kemudian ada pula rumpun jabatan profesional yang dapat diisi oleh personel kepolisian aktif yakni yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, staf ahli, hingga staf khusus. "Jadi, kalau pertanyaannya apakah ada peraturan perundang-undangan mengenai jabatan apa saja yang dapat diisi (personel Polri aktif), itu ada di peraturan Kapolri," katanya memaparkan.
Ia menambahkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai manajemen ASN juga ditegaskan penempatan personel kepolisian aktif di lembaga tersebut harus didasari terlebih dahulu dengan permintaan dari lembaga yang bersangkutan.
"Ini sifatnya bukan Kapolri yang menentukan penempatan-penempatan di beberapa instansi tadi. Melainkan harus berdasarkan permintaan dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPPK)," tutur dia.
1. Ahli akui di dalam UU Polri tidak dijelaskan detail polisi aktif dapat ditempatkan di instansi sipil

Lebih lanjut, Oce pun mengakui bila membandingkan UU Kepolisian dengan Undang-Undang TNI, soal kelonggaran penempatan anggota aktif di instansi sipil, tidak sama. Sebab, di dalam UU baru TNI Nomor 3 Tahun 2025 disebutkan secara jelas instansi sipil mana saja yang dapat diisi oleh personel TNI aktif. Sedangkan, di dalam UU Kepolisian tidak.
Namun, Oce berdalih polisi tetap bisa ditempatkan di instansi sipil karena polisi sudah sejak awal ikut menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. "Jadi, ahli dalam posisi mengatakan bahwa fungsi-fungsi pemerintahan yang dimiliki oleh kepolisian menjadikan kepolisian dapat dilibatkan dalam peran-peran pemerintahan yang lebih umum. Tidak hanya di persoalan penegakan hukum atau yang berhubungan langsung dengan fungsi keamanan, tetapi juga dalam fungsi-fungsi lebih umum seperti administrasi pemerintahan sekalipun," kata mantan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi FH UGM itu.
Mendengar jawaban Oce, Ketua MK Suhartoyo justru tidak puas. Ia mengatakan, dengan tidak adanya batasan yang jelas mengenai posisi apa saja yang dapat diisi oleh personel kepolisian aktif, malah akan menutup peluang bagi ASN di instansi tertentu untuk berkarier.
"Itu justru yang dikhawatirkan mendesak kesempatan bagi ASN, PNS yang original kalau batasan-batasan yang diberikan oleh Pak Oce itu terlalu umum. Sepanjang di pemerintahan karena prinsip sipil maka batasannya menjadi agak nisbi," kata Suhartoyo.
2. Hakim Saldi Isra tak temukan di UU Kepolisian yang membolehkan polisi rangkap jabatan

Pertanyaan bertubi-tubi selanjutnya datang dari hakim konstitusi Saldi Isra. Ia menanyakan kepada Oce di bagian mana di dalam UU Kepolisian ada ketentuan polisi aktif dapat melakukan rangkap jabatan dengan merujuk kepada Peraturan Kapolri.
"Pak Oce, ini saya dari tadi mencari-cari di UU Nomor 2 Tahun 2002 di mana kita menemukan frasa Peraturan Kapolri? Ada gak ditemukan? Untuk mengatakan Peraturan Kapolri menjadi bagian di peraturan perundang-undangan, ada gak itu?" kata Saldi bertanya ke Oce.
"Ahli memaknai keputusan ini," ujar Oce merespons, tetapi tiba-tiba sudah disela oleh Saldi.
"Bukan! Frasa itu ada gak di undang-undangnya?" tanya Saldi lagi.
"Peraturan enggak (ada di UU Kepolisian)," kata Oce.
"Ya sudah cukup," ujar Saldi kembali memotong.
Pertanyaan lainnya datang dari Hakim Enny Nurbaningsih. Ia mempertanyakan kembali kalimat Oce sejak kapan Peraturan Kapolri bisa diklasfikasikan sebagai peraturan perundang-undangan. Oce merujuk kepada UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 8.
"Ahli menggunakan UU P3, sepanjang dibentuk oleh badan atau pejabat yang punya kewenangan. Itu ada di pasal 8," tutur Oce.
3. Saksi ahli sempat paparkan ada 4.351 personel kepolisian aktif yang duduk di instansi sipil

Sementara, berdasarkan data yang disampaikan saksi ahli dari pemohon, Soleman B. Pontoh, ada 4.351 anggota Polri yang rangkap jabatan di instansi sipil. Sebanyak 1.184 di antaranya merupakan perwira Polri. Sedangkan 3.167 anggota kepolisian lainnya yang merupakan Bintara atau Tamtama melakukan rangkap jabatan di kementerian.
"Polri tetap masuk menjadi ASN dengan memanfaatkan celah di bagian penjelasan UU Polri," katanya, dalam persidangan pada Selasa, 16 September 2025.
TNI aktif pun, kata Soleman, juga diperbolehkan menempati jabatan di instansi sipil. Tetapi mereka harus mematuhi ketentuan UU baru TNI. Prajurit TNI aktif hanya dibolehkan mengisi 14 instansi sipil. Di luar instansi tersebut, mereka harus mundur dari militer.
IDN Times sempat menanyakan kepada Soleman dari mana sumber data ribuan anggota kepolisian yang rangkap jabatan di instansi sipil. Ia menyebut data itu dari persidangan yang disampaikan Menteri Hukum pada 18 Agustus 2025.
Soleman juga menjelaskan penyimpangan anggota kepolisian rangkap jabatan di instansi sipil banyak terjadi di bawah kepemimpinan Presiden ke-7 RI Joko "Jokowi" Widodo. Jokowi, kata Soleman, meminta prinsip resiprokal agar anggota Polri aktif dapat ditugaskan di luar struktur kepolisian tanpa perlu mengundurkan diri.
"Soal anggota kepolisian bisa menempati jabatan instansi sipil, jelas disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum di ruangan ini," katanya.