Hermawan: Angka 52 Korban Pemerkosaan di Laporan TGPF Angka Kompromi

- Hermawan menjelaskan investigasi yang dipimpinnya menerapkan protokol Denver, namun tidak menemukan bukti langsung. Perdebatan angka korban menjadi pertarungan politik di dalam TGPF.
- Tokoh HAM tanyakan hasil investigasi
- Seorang tokoh HAM dari New York meminta Hermawan membuka hasil temuan lapangan. Hermawan menghormati perjuangan aktivis untuk memutus impunitas.
- Hormati perjuangan dan memutus impunitas
- Hermawan mengaku menghormati perjuangan para aktivis yang mendorong pengakuan dan perlindungan korban serta memutus tali impunitas.
Jakarta, IDN Times - Angka 52 korban kekerasan seksual yang tercantum dalam laporan akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998 ternyata disebut sebagai angka hasil kompromi. Hal ini diungkapkan langsung oleh Hermawan Sulistyo, bagian dari TGPF yang terlibat dalam investigasi keseluruhan Tragedi 13-15 Mei 1998. Dia adalah ketua tim asistensi yang mengumpulkan data.
“Tadinya tidak ada. Kenapa ada angka seperti itu? Itu angka kompromi. Jadi yang menyerang, bilang angkanya lebih dari 100. Yang diserang bilang nggak, nol, nggak ada. Berdebat-debat, terus angkanya bergeser dari 2, sudah bikin 2 sajalah. Oh, tidak boleh, 60. Saya menonton saja. Saya tidak ikut pertarungan. Tidak, tidak ditanya. Saya tidak mau bercakap. Kenapa? Kalau bercakap, nanti buyar perjuangan teman-teman itu. Jadi, ya, saya cuma menonton saja. Pertarungan itu sudah menjadi pertarungan politik,” kata Hermawan dalam wawancara bersama Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis dalam program Real Talk Uni Lubis, Kamis (20/6/2025).
1. Timnya gunakan protokol Denver

Hermawan menjelaskan investigasi yang dipimpinnya sebagai Tim Asistensi menerapkan protokol Denver, yakni prosedur medis yang melibatkan data rumah sakit dan dokter. Namun, timnya tidak menemukan bukti langsung.
Protokol Denver adalah standar prosedur medis forensik yang digunakan di Denver (Colorado, AS) untuk menangani kasus kekerasan seksual. Protokol ini mengikuti kerangka kerja SART (Sexual Assault Response Team) dan integrasi antara tenaga medis, penegak hukum, dan pendamping korban .
“Kemungkinan ada, tim lain. Kalau tim saya tidak menemukan,” ujarnya.
Menurut Hermawan, perdebatan angka korban sudah menjadi pertarungan politik di dalam TGPF yang saat itu beranggotakan berbagai unsur. Hermawan menegaskan bahwa tugasnya sebagai tim investigasi tidak hanya terkait isu kekerasan seksual, tetapi menyeluruh pada peristiwa kerusuhan Mei 1997.
2. Tokoh HAM yang tanyakan hasil investigasi

Dia juga menceritakan seorang tokoh hak asasi manusia (HAM) dari New York pernah memintanya membuka hasil temuan lapangan. Saat ditanya apa alasan dia perlu memperlihatkan data itu, Kiki sapaan karib Hermawan menirukan jawaban tokoh tersebut.
“Kiki, saya membiayai mereka untuk ke New York dan memberikan kesaksian di PBB. Tapi sampai di sini, nggak ada yang mau ngomong atau bisa ngomong. Dan semua alasannya sama. Mereka trauma, mereka ketakutan, mereka ini,” kata Hermawan menirukan percakapan tersebut.
3. Hormati perjuangan memutus impunitas

Meski memiliki hasil investigasi sendiri, Hermawan mengaku menghormati perjuangan para aktivis yang saat itu mendorong pengakuan dan perlindungan korban. Hal ini kata dia merupakan upaya memutuskan tali impunitas.
“Saya setuju dengan nafas perjuangan yang dilakukan oleh teman-teman ini. Sehingga saya tidak mau ngomong. Ini pertama kali saya ngomong tentang perkosaan, kasus perkosaan. Kenapa? Saya setuju perjuangannya. Kalau saya ngomong, saya merusak perjuangan itu. Itu satu. Tetapi, saya peneliti. Peneliti itu bisa saja salah, tapi tidak boleh bohong. Jadi, kalau dipaksa saya suruh berbohong, oh, sekian, sekian, saya tidak mau," ujarnya.
Dia mengatakan laporan dan angka bukan soal setutu tidak setuju.
"Bukan setuju, karena kalau saya ngomong Saya merusak perjuangan teman-teman Dan saya tidak mahu Perjuangan itu bagus untuk Mencegah berulangnya impunitas. Berlakunya impunitas, ereka yang salah, yang jahat Itu tidak dihukum," katanya.
Mengutip dari dokumen Komnas Perempuan "SERI DOKUMEN KUNCI TEMUAN TIM GABUNGAN PENCARI FAKTA PERISTIWA KERUSUHAN ΜΕΙ 1998" dijelaskan, Hermawan adalah ketua Tim Asistensi yang membantu TGPF, dia memimpin 11 anggota sudah termasuk satu wakil.
Di sana dijabarkan dalam rangka penyelidikan ada tiga Subtim TGPF, salah satunya subtim verifikasi yang menyelenggarakan verifikasi dan data pengolahan korban hasil. Pengolahan oleh Tim Asistensi, subtim verifikasi telah meminta kesaksian dan keterangan dari saksi mata, saksi ahli, korban, keluarga korban dan pendamping korban sebanyak 24 orang di jakarta dan lebih dari 100 orang yang dimintakan keterangannya di lapangan baik oleh TGPF maupun tim Asistensi.