Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

ICW Menilai Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Berbahaya, Kenapa?

WhatsApp Image 2025-07-04 at 17.52.06.jpeg
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong (IDN Times/Aryodamar)
Intinya sih...
  • ICW menilai ada upaya pemerintah meredam kegaduhan dengan pemberian abolisi dan amnesti
  • ICW nilai bisa jadi 'Rumus' baru para koruptor
  • Alasan kontribusi kepada publik berbahaya
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai abolisi yang diberikan kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan amnesti kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sebagai sesuatu yang berbahaya. Hal ini diutarakan oleh peneliti ICW, Yassar Aulia dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube sahabat ICW pada Jumat (1/8/2025).

“Kami melihat ada prospek yang berbahaya ke depannya dalam konteks bagaimana ini seakan dapat memberikan impunitas atau memperkecil kadar nilai rusak dari korupsi di Indonesia,” kata Yassar.

1. Ada upaya dari pemerintah untuk meredam kegaduhan

IMG-20250731-WA0079.jpg
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menggelar konferensi pers di Gedung Parlemen (IDN Times/Yosafat Diva Bagus Wisesa)

Yassar menyoroti alasan yang digunakan oleh pemerintah untuk memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto. Mulai dari alasan kondusivitas, alasan persaudaraan, harmoni politik nasional, hingga alasan keduanya merupakan sosok yang punya prestasi atau kontribusi kepada publik.

“Dan jadinya sulit untuk melihat bahwa motivasi di balik pemberian abolisi dan amnesti ini oleh presiden tidak jauh dari alasan-alasan yang banyak membuat dalam tanda kutip gaduh, di publik,” kata Yassar.

Yassar mengingatkan, banyak publik yang menilai proses hukum Tom Lembong dan Hasto memiliki banyak keganjilan. Bahkan tak sedikit yang menduga kasus hukum tersebut politis.

“Dan rasanya seperti ada upaya dari pemerintah untuk meredam dalam tanda kutip kegaduhan ini dengan menjawab bahwa ini bisa selesai di tangan presiden. Kegaduhan dengan dasar asumsi ada politisasi di balik dua kasus yang bersangkutan,” kata Yassar.

Namun dia mengingatkan, sampai saat ini belum ada bukti konkret terhadap tudingan politisasi kasus di kedua orang tersebut.

“Dan sekalipun memang tudingannya benar, kami menilai bahwa pemberian amnesti dan abolisi ini bukan jawaban untuk menjawab permasalahan tudingan-tudingan politisasi perkara kasus korupsi. Dan bahkan bisa jadi prospek berbahaya begitu ke depan,” kata Yassar.

2. Bisa jadi ‘rumus’ para koruptor

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Yassar menyampaikan kekhawatiran ICW soal langkah yang dilakukan presiden RI, Prabowo Subianto dalam pemberian abolisi dan amnesti ini akan menjadi “rumus-rumus” baru oleh para koruptor.

“Kalau misalnya di kemudian hari, bisa saja koruptor yang juga misalkan pejabat publik dikenakan kasus tercatat korupsi, bisa saja dia membangun sentimen ke publik melalui media maupun melalui para support-nya untuk menyatakan bahwa kasus yang menimpanya itu politis dan kemudian dapat menimbulkan semacam kegaduhan di publik,” kata Yassar.

Yassar mencontohkan, saat kegaduhan tercipta dan putusan diberikan menyatakan koruptor tersebut bersalah, abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto menjadi preseden yang berbahaya.

“Bahwa preseden ketika ada kegaduhan publik terhadap kasus korupsi yang dinilai dalam tanda kutip politis meskipun belum terbukti, polarisasi di mana? Bisa saja diberikan amnesti ataupun abolisi dengan alasan kondosivitas dan rasa persaudaraan,” kata Yassar.

3. Urusan kontribusi kepada publik paling berbahaya

IMG-20250617-WA0084.jpg
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (IDN Times/Aryodamar)

Dalam konferensi pers, Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas menjelaskan berbagai pertimbangan dan alasan Prabowo memberikan abolisi dan amnesti. “Itu yang kami ajukan kepada bapak presiden tentu dengan pertimbangan pertimbangan subjektif yang saya sampaikan bahwa yang bersangkutan juga punya punya prestasi ataupun punya kontribusi kepada Republik," kata Supratman.

Alasan ini dikhawatirkan ICW akan menjadi senjata oleh para koruptor yang berawal dari pejabat publik. “Terlebih, alasan soal kontribusi terhadap republik atau prestasi yang dimiliki itu sangat bias, bisa menguntungkan pejabat publik yang terkena kasus korupsi. Karena biaya semua pejabat publik yang memiliki jabatan, punya kewenangan, pasti bisa dikatakan punya kontribusi terhadap negara ini,” kata Yassar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us