Indikator Politik: Elektabilitas Prabowo-Gibran Belum Tembus 50 Persen

Jakarta, IDN Times - Kurang dari dua bulan jelang pemilu 2024, elektabilitas paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka belum menyentuh angka 50 persen. Berdasarkan hasil rilis survei terbaru dari lembaga Indikator Politik Indonesia (IPI), elektabilitas Prabowo-Gibran ada di angka 46,7 persen.
Angka ini berbeda dari survei yang dirilis oleh lembaga yang namanya mirip dengan IPI yaitu Indikator Publik Nasional. Dalam rilis survei mereka, paslon Prabowo-Gibran disebut sudah meraih elektabilitas 50,2 persen. Dari sana, narasi bahwa Prabowo-Gibran bisa menang pemilu satu putaran semakin menguat.
"Karena kemarin muncul rilis sebuah lembaga yang namanya mirip dengan kami. Jadi, ada banyak sekali orang yang tanya ke saya, itu apakah (hasil survei) Indikator Politik, karena eletabilitas Pak Prabowo-Gibran sudah menyentuh angka 50 persen plus. Saya bilang itu Indikator yang lain. Kami belum menemukan data (elektabilitas) Pak Prabowo-Gibran menyentuh angka 50 persen, jadi belum sampe," ujar Direktur Eksekutif IPI, Burhanuddin Muhtadi ketika menyampaikan hasil rilis survei terbaru IPI secara virtual pada Selasa (26/12/2023).
Sementara, elektabilitas Ganjar-Mahfud ada di posisi kedua yaitu 24,5 persen dan di bawahnya terdapat paslon Anies-Muhaimin yakni 21 persen. Tetapi, Burhanuddin menyebut tidak tahu siapa di antara kedua paslon tersebut yang unggul. Karena selisih di antara keduanya ada di rentang margin of error sebesar 2,9 persen.
"Jadi, saya tidak tahu siapa yang unggul di antara Ganjar atau Anies. Jadi, kalau tidak terjadi satu putaran, sesuatu yang jadi misteri selain jodoh dan kematian, adalah siapa pendamping Prabowo-Gibran di putaran kedua," katanya sambil tertawa.
Survei IPI dilakukan pada periode 23 Desember-24 Desember 2023 yang melibatkan 1.217 responden melalui telepon.
Sampel responden dipilih melalui kombinasi Random Digit Dialing (RDD) dan Double Sampling. Margin of error diperkirakan ada di angka 2,9 persen. Hasil survei memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Hal itu dengan asumsi simple random sampling.
1. Elektabilitas Anies-Muhaimin turun sedikit paska debat perdana cawapres


Temuan lain IPI yang menarik yaitu dari tiga paslon, tren elektabilitas Prabowo-Gibran konsisten mengalami kenaikan. Hingga akhir Desember elektabilitas paslon tersebut ada di angka 46,7 persen.
Padahal, kata Burhanuddin, elektabilitas Prabowo terlihat kedodoran sepanjang 2022 hingga awal 2023. "Pak Prabowo baru menyalip (elektabilitas) Mas Ganjar paska insiden Piala Dunia U-20 yang gagal," ujarnya.
Situasi kontras dialami oleh Ganjar Pranowo. Semula, sejak Juli 2022 hingga Februari 2023, elektabilitas Ganjar ada di puncak. Namun, tren nya mengalami penurunan.
Sedangkan, tren elektabilitas Anies sempat mendekati elektabilitas Ganjar pada Juli 2022 lalu. Jadi, menurut Burhanuddin, sudah lama Anies melampaui elektabilitas Prabowo.
"Tetapi, tren nya kemudian menurun. Salah satu penjelasannya adalah approval rating Presiden Jokowi yang naik sepanjang 2023," kata dia.
Ia juga menjelaskan usai debat perdana cawapres, elektabilitas Anies mengalami sedikit penurunan. Dari semula 22,3 persen menjadi 21 persen.
Sedangkan, paska debat putaran kedua, elektabilitas Prabowo mengalami sedikit kenaikan. Dari semula 45,6 persen menjadi 46,7 persen.
Elektabilitas Ganjar, kata Burhanuddin cenderung stagnan. Dari semula 23,8 persen menjadi 24,5 persen.
2. Elektabilitas PDIP masih teratas tapi angkanya menurun

Hal lain yang ditemukan dari rilis survei IPI yaitu menunjukkan elektabilitas PDI Perjuangan dan Partai Gerindra kini makin ketat bersaing. Elektabilitas PDIP ada di angka 19,1 persen. Sedangkan, Gerindra meraih 18,2 persen. Meski begitu, survei IPI menunjukkan tren elektabilitas Gerindra konsisten mengalami kenaikan sejak 2022.
"Saya tidak tahu siapa yang unggul di antara dua partai ini. Karena selisihnya masih di dalam angka margin of error," ujar Burhanuddin.
Di bawah PDIP dan Gerindra, terdapat Golkar (9,3 persen), PKB (7,8 persen), NasDem (6,2 persen), PKS (6,0 persen), PAN (4,5 persen), dan Demokrat (4,4 persen). Sementara, partai yang kini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Joko "Jokowi" Widodo yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) masih berada di bawah standar parliamentary treshold.
"Saya tidak ingin mengatakan PPP dan PSI pasti tidak lolos (ambang batas parlemen). Tetapi, mereka struggling untuk bisa lolos lubang jarum parliamentrary treshold. Tapi, masih ada dua bulan," tutur dia lagi.
3. Pemilih Jokowi mulai tinggalkan PDIP dan beralih ke Gerindra

Burhanuddin juga menjelaskan bahwa pemilih Jokowi yang semula mencoblos PDIP, kini mengalami penurunan. Angkanya kini tersisa 7,4 persen.
"Salah satu yang membuat penurunan suara PDIP adalah mereka, Jokower, yang sebelumnya memilih PDIP, itu mulai pindah ke partai lain. Di antaranya ada yang suka Jokowi, tetapi milihnya Gerindra," ujarnya.
Angka pemilih Jokowi ke Gerindra mencapai 2,6 persen dari responden. Ia menduga alasan pemilih Jokowi berpaling ke Gerindra lantaran relasi mantan Gubernur DKI Jakarta itu terlihat semakin mesra dengan Gerindra. Padahal, di dua pemilu yang lalu Prabowo merupakan seteru Jokowi.