Ini Alasan PKS di Balik Usulan RUU Larangan Minuman Beralkohol

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Berlakohol (RUU Minol) ramai diperbincangkan dan langsung memicu pro-kontra masyarakat dengan berbagai alasan di dalamnya. RUU ini diusulkan oleh 21 anggota DPR RI yang terdiri 18 anggota fraksi PPP, dua PKS, dan satu dari fraksi Gerindra.
RUU ini sendiri diusulkan dengan alasan kemaslahatan umat dan menciptakan ketentraman di masyarakat.
Anggota Badan Legislasi DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menjelaskan alasan PKS mengusulkan RUU itu. PKS menilai saat ini Indonesia sudah dalam keadaan darurat minuman beralkohol.
“Merujuk hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kemenkes, jumlah remaja yang mengonsumsi minuman beralkohol masih di angka 4,9 persen,” ujar Bukhori lewat keterangan tertulisnya, Jumat (13/11/2020).
Selain itu, PKS juga merujuk data WHO pada 2011 yang menunjukan sebanyak 2,5 juta penduduk dunia yang meninggal akibat alkohol, sekitar sembilan persen kematian tersebut terjadi pada usia 15-29 tahun atau usia produktif.
1. Indonesia harus memiliki pendekatan yang lebih progresif untuk mengendalikan dampak minol

Bukhori menyebut jika Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih progresif untuk menyelamatkan masa depan bangsa dari dampak merusak minuman beralkohol. Model regulasi yang ada saat ini dianggap hanya bertumpu pada pendekatan pengendalian semata, sehingga terbukti gagal bila mengacu pada data yang menunjukkan sekitar 58 persen tindakan kriminal di Indonesia dipicu oleh minuman beralkohol.
"Ironisnya, sekitar 14,4 juta remaja di Indonesia telah teridentifikasi sebagai pengonsumsi minol. Artinya, bonus demografi yang kelak kita peroleh di kemudian hari, dibayangi oleh bahaya minuman beralkohol yang mengintai generasi usia produktif kita, bila tidak ada perhatian serius yang melarang minuman beralkohol,” kata pria berusia 55 tahun itu.
2. Tiga dampak negatif minol menurut PKS

Anggota Komisi VIII ini menilai, manusia sebagai makhluk berakal, secara fitrah, dirinya menolak minuman beralkohol, kecuali dalam keadaan tertentu. Alasannya, minuman yang memabukkan sekurang-kurangnya akan memberikan tiga dampak negatif.
“Pertama, dampak buruk bagi kesehatan. Minol bisa mengakibatkan kerusakan hati, ginjal, gangguan jantung, bahkan kelemahan kognitif bagi anak di kemudian hari bila dikonsumsi oleh Ibu hamil. Kedua, adalah dampak psikis, antara lain, gangguan daya ingat dan kemampuan berbahasa, serta perubahan kepribadian ke arah destruktif,” bebernya.
Terakhir adalah dampak sosial. Bukhori mengatakan para pemabuk adalah biang kerok terjadinya gangguan sosial di tengah masyarakat, seperti tawuran maupun tindak kejahatan lainnya sehingga merugikan orang lain.
3. UU eksisting bersifat parsial dan tidak komprehensif

Bukhori mengatakan bahwa regulasi yang sudah ada (eksisting) bersifat parsial dan tidak komprehensif. Misalnya dalam ketentuan KUHP, pendekatan hukum hanya menyasar pada ranah penjualan dan konsumsi dengan sanksi pidana dan penjara yang lemah. Apalagi, tidak ada klausul yang tegas melarang konsumsi minol di KUHP.
Dengan demikian, KUHP dinilai tidak cukup memadai untuk melakukan rekayasa sosial di masyarakat dalam rangka menciptakan generasi yang bebas minuman beralkohol.
“Sementara dalam RUU Minol ini, kita mencoba merumuskan aturan yang lebih komprehensif, yakni mulai dari ranah produksi, distribusi atau pengedaran, sampai ranah konsumsi. Kendati demikian, kita juga tetap memperhatikan dengan saksama terkait pengecualian konsumsi minol untuk kepentingan terbatas seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, dan kebutuhan farmasi,” tukas dia.
Ketua DPP PKS ini menambahkan, RUU ini merupakan investasi moral bagi kebaikan masa depan Indonesia. Harapannya, dengan menekan jumlah peredaran minuman beralkohol di Indonesia melalui peraturan yang memadai, akan tercipta sumber daya manusia Indonesia yang sehat secara jasmani dan rohani serta kondisi masyarakat yang hidup sejahtera lahir dan batin sebagaimana amanat UUD 1945.