Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Dampak Konflik SDA dan Tata Ruang bagi Perempuan

Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Jakarta, IDN Times - Bertepatan dengan Hari Tani Nasional yang diperingati pada 24 September, Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mengungkap banyaknya kekerasan berbasis gender di ranah negara. Kekerasan ini terjadi dalam bentuk konflik Sumber Daya Alam (SDA) dan tata ruang.

Komnas Perempuan menjelaskan, pada 2023 ada 11 kasus kekerasan berbasis gender yang berkenaan dengan konflik SDA. Konflik terjadi akibat pembangunan proyek strategis nasional seperti jalan tol, bandara, kilang minyak, bendungan, dan pembangunan infrastruktur lainnya.

“Konflik sumber daya alam memiliki dampak yang serius terhadap hilangnya sumber penghidupan perempuan yang menggantungkan hidupnya pada alam dan pertanian," kata Komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti, dalam keterangannya, Selasa (26/9/2023).

Dijelaskan juga, sisi konflik sumber daya alam dan tata ruang terjadi atas nama investasi. Hal ini menghadapkan antara perusahaan dengan masyarakat khususnya masyarakat (perempuan) adat yang sebagian besar hidup dari pertanian.

1. Berbagai akar masalah konflik SDA

Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dewi Kanti mengatakan, akar masalah konflik SDA dan tata ruang disebabkan karena beberapa hal. Mulai dari prioritas pembangunan hingga politik infrastruktur berskala besar yang ekspansif, dan massif.

Kemudian ketidakpatuhan pemerintah dalam memenuhi due diligence atau uji cermat tunta serta tidak matangnya pertimbangan perspektif HAM dalam seluruh proses pembangunan. Termasuk pengabaian terhadap hak warga negara dan hak masyarakat adat.

2. Pada 2023 konflik SDA cenderung bertambah

Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Data nasional juga menunjukkan konflik SDA yang berdampak pada meningkatnya penyempitan ruang lahan pertanian. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatatkan 2.291 kasus konflik agraria sepanjang tahun 2015-2020 meningkat hampir 60 persen dari tahun 2004-2014 yang mencatat 1.770 kasus konflik.

Pada 2023, konflik SDA kecenderungannya terus bertambah dengan ditandai masifnya proyek strategis nasional yang tidak sepenuhnya memperhatikan perlindungan hak asasi manusia perempuan. Khususnya perlindungan terhadap masyarakat adat serta lemahnya partisipasi bermakna dari masyarakat dan perempuan.

Salah satu kasus yang jadi sorotan adalah peristiwa di Rempang, Kepulauan Riau. Relokasi ribuan warga dan masyarakat adat Rempang disebut menjadi salah satu contoh bahwa konflik SDA masih berlangsung.

“Komnas Perempuan juga menerima pengaduan konflik SDA di Air Bangis dan Bidar Alam, Sumatra Barat. Konflik SDA di dua kabupaten di Sumatra Barat ini juga berpotensi mempersempit dan bahkan menghilangkan hak warga negara untuk hidup secara layak,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nahe’I.

3. Pemenuhan perlindungan dan penghormatan pada HAM di isu agraria

Ilustrasi sawah mengalami kekeringan. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Ilustrasi sawah mengalami kekeringan. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Namun di sisi lain, Komnas Perempuan mengapresiasi petani Indonesia yang terus bertahan dan berkontribusi terhadap kehidupan, kesejahteraan, dan pembangunan.

Komnas Perempuan meminta pemerintah melalui berbagai kementerian yang membidangi isu ini bisa mengedepankan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Apalagi dalam proses pembangunan termasuk proyek strategis nasional.

Kemudian, perlu adanya pengakuan dan perlindungan tanah ulayat dan hak-hak masyarakat adat serta melakukan uji cermat tuntas atau due diligence dengan memberikan hak informasi yang cukup kepada masyarakat.

"Kementerian pengampu isu pertanian dan agraria juga perlu melibatkan masyarakat khususnya perempuan secara aktif. Ini untuk menentukan proses dan dampak pembangunan serta menggunakan perspektif gender," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us

Latest in News

See More

Indonesia Tegaskan Mandat PBB Harus Jadi Dasar Perdamaian Gaza

04 Nov 2025, 18:18 WIBNews