Israel Majukan RUU Hukuman Mati Tahanan Palestina

- RUU hukuman mati Israel mengusulkan hukuman mati bagi siapa pun yang menyebabkan kematian warga Israel dengan motif kebencian rasial atau merugikan Negara Israel.
 - Pembahasan RUU sempat tertunda karena adanya kekhawatiran dari pejabat keamanan terkait pembalasan dari Hamas, namun didorong kembali setelah sandera Israel dipulangkan.
 - Hamas mengutuk RUU tersebut sebagai perwujudan fasis pendudukan Zionis, sementara LSM Palestina memperingatkan tindakan ini bisa menyeret kawasan ke dalam kekacauan baru.
 
Jakarta, IDN Times - Komite Keamanan Nasional Parlemen Israel, Knesset, telah menyetujui pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengusulkan hukuman mati bagi tahanan Palestina. Langkah kontroversial ini juga telah didukung oleh Perdana Menteri Israel (PM) Benjamin Netanyahu.
RUU hukuman mati Israel ini didorong oleh partai sayap kanan ekstrem Jewish Power atau Otzma Yehudit, yang dipimpin Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir. Rencananya, RUU tersebut akan masuk ke tahap pembacaan pertama di Knesset pada pekan ini, kemungkinan pada hari Rabu (5/11/2025).
1. Detail RUU hukuman mati Israel
Draf RUU tersebut menyatakan hukuman mati harus dijatuhkan kepada siapa pun yang secara sengaja menyebabkan kematian warga Israel. Hukuman berlaku jika motifnya adalah kebencian rasial atau ada niat untuk merugikan Negara Israel.
RUU ini mengusulkan agar hukuman mati ditetapkan sebagai hukuman yang wajib. Ini berarti hukuman tersebut tidak opsional dan tidak ada ruang untuk diskresi atau pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis. Ben Gvir sangat menolak adanya hak diskresi dalam aturan ini, yang ia yakini akan merusak efek jera.
RUU ini juga memungkinkan hukuman mati dijatuhkan hanya dengan mayoritas hakim, bukan keputusan bulat. Selain itu, begitu putusan dijatuhkan, hukuman tersebut tidak dapat dikurangi atau diubah, sehingga memutus hak tahanan Palestina untuk mengajukan banding atau keringanan.
Namun, aturan ini tidak diterapkan pada warga Israel yang membunuh warga Palestina dalam keadaan serupa.
“Setiap teroris yang melakukan pembunuhan harus tahu bahwa hanya ada satu hukuman, yaitu hukuman mati,” tutur Ben Gvir, dilansir Middle East Eye
2. RUU didorong kembali setelah sandera Israel dipulangkan
Pembahasan RUU ini sempat tertunda karena adanya kekhawatiran dari pejabat keamanan. Mereka khawatir bahwa pengesahan RUU hukuman mati Israel dapat memicu pembalasan dari Hamas yang saat itu masih menahan sandera hidup di Gaza.
Koordinator sandera dan orang hilang Israel, Gal Hirsch, mengungkapkan bahwa ia sebelumnya menentang RUU tersebut. Ia beralasan penentangannya disebabkan oleh risiko yang ditimbulkan terhadap nyawa sandera yang masih hidup di Gaza.
Namun, Hirsch telah mencabut penentangannya setelah semua sandera hidup Israel dikembalikan ke Israel awal bulan ini. Menurutnya, karena sandera kini sudah kembali, penolakannya tidak lagi relevan.
"Perdana menteri mendukung proposal ini. Saya melihat undang-undang ini sebagai alat tambahan dalam persenjataan kami untuk melawan terorisme dan untuk pembebasan sandera," kata Hirsch, dikutip The New Arab.
3. Hamas kecam RUU hukuman mati Israel
Langkah parlemen Israel ini menuai kecaman dari pihak Palestina. Hamas mengutuk RUU tersebut, menyebutnya sebagai perwujudan wajah fasis pendudukan Zionis.
Pusat Advokasi Tahanan Palestina, sebuah LSM yang berbasis di Gaza, mengatakan bahwa RUU tersebut merupakan kejahatan perang. Mereka memperingatkan, tindakan ini bisa menyeret kawasan ke dalam kekacauan baru.
Anggota parlemen Israel dari Partai Buruh sayap kiri, MK Gilad Kariv, adalah satu-satunya anggota Komite Keamanan Nasional yang menentang RUU ini. Ia berpendapat, hukuman mati ini adalah undang-undang ekstremis yang malah akan meningkatkan terorisme, bukan memberantasnya.
Saat ini, lebih dari 10 ribu tahanan Palestina berada di penjara-penjara Israel, termasuk perempuan dan anak-anak. Organisasi hak asasi manusia Palestina dan Israel melaporkan bahwa para tahanan tersebut menghadapi kondisi mengerikan, termasuk penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis, dilansir Anadolu Agency.

















