Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Temuan TGPF soal Pemerkosaan Mei 1998 hingga Kesaksian Korban

Momen tentara ABRI berupaya mengamankan kerusuhan yang terjadi saat tahun 1998. (Tangkapan layar Buku Politik Huru Hara Mei 1998)
Momen tentara ABRI berupaya mengamankan kerusuhan yang terjadi saat tahun 1998. (Tangkapan layar Buku Politik Huru Hara Mei 1998)
Intinya sih...
  • Pembentukan TGPF Peristiwa 1998 pada Juli 1998 untuk menemukan fakta, pelaku, dan latar belakang peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
  • Laporan TGPF menyatakan kerusuhan dimulai dari massa pasif yang diprovokasi oleh provokator, dengan sasaran kebanyakan etnis Cina.
  • Laporan TGPF juga mengidentifikasi korban kekerasan seksual yang terjadi sebelum dan setelah kerusuhan Mei 1998, serta temuan dan kesaksian terkait pemerkosaan massal.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Polemik kasus pemerkosaan massal dalam peristiwa Kerusuhan Mei 1998 kembali jadi perbincangan hangat publik. Gegaranya, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon dalam wawancara Real Talk With Uni Lubis berjudul "Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis Soal Revisi Buku Sejarah" pada 10 Juni lalu, menyebut tidak ada pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998.

Bahkan, Fadli Zon juga menyebut laporan akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) peristiwa Mei 1998 hanya berisikan angka, tanpa data pendukung yang kuat.

1. Menilik kembali pembentukan TGPF Peristiwa 1998

Momen ketika mantan Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998. (Tangkapan layar buku politik Huru Hara Mei 1998)
Momen ketika mantan Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998. (Tangkapan layar buku politik Huru Hara Mei 1998)

Dikutip dari laporan TGPF di komnasperempuan.go.id, TGPF peristiwa Mei 1998 dibentuk pada 23 Juli 1998 berdasarkan keputusan bersama sejumlah menteri dan lembaga negara yakni Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita, dan Jaksa Agung.

Tim Gabungan ini bekerja dalam rangka menemukan dan mengungkap fakta, pelaku dan latar belakang peristiwa yang terjadi pada 13-15 Mei 1998. TGPF terdiri dari unsur-unsur pemerintah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Sejak dibentuk, dalam masa tiga bulan TGPF telah melaksanakan tugas yang berakhir pada tanggal 23 Oktober 1998.

TGPF meyakini peristiwa kerusuhan Mei 1998 merupakan kejadian akibat dari keadaan dan dinamika sosial politik masyarakat Indonesia saat itu. Terutama berkaitan dengan peristiwa Pemilu 1997, penculikan aktivis, krisis ekonomi, sidang umum MPR-RI 1998, demontrasi mahasiswa, hingga penembakan mahasiswa Universitas Trisakti.

TGPF juga menganggap, salah satu dampak utama peristiwa kerusuhan tersebut adalah terjadinya pergantian kepemimpinan nasional pada 12 Mei 1998. Kemudian, dampak lainnya ialah berlanjutnya kekerasan berupa intimidasi dan kekerasan seksual, termasuk perkosaan yang berhubungan dengan kerusuhan Mei 1998.

Penyelidikan TGPF dilakukan dengan mengumpulkan bukti awal berasal dari informasi, fakta dan data lapangan guna menemukan kembali jejak rangkaian peristiwa dan hubungan antar subjek dalam peristiwa tersebut.

TGPF juga melakukan dengan prosedur rekonstruksi untuk mengungkap kronologi peristiwa di setiap lokasi. Tahap itu dilanjutkan dengan rekonstruksi makro melalui serangkaian wawancara dan temu konsultasi dengan para pejabat terkait pada saat kerusuhan, lembaga masyarakat, dan organisasi profesi. Tahap berikutnya berupa pemetaan hubungan, jika ada, antara kedua aras penyelidikan.

Berikut ini jajaran struktur TGPF:

Ketua/Anggota: Marzuki Darusman, SH (Komnas Ham)

Wakil ketua I/Anggota: Mayjen Pol. Drs. Marwan

Paris, MBA (Mabes ABRI)

Wakil Ketua II/Anggota: K.H. Dr. Said Aqiel Siradj (NU)

Sekretaris/Anggota: Dr. Rosita Sofyan Noer, SH (Bakom-PKB)

Wakil sekretaris I/Anggota: Zulkarnain Yunus, SH (DEPKEH)

Wakil Sekretaris II/Anggota: Asmara Nababan, SH (Komnas HAM)

Anggota:

1. Sri Hardjo, SE (Kantor Menperta)

2. Drs. Bambang W. Soeharto (Komnas HAM)

3. Prof. Dr. Saparinah Sadli (Komas HAM)

4. Mayjen TNI Syamsu D, SH (Mabes ABRI)

5. Mayjen Pol. Drs. Da’I Bachtiar (Mabes ABRI)

6. Abdul Ghani, SE (Deplu)

7. I Made Gelgel, SH (Kejagung)

8. Dunidja D. (Depdagri)

9. Romo I Sandywan, SJ (Tim Relawan)

10. Nursyahbani Katjasungkana, SH (LBH APIK)

11. Abdul Hakim Garuda Nusantara, SH. LLM (Elsam)

12. Bambang Widjojanto, SH (YLBHI)

13. Ita F. Nadya (Tim Relawan)

2. Lantas bagaimana laporan terkait pemerkosaan massal?

Kendaraan lapis baja berpatroli di sekitar Jalan Sabang, Jakarta, Kamis (14/5/1998). (ANTARA FOTO/Saptono)
Kendaraan lapis baja berpatroli di sekitar Jalan Sabang, Jakarta, Kamis (14/5/1998). (ANTARA FOTO/Saptono)

Berdasarkan laporan TGPF, kerusuhan bermula dari berkumpulnya massa pasif yang terdiri dari massa lokal dan massa pendatang (tak dikenal). Lalu muncul sekelompok provokator yang memancing massa dengan berbagai modus tindakan seperti membakar ban, memancing perkelahian, meneriakkan yel-yel yang memanasi situasi, merusak rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya.

Setelah itu, provokator mendorong massa untuk mulai melakukan pengerusakan barang dan bangunan, disusul dengan tindakan menjarah barang dan di beberapa tempat diakhiri dengan membakar gedung atau barang-barang lain. Di beberapa lokasi ditemukan juga variasi, di mana kelompok provokator secara langsung melakukan pengrusakan, baru kemudian mengajak massa untuk ikut merusak lebih lanjut.

Para pelaku kerusuhan 13 sampai 15 Mei 1998 terdiri dari dua golongan yakni pertama, massa pasif (massa pendatang) yang karena diprovokasi berubah menjadi massa aktif, dan kedua, provokator. Provokator umumnya bukan dari wilayah setempat, secara fisik tampak terlatih, sebagian memakai seragam sekolah seadanya, tidak ikut menjarah, dan segera meninggalkan lokasi setelah gedung atau barang terbakar. Para provokator ini juga yang membawa dan menyiapkan sejumlah barang untuk keperluan merusak dan membakar seperti jenis logam pendongkel, bahan bakar cair, kendaraan bom molotov, dan sebagainya.

Dari sudut urutan peristiwa, TGPF menemukan, titik picu awal kerusuhan di Jakarta terletak di wilayah Jakarta Barat, tepatnya wilayah seputar Universitas Trisakti pada tanggal 13 Mei 1998. Pada tanggal 14 Mei 1998, kerusuhan meluas dengan awalan titik waktu hampir bersamaan, yakni rentang antara pukul 08.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB. Dengan demikian untuk kasus Jakarta, jika semata-mata dilihat dari urutan waktu, ada semacam aksi serentak. TGPF mendapatkan, faktor pemicu terutama untuk kasus Jakarta ialah tertembak matinya mahasiswa Trisakti yang juga menjadi faktor pemicu kerusuhan di lima daerah.

Sementara, sasaran kerusuhan adalah pertokoan, fasilitas umum, pom bensin, rambu lalu lintas, kantor pemerintah, kantor polisi. Termasuk adanya pembakaran gedung, rumah dan toko, serta kendaraan bermotor umum dan pribadi. Sasaran kerusuhan kebanyakan etnis Cina.

TGPF sendiri mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi korban yang mengalami kekerasan seksual. Dari hasil verifikasi dan uji silang terhadap data, tindak kekerasan seksual terjadi di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya. Tercatat ada 52 orang korban pemerkosaan; 14 orang korban pemerkosaan dengan penganiayaan; 10 orang korban penganiayaan seksual; dan 9 orang korban pelecehan seksual.

Selain itu, TGPF juga menemukan korban-korban kekerasan seksual yang terjadi sebelum dan setelah kerusuhan Mei 1998. Kasus ini ada kaitannya dengan kasus seksual yang terjadi selama kerusuhan. Dalam kunjungan ke daerah Medan, TGPF telah mendapatkan laporan tentang ratusan korban pelecehan seksual yang terjadi pada kerusuhan tanggal 4 sampai 8 Mei 1998. Kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 banyak terjadi di dalam rumah, jalanan, dan depan tempat usaha.

"Mayoritas kekerasan seksual terjadi di dalam rumah/bangunan. TGPF juga menemukan bahwa sebagian besar kasus perkosaan adalah gang rape, di mana korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama. Kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain," demikian bunyi laporan yang dimuat TGPF.

"Meskipun korban kekerasan tidak semuanya berasal dari etnis Cina, namun sebagian besar kasus kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 lalu diderita oleh perempuan etnis Cina. Korban kekerasan seksual ini pun bersifat lintas kelas sosial," lanjut laporan tersebut.

3. Temuan hingga kesaksian terkait pemerkosaan massal

Puluhan bangkai mobil milik salah satu show room mobil di Jalan Ciledug Raya, Tangerang, Jawa Barat, Jumat (15/5/1998) setelah dibakar massa Kamis (14/5) malam. (ANTARA FOTO/Hadiyanto)
Puluhan bangkai mobil milik salah satu show room mobil di Jalan Ciledug Raya, Tangerang, Jawa Barat, Jumat (15/5/1998) setelah dibakar massa Kamis (14/5) malam. (ANTARA FOTO/Hadiyanto)

Lebih lanjut, laporan TGPF juga disertai dengan temuan dan kesaksian terkait adanya pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998. Peristiwa perkosaan massal itu terjadi dalam rentetan peristiwa kerusuhan, pengrusakan dan pembakaran. Faktnya, pemerkosaan massal itu punya pola cara yang sangat mirip dengan pola modus operandi sistematis dan terorganisir yang dipakai dalam pengrusakan dan pembakaran.

"Pada hampir semua kasus, kedekatan yang sangat kuat antara cara pengerusakan dan pemerkosaan massal mengisyaratkan bahwa kedua peristiwa itu terjalin sebagai satuan kejadian," tulis laporan TGPF.

Keluarga korban peristiwa 14 Mei 1998 dalam kesaksiannya mengisahkan, kejadian bermula dari adanya sekelompok orang tak dikenal memasuki ruko korban dan menjarah barang-barang. Kemudian sekelompok orang itu melakukan pemerkosaan.

Menurut kesaksian korban lainnya, para pelaku pemerkosaan merupakan orang yang tidak dikenal, dan bukan berasal dari warga setempat. Kesaksian lainnya menyebut, ada sekelompok orang melakukan pencegatan terhadap mobil yang lewat. Massa meminta agar penumpang di dalam turun, kemudian terjadi tindak pemerkosaan.

Ada pula kesaksian yang ditulis, sejumlah jenazah korban pemerkosaan yang tergeletak di jalan. Kemudian tak berselang lama, ada pihak yang mengangkut mayat-mayat tersebut. Saksi pun mempertanyakan ke mana jasad itu dibawa dan siapa yang membawa.

Kejanggalan lainnya diungkapkan TGPF, adanya pihak yang sengaja menyebar provokasi dan mengarahkan agar melakukan tindak pemerkosaan.

TGPF juga membuat tabel khusus yang berisi korban perkosaan dan pelecehan seksual di Jakarta dan sekitarnya pada periode 13 Mei sampai 3 Juli 1998. Data ini diperoleh dari laporan para korban, saksi mata dan keluarga korban. Tercatat ada 103 korban pemerkosaan, 26 korban pemerkosaan dan penganiayaan, 9 korban pemerkosaan dan pembakaran, 14 korban pelecehan seksual. Sehingga total ada 152 korban.

Sementara, peristwa pemerkosaan massal yang terkait dengan kerusuhan juga terjadi di beberapa kota seperti Solo, Medan, Palembang dan Surabaya. Data periode yang sama mencatat terdapat 16 kasus pemerkosaan di kota-kota tersebut.

"Jumlah sebagaimana terlihat dalam di atas bukanlah jumlah keseluruhan korban, melainkan baru jumlah korban sejauh dilaporkan sampai tanggal 3 Juli 1998," tulis laporan TPGF.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us