Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komisi X Akan Panggil Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal Mei 1998

Ketua DPW PKB NTB Lalu Hadrian Irfani. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Ketua DPW PKB NTB Lalu Hadrian Irfani. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Intinya sih...
  • TGPF merilis data 52 korban perkosaan dan kekerasan seksual pada kerusuhan Mei 1998
  • DPR menuntut pemerintah memberikan sikap lebih empatik kepada para korban
  • Minta Tragedi Me'98 masuk dalam sejarah nasional

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyoroti pernyataan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon yang menyangkal pemerkosaan massal pada peristiwa kerusuhan Mei 1998. Ia mengatakan, Komisi X akan memanggil Fadli Zon untuk meminta penjelasan lebih lanjut terkait pernyataannya tersebut.

Menurutnya, meragukan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait peristiwa itu, bisa mencederai semangat penegakkan HAM dan rekonsiliasi nasional. Oleh karena itu, pada masa sidang yang akan datang, pihaknya akan memanggil Kementerian Kebudayaan terkait polemik ini.

"Tentu Masa Sidang IV yang akan dimulai pada 24 Juni atau minggu depan, kami akan mengagendakan Raker/RDP dengan seluruh mitra Komisi X, termasuk Kementerian Kebudayaan," kata Hadrian Irfani kepada wartawan, Selasa (17/6/2025).

1. Dokumen TGPF bukan narasi spekulatif

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani (IDN Times/Amir Faisol)
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani (IDN Times/Amir Faisol)

Hadrian menegaskan dokumen yang dikeluarkan TGPF terkait kerusuhan 1998 merupakan dokumen negara, dan bukan narasi yang hanya bersifat spekulatif.

TGPF merilis korban kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998. Sebanyak 52 orang menjadi korban perkosaan, 14 orang korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 orang korban penyerangan atau penganiayaan seksual, dan 9 korban pelecehan seksual.

Selain itu, TGPF juga menemukan sebagian besar kasus perkosaan yang terjadi pada Mei 1998 adalah gang rape—diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama. Kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain.

Meskipun korban kekerasan tidak semuanya berasal dari etnis Tionghoa, namun sebagian besar kasus kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 diderita oleh perempuan etnis Tionghoa. Oleh karena itu, Hadrian meminta agar pemerintah lebih menunjukkan sikap yang lebih empatik kepada para korban dan keluarganya.

Oleh sebab itu, dia meminta semua pihak termasuk pejabat publik memberikan penjelasan berbasis pada dokumen resmi, bukan pendapat pribadi yang dapat mereduksi semangat penegakan HAM.

“Menurut saya TGPF adalah dokumen resmi negara dan bukan narasi spekulatif,” kata dia.

2. Minta Tragedi Mei 1998 masuk dalam sejarah nasional

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani soroti polemik disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. (dok. Fraksi PKB)
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani soroti polemik disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. (dok. Fraksi PKB)

Hadrian meminta tragedi kerusuhan 1998 dimasukkan dalam penulisan ulang sejarah Indonesia yang digarap Kementerian Kebudayaan. Hal ini penting untuk memastikan keadilan memori dan menghindari penghapusan sejarah.

Ia mendorong pemerintah memperkuat komitmen terhadap penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, termasuk kerusuhan Mei 1998. Menurut dia, pemerintah bisa menggunakan jalur yudisial atau non-yudisial yang bermartabat dan berpihak pada korban.

“Tragedi 1998 tetap harus masuk dalam narasi sejarah nasional, termasuk sejarah nasional, termasuk dalam kurikulum dan kebijakan kebudayaan,” kata Hadrian Irfani.

3. Pemerintah akan kedepankan tone positif

Tangkapan layar YouTube IDN Times
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon ketika berbincang di program 'Real Talk' with Uni Lubis by IDN Times. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Pemerintah sedang memproses penulisan ulang sejarah di Indonesia. Menurut Fadli, penulisan ulang sejarah Indonesia akan menghasilkan narasi versi terbaru yang bakal dirilis 17 Agustus 2025 nanti.

Di sisi lain, Fadli mengatakan, penulisan sejarah ulang yang dilakukan pemerintah akan mengedepankan nuansa (tone) positif, bukan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.

"Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," ujar Fadli saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).

Fadli menyatakan, 10 jilid buku sejarah Indonesia hasil penulisan ulang akan diuji publik secara terbuka pada Juni atau Juli 2025. Fadli mengeklaim, uji publik akan melibatkan para sejarawan dan ahli, dan dilakukan sesuai tema buku sejarah hasil penulisan ulang.

“Rencananya pada bulan bulan Juni atau Juli akan kita buka diskusi per tema dengan melibatkan dan memperdebatkan ini dari tempat tempat dari berbagai macam ahli. Saya kira ini memang semacam uji publik dan saya kira di situ bisa kita lakukan,” kata Fadli.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us