Jelang HAN 2025, Kemen PPPA Dorong Partisipasi Anak dalam Pembangunan

- Kemen PPPA dorong integrasi hak anak lewat kebijakan hingga program
- Partisipasi anak bukan hanya simbolis, tapi juga hak yang dijamin oleh hukum. Pemerintah punya tanggung jawab untuk mendengar dan menindaklanjuti suara anak dalam pembangunan.
- Anak-anak jangan hanya dipandang sebagai objek atau penerima manfaat saja
- Pembangunan berkelanjutan tak bisa dipisahkan dari upaya membangun generasi muda yang berkualitas. Anak harus dipandang sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai objek atau penerima manfaat.
- Dorong anak-anak untuk menjadi komunikator, supervisor, atau agen perubahan
Jakarta, IDN Times - Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak Wilayah I Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Devy Nia Pradhika, mengungkapkan pentingnya partisipasi anak dalam pembangunan, serta perlunya ruang yang luas bagi anak-anak untuk menyuarakan aspirasi.
“Jelang peringatan HAN 2025, Kemen PPPA tengah menyiapkan berbagai rangkaian kegiatan, salah satunya adalah penyusunan dan pembacaan Suara Anak Indonesia (SAI), yang berfungsi sebagai representasi aspirasi, kebutuhan, dan harapan anak-anak terhadap isu pemenuhan hak, serta perlindungan khusus anak," ujar Devy saat Lokakarya Forum Anak Nasional, rangkaian peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada 23 Juli, Devy dikutip Rabu (1/7/2025).
"Proses penyusunan SAI dilakukan melalui penjaringan aspirasi dari anak-anak di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari desa hingga provinsi, dengan dukungan alat bantu Kanvas Suara Anak agar prosesnya lebih sistematis dan inklusif,” sambungnya.
1. Upaya integrasikan hak anak lewat kebijakan hingga program

Devy menjelaskan partisipasi anak bukan hanya keterlibatan simbolis, namun hak yang memang telah dijamin hukum. Menurutnya, pemerintah punya tanggung jawab untuk tak hanya mendengar, tetapi juga menindaklanjuti suara anak lewat pengintegrasian dalam kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di tingkat nasional maupun daerah.
Hal ini, kata Devy, jadi bagian dari pendekatan inklusif yang mendorong pembangunan berkelanjutan dan berpihak pada kepentingan terbaik anak.
2. Anak-anak jangan hanya dipandang sebagai objek atau penerima manfaat

Devy menyampaikan perlindungan anak jadi bagian penting dari agenda pembangunan nasional. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda ditetapkan sebagai salah satu indikator kunci dalam membangun sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing.
“Sebagai bagian dari upaya konkret perlindungan anak, pemerintah telah menetapkan kerangka hukum melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perlindungan Anak, yang merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 23 Tahun 2002. Undang-undang ini menegaskan hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, bebas dari kekerasan dan eksploitasi, serta mendapatkan akses setara terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan,” kata dia.
Pembangunan berkelanjutan di Indonesia tak bisa dipisahkan dari upaya membangun generasi muda yang berkualitas. Anak-anak harus dipandang sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai objek atau penerima manfaat. Oleh karena itu, pemenuhan hak anak harus menjadi bagian integral dari kebijakan nasional.
3. Dorong anak-anak untuk menjadi komunikator, supervisor, atau agen perubahan

Sementara, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menegaskan dengan persentase populasi anak mencapai hampir sepertiga total penduduk, maka suara anak harus menjadi input krusial dalam perencanaan pembangunan.
Hal ini, kata Woro, tidak hanya untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi dan terlindungi, tetapi juga untuk menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan tepat sasaran.
“Lebih dari sekadar formalitas, partisipasi anak harus bermakna. Anak memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, dan hal ini dijamin oleh undang-undang. Kami mendorong anak-anak untuk menjadi komunikator, supervisor, atau bahkan agen perubahan yang membawa dampak nyata," katanya.