[KALEIDOSKOP] Bencana 2021 Menurun, Jumlah Korban Naik Drastis

Jakarta, IDN Times - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya 3.092 bencana alam terjadi sepanjang 2021. Rangkaian bencana tersebut didominasi kejadian hidrometeorologi basah seperti banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor, yang diperparah adanya fenomena La Nina.
Hal tersebut perlu diketahui masyarakat, khususnya tentang kejadian bencana besar yang pernah terjadi pada masa lalu, seperti peristiwa siklon tropis Flores yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1973 yang kembali terjadi pada tahun ini.
“Tidak cukup berhenti kepada pemerintah daerah saja. Masyarakat di wilayah rawan bencana juga harus mengetahui potensi bahaya di sekitar, seperti di NTT,” kata Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan dalam keterangan tertulis, Jumat (31/12/2021).
1. Rincian bencana yang sering terjadi selama 2021 dan jumlah korban

Bencana yang paling sering terjadi yaitu banjir dengan 1.298 kejadian, disusul cuaca ekstrem 804, tanah longsor 632, kebakaran hutan dan lahan 265, gelombang pasang dan abrasi 45, gempa bumi 32, kekeringan 15, dan erupsi gunung api 1.
Dari sejumlah bencana tersebut, tercatat warga menderita dan mengungsi 8.426.609 jiwa, luka-luka 14.116 orang, meninggal dunia 665 orang, dan hilang 95 orang. Sedangkan, dampak kerusakan tercatat rumah 142.179 unit, fasilitas umum 3.704, kantor 509 unit, dan jembatan 438. Rincian kerusakan rumah yaitu rumah rusak berat 19.163 unit, rusak sedang 25.369, dan rusak ringan 97.647.
2. Bencana selama 2021 lebih sedikit dibanding 2020

Melihat perbandingan jumlah bencana, Lilik mengatakan, bencana pada 2021 lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. Pada tahun lalu bencana berjumlah 4.649 kejadian, sedangkan pada tahun ini 3.092 atau turun 33,5 persen.
Namun menjadi perhatian karena jumlah populasi yang meninggal dunia lebih tinggi. BNPB mencatat korban meninggal pada tahun ini sebanyak 665 jiwa atau naik 76,9 persen.
"Kenaikan tidak hanya pada jumlah korban jiwa tetapi juga korban luka-luka, warga terdampak dan mengungsi serta rumah rusak," kata Lilik.
3. Faktor penyebab bencana pada 2021

Kejadian bencana pada 2021 tidak terlepas dari faktor alih fungsi peruntukan lahan. Menurut Lilik, permasalahan tata ruang, khususnya yang berbasis mitigasi risiko ini sesuatu yang mudah diucapkan tetapi pada tahapan implementasi masih menjadi tantangan, khususnya penekanan pada konteks penanggulangan bencana.
Selain itu, kata Lilik, kejadian hidrometeorologi basah pada tahun ini diperparah oleh menurunnya daya dukung lingkungan. Perubahan lansekap secara masif terlihat yang pada gilirannya, menyebabkan degradasi lingkungan pada sisi hulu dan sepanjang aliran sungai.
"BNPB melihat perlu adanya upaya mempertahankan Kawasan lingkungan dan ekosistem yang sangat penting dalam mengurangi potensi banjir, khususnya pada DAS panjang yang perbedaan elevasi rendah," kata Lilik.
4. Perlu upaya mitigasi untuk penanggulangan bencana

Lilik mengatakan perlunya pembelajaran mengenai upaya mitigasi risiko gempa dengan penguatan bangunan dan kesiapsiagaan masyarakat. Tidak hanya pada pembangunan rumah yang baru, tetapi juga penguatan tempat tinggal warga yang sudah ada dan berada di kawasan rawan gempa bumi.
"Penguatan struktur bangunan atau retrofitting menjadi salah satu pilihan, tentunya harus dengan biaya murah dan bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat," ucap dia.
Lilik menambahkan perlu adanya mitigasi kultural, di mana masyarakat diajak mengetahui langkah-langkah apabila gempa bumi terjadi, misalnya cara evakuasi, titik kumpul, hingga simulasi atau latihan kesiapsiagaan.