Kemen PPPA: ART Korban Penyiksaan di Batam Belum Bisa Diajak Komunikasi
.png)
- Menteri PPPA buka suara terkait kasus penyiksaan ART di Batam
- Aksi bejat majikan dan rekannya terhadap ART mengejutkan publik
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengatakan Asisten Rumah Tangga (ART) di Batam, Kepulauan Riau berinisial I (23) yang mengalami penyiksaan belum bisa diajak komunikasi sehingga belum bisa dimintai keterangan.
Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Oeni Cholifah, mengatakan, korban saat tengah dirawat di rumah sakit
"Terkait korban PRT di Batam, kami sudah koordinasi dengan Dinas PPPA provinsi melalui UPTD PPA. Saat ini korban masih di rumah sakit, UPTD PPA akan melakukan pendampingan, setelah kondisi korban memungkinkan. Karena saat ini korban masih belum bisa diajak komunikasi," kata dia dikutip Kamis (26/6/2025).
1. Sedang menunggu update

Sementara, Menteri PPPA, Arifah Fauzi, mengatakan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan dinas terkait dan menunggu perkembangan kasus.
"Kita sedang koordinasi dengan Dinas PPPA di daerah tersebut dan kami sedang menunggu update-nya. Pasti ada penjangkauan dari kami, penyapaan dan pendampingan. Nanti kita update ya," kata dia kepada awak media, di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (25/6/2025).
2. Pelaku adalah majikan dan rekan sesama korban ART

Kasus ini menimpa I, seorang asisten rumah tangga. Dia tak pernah menyangka keputusannya bekerja di rumah R (43) akan berubah menjadi mimpi buruk. Tubuhnya kini menyimpan jejak luka, hatinya pun lebih remuk dari apa pun.
Sebuah video singkat yang memperlihatkan aksi kekerasan terhadap dirinya, tersebar luas di Facebook. Tak sedikit publik merasa muak, marah, sekaligus pilu, melihat penyiksaan yang dialami I lewat video tersebut. Aksi bejat ini dilakukan R dengan rekan korban, MLP (20).
3. Dipaksa makan kotoran hewan peliharaan hingga minum air dari kloset

Penderitaan I tak berhenti di pemukulan. Kepada polisi, dia menceritakan pengalaman perih di balik tembok rumah majikannya. Dia dipaksa memakan kotoran hewan peliharaan, minum air dari kloset, hingga menerima pemotongan gaji yang tak wajar.
Dia bahkan tak menerima gaji selama 12 bulan, padahal dia hanya dijanjikan gaji Rp1,8 juta per bulannya.
Polisi menjelaskan, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka hanya sehari setelah laporan masuk pada 22 Juni 2025. Kedua pelaku diamankan di Perumahan Bukit Indah Sukajadi, Kota Batam. MLP sendiri adalah rekan kerja sesama ART yang turut melakukan kekerasan pada I.
R dan MLP dijerat Pasal 44 Ayat 2 UU Penghapusan KDRT dengan ancaman 10 tahun penjara.