KemenPPPA: Harusnya Advokat Korban Pelecehan Tak Bisa Dituntut

- Meila, advokat 30 korban pelecehan seksual dipidana UU ITE
- Pendamping korban memiliki hak impunitas dalam menjalani tugasnya
- Sosialisasi UU TPKS diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pendamping korban
Jakarta, IDN Times - Meila Nurul Fajriah, pendamping hukum 30 korban pelecehan seksual oleh alumnus UII Yogyakarta berinisial IM, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Advokat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini dianggap melanggar UU ITE Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3. M melaporkan Meila atas tuduhan pencemaran nama baik pada 2021.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) angkat bicara soal ini. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati menyatakan, pendamping korban memiliki hak impunitas yang melekat pada profesi mereka ketika menjalani tugasnya dan tidak dapat dituntut, baik itu secara pidana maupun perdata.
“Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, menjelaskan bahwa Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya, yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat,” kata Ratna, dalam keterangannya, dikutip Minggu (28/7/2024).
1. Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara

Ratna menjelaskan, dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan dalam Pasal 15 menyebutkan, advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka harus tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Ratna menyampaikan, jika merasa ada pelanggaran kode etik pada seorang pengacara maka dapat dilaporkan terlebih dahulu ke Dewan Kehormatan Advokat untuk diproses selanjutnya.
2. UU TPKS atur jaminan perlindungan hukum bagi pendamping korban

Jaminan perlindungan hukum bagi pendamping korban juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yaitu Pasal 29 disebutkan dengan jelas bahwa pendamping hukum yang sedang melakukan penanganan terhadap korban tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas pendampingan atau pelayanannya, kecuali jika pendampingan atau pelayanannya diberikan tidak dengan itikad baik,” katanya.
Kemudian, dalam Pasal 28 menegaskan, pendamping berhak dapatkan perlindungan hukum selama mendampingi korban dan saksi di setiap tingkat pemeriksaan.
3. Perlu sosialisasi UU TPKS terkait perlindungan pendamping korban

Sosialisasi terkait UU TPKS, menurut Ratna, perlu dilakukan secara masif agar perlindungan hukum bagi pendamping korban dapat diketahui oleh masyarakat luas. Serta agar memberikan ketenangan bagi pendamping korban saat menjalankan tugasnya.
Ratna juga mengingatkan perlunya mempertimbangkan pemahaman perspektif gender dalam proses hukum terhadap korban kekerasan seksual.
“Pemahaman perspektif gender dalam keseluruhan proses penanganan sangat penting untuk memberikan kepentingan terbaik bagi korban maupun pendampingnya. Hal inilah yang harus diperhatikan setiap aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan juga anak,” kata Ratna.
4. Akan ada juga pendampingan bagi korban lain yang didampingi Meila

KemenPPPA, kata dia, sudah berkoordinasi dengan Balai Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak dan Pengendalian Penduduk (DPPPA) Provinsi DIY.
Nantinya akan ada penjangkauan pada para korban yang didampingi Meila untuk memastikan keadaan mereka. Mengingat kasus tersebut mencuat kembali setelah penetapan pendampingnya sebagai tersangka.
Perlu diketahui, bukti yang dilampirkan IM termasuk tautan YouTube yang menampilkan rekaman video zoom meeting. Dalam video tersebut, Meila menyebut IM sebagai terduga pelaku pelecehan seksual.
Kasus dugaan pelecehan oleh IM terangkat ke publik pada 2020 silam. Kala itu, jumlah korban yang melapor ke LBH Yogyakarta disebut mencapai 30 orang.