Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komisi I DPR Segera Terima DIM RUU TNI dari Pemerintah

Ilustrasi prajurit TNI. (IDN Times/M.Idris)
Intinya sih...
  • Ketua Komisi I DPR menerima daftar inventarisasi masalah RUU TNI dari pemerintah
  • Fokus perhatian dalam RUU TNI adalah ruang lingkup tugas TNI, usia pensiun, dan kedudukan

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, mengatakan, pihaknya akan menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) Revisi Undang-Undang (RUU) TNI dari pemerintah.

Utut menyebut, ada tiga fokus yang menjadi perhatian Komisi I DPR dalam RUU TNI, yakni ruang lingkup tugas TNI, usia pensiun, dan kedudukan.

Hal tersebut disampaikan Utut Adianto dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri). Hadir dalam agenda ini, eks Menteri Pertahanan RI yang juga Ketum Pepabri, Agum Gumelar. 

“Dalam waktu satu hari ini kita akan dikirim DIM. Ini adalah inisiatif DPR sehingga DIM-nya dari pemerintah," ujar Utut, Jakarta, Senin (10/3/2025).

“Kita akan revisi, yaitu yang berkaitan dengan lingkup tugas di Pasal 47, TNI bisa ke mana saja. Kemudian di usia, Pasal 53 dan satu lagi di kedudukan, Pasal 3," imbuh dia.

1. TNI aktif menjabat jabatan sipil menuai kritik

Pelantikan 151 orang perwira karier TNI Angkatan Darat (AD) tahun 2024. (Dokumentasi TNI Angkatan Darat)

Adapun salah satu isu yang mendapat perhatian dalam RUU TNI adalah penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.

Peneliti senior Imparsial, Al Araf, mengungkapkan, berdasarkan data Lemhanas tahun 2023 setidaknya ada 2.500 prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil.

Ia pun menyoroti penempatan Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya. Menurut dia, penempatan Mayor Teddy yang kini naik pangkat menjadi Letkol itu sudah sangat jelas negara menabrak UU TNI.

“Data Babinkum TNI menyebutkan ini ketika saya di Lemhanas 2023 ada 2.500 prajurit duduk di jabatan sipil. Ini tolong croscheck kembali karena saya pakai data waktu saya presentasi pada masa tersebut," kata dia.

Al Araf menegaskan, fenomena ini jelas menabrak UU TNI. Di sisi lain, dia mengingatkan UU TNI membatasi jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh jabatan sipil.

"Apa implikasinya, ada pelanggaran terhadap UU TNI. Karena di dalam Pasal 47 hanya terbatas untuk a b c dan d," kata dia.

2. Jangan normalisasi TNI di wilayah sipil

Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika melakukan inspeksi jajaran pasukan saat upacara HUT TNI di Lanud Perdanakusuma, Jakarta Timur pada 2019. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Ia pun mengingatkan agar jangan menormalisasi militer dalam kehidupan sipil, khususnya di negara demokrasi karena mengarah ke otoritarianisme.

"Jangan lakukan normalisasi militer di dalam kehidupan sipil di negara demokrasi karena kalau itu kita akan mengarah ke sekuiritisasi dan sekuiritisasi mengarah ke otoritarianisme," kata dia.

Al Araf mengatakan, apabila militer aktif dibutuhkan dalam jabatan sipil, maka mereka harus pensiun dini. Dia mengatakan, keberadaan militer aktif dan polisi aktif mengganggu birokrasi dan merit sistem. 

Selain melanggar UU TNI, penempatan prajurit aktif juga akan melemahkan profesionalisme mereka.

Dia mengingatkan, negara jangan kembali menarik dan menggoda militer ke dalam jabatan sipil karena akan merusak tata kelola kenegaraan di Indonesia.

"Jika dan kalau ingin masuk, pensiun dini supaya tidak ada loyalitas ganda. Kalau masih aktif, loyalitas mereka ke mana? Ke Pak Menteri? Apa ke Panglima atau Kapolri--nya? Saya pastikan ke Panglima dan Kapolri, ya, bukan ke menterinya. Ini menimbulkan dualisme loyalitas," kata dia.

3. Tak relevan dikaitkan ke dwifungsi ABRI

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP TB Hasanuddin minta TNI yang mengisi jabatan sipil tidak digaji double. (IDN Times/Amir Faisol)

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menilai, penempatan prajurit di wilayah sipil tidak relevan lagi bila dikaitkan dengan dwifungsi ABRI.

"Dengan ditempatkannya para perwira di lembaga atau kementerian, menurut hemat saya tidak relevan lagi kalau dihubungkan akan kembalinya kepada dwifungsi," kata dia. 

Kendati demikian, menurut dia, prajurit TNI yang akan ditempatkan di wilayah sipil ini harus sesuai keahliannya. Misalnya, prajurit TNI lulusan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) bisa ditempatkan di Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia.

Di sisi lain, penempatan TNI untuk mengisi jabatan sipil ini juga harus didasari dengan permintaan menterinya. 

"Saya sepakat, misalnya dia memang sangat dibutuhkan dan sesuai permintaan menterinya juga harus kapabel. Oh, dia lulusan IPB tempatkan di Kementan," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Amir Faisol
EditorAmir Faisol
Follow Us