Komisi IX Soal Kuota Dapur MBG Jadi Bancakan: Bukan Rahasia Umum

- BGN harus benahi pemberian kuota SPPG
- Irma mengetahui persis siapa saja yang menguasai kuota dapur MBG.
- Ia enggan mau mengungkapkan ke publik.
- Irma meminta BGN melakukan perbaikan-perbaikan dengan memperbaharui kepemilikan SPPG supaya tidak dikuasai oknum-oknum tertentu.
- Program dapur MBG menjadi ajang bisnis
- Transparansi Tender Indonesia (TTI) mengungkap, hasil investigasi tentang pelaksanaan dapur MBG yang dibangun BGN.
- Hasilnya diduga membuka jalan bagi konglomerasi yayasan yang
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Irma Chaniago turut menanggapi adanya dugaan politikus yang ikut "menguasai" proyek Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut dia, informasi ini bukan menjadi rahasia umum lagi.
Komisi IX DPR RI mengakui telah mendengar adanya isu politikus yang menguasai kuota dapur MBG menyusul banyaknya dapur fiktif di lapangan.
"Kita mendengar itu, bahkan saya sudah menyampaikan itu di RDP. Tapi kalau soal, nanti teman-teman bisa cari deh faktanya di lapangan. Saya nggak usah ngomong karena ini sudah bukan rahasia umum lagi dan ini harus diperbaiki," kata Irma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025).
1. BGN harus benahi pemberian kuota SPPG

Irma mengetahui persis siapa saja yang menguasai kuota dapur MBG. Namun, ia enggan mau mengungkapkan ke publik. Irma meminta BGN melakukan perbaikan-perbaikan dengan memperbaharui kepemilikan SPPG supaya tidak dikuasai oknum-oknum tertentu.
Menurut dia, jangan sampai orang-orang ini merusak cita-cita Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi gagal karena dikuasai oknum-oknum tertentu.
"Saya kan pernah ngomong yang kuota fiktif. Saya pernah ngomong kuota fiktif SPPG. Saya pernah bicara itu. Harusnya itu dimaknai dan harus dilakukan perubahan," kata dia.
2. Program dapur MBG menjadi ajang bisnis

Transparansi Tender Indonesia (TTI) mengungkap, hasil investigasi tentang pelaksanaan dapur MBG yang dibangun BGN. Hasilnya diduga membuka jalan bagi konglomerasi yayasan yang beroperasi seperti perusahaan.
Ketua TTI, Nasruddin Bahar mengatakan, dalam praktiknya, yayasan hanya dijadikan kedok padahal yang bermain sebenarnya adalah para pemilik modal atau investor.
“Yayasan digunakan sebagai bendera saja dengan menyisihkan fee untuk yayasan sebesar Rp2.000 per porsi,” kata Nasruddin Bahar kepada IDN Times, Senin (15/9/2025).
Nasruddin menilai, terdapat kesalahan mendasar dalam regulasi dan implementasi program MBG. Uang negara melalui APBN justru lebih banyak mengalir ke konglomerasi investor melalui yayasan-yayasan dapur mandiri. Dalam pelaksanaan di lapangan, program dapur MBG menjadi ajang bisnis pemilik modal. Modusnya, para pemilik modal besar memperbanyak titik penyaluran MBG.
“Kontrak lima tahun itu nilainya jauh lebih besar dibandingkan pembangunan fisik yang bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui lahan pinjam pakai,” kata dia
3. Penyimpangan program MBG berpotensi dikorupsi berjemaah

Menurut TTI, penyimpangan ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan berpotensi menjadi korupsi berjamaah. APBN yang seharusnya untuk pembangunan fisik melalui tender terbuka malah dialihkan ke kontrak yayasan.
“Ini membuka ruang markup biaya, persekongkolan, dan tentu saja melanggar prinsip transparansi,” kata Nasruddin.
Kegagalan menyerap anggaran pembangunan fisik juga menunjukkan lemahnya pengendalian pemerintah pusat terhadap regulasi pelaksanaan program.
“Di sinilah letak kesalahan regulasi program kerja Presiden Prabowo. Landasan hukum tidak tegas membatasi peran yayasan sehingga investor bisa masuk dan memanfaatkan celah,” kata dia.
Pada akhirnya, ujar Nasruddin, masyarakat penerima manfaat hanya dijadikan tameng legitimasi. Mereka ditampilkan seolah-olah mendapat keuntungan, padahal uang besar justru mengalir ke konglomerasi yayasan.
“Program yang semestinya memperkuat ketahanan gizi dan ekonomi rakyat, berubah menjadi ladang bisnis,” kata dia.