Komnas Perempuan Minta Pemerintah Belajar dari Pemilu 2019

Jakarta, IDN Times - Pada Pemilu lima tahun lalu, yakni 21-22 Mei 2019, Komnas Perempuan melakukan pemantauan di Jakarta terkait Pemilu, khususnya Pilpres di Indonesia. Kala itu suasana pemilu disertai kericuhan yang mengakibatkan beberapa korban jiwa, dengan dampak langsung terhadap perempuan.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan kericuhan lima tahun lalu terjadi akibat menajamnya bentrokan politik identitas yang memecah belah masyarakat dan memicu konflik.
“Ini merupakan akumulasi dari peristiwa-peristiwa sebelumnya, yaitu Pilpres 2014, kemudian Pilgub tahun 2017 dan puncaknya Pilpres 2019,” kata Mariana dalam konferensi pers, Kamis (1/2/2024)
1. Pentingnya prioritaskan keamanan di Pemilu 2024

Melalui wawancara langsung dan pemberitaan media, Komnas Perempuan mencatat kerusuhan yang melibatkan pembakaran, pelepasan petasan, pelemparan batu, dan peningkatan massa di beberapa wilayah Jakarta seperti Tanah Abang, Petamburan, Thamrin, Slipi, Jatinegara, dan Otista.
Di masa Pemilu 2024, Komnas Perempuan, menekankan pentingnya peran penyelenggara pemilu, aparat keamanan, masyarakat, dan peserta, termasuk pendukung Calon Presiden, untuk memprioritaskan keamanan dan perdamaian pada Pemilu 2024. Bukan hanya itu, Komnas Perempuan menghimbau untuk mencegah kekerasan dalam konteks pemilihan tersebut.
2. Pasangan perkawinan yang cerai karena beda pandangan politik

Pilpres 2019 bahkan memicu banyaknya pasangan perkawinan yang bercerai akibat perbedaan pandangan politik. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan Komnas Perempuan, terdapat pengakuan seorang suami yang mendukung capres tertentu menyatakan, “Saya bisa ceraikan istri saya, kalau dia tidak memilih capres pilihan saya,” ujar Mariana mencontohkan.
3. Situasi rentan kemungkinan ada di daerah

Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengatakan pilpres dan pilkada tahun ini dilakukan serentak. Kemungkinan situasi rentan kekerasan tidak hanya di Jakarta tetapi juga di daerah-daerah.
”Kita perlu memikirkan resiko yang kemungkinan terjadi di Pemilu serentak ini. Yaitu eskalasi politik jelang Pemilu Serentak 14 Februari 2024 yang berpotensi melahirkan ketegangan hingga kekerasan di tengah-tengah masyarakat dan keluarga,” ujarnya.