Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KPK hingga Bareskrim Diminta Usut PN Jakpus soal Putusan Pemilu

Kongres Pemuda Indonesia melaporkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakpus ke Komisi Yudisial (KY). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) terkait putusan yang memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan.

Dugaan pelanggaran kode etik tersebut dilaporkan oleh organisasi masyarakat, Kongres Pemuda Indonesia (KPI) dan teregister dengan nomor pendaftaran 0405/III/2023/P.

1. PPATK, KPK, hingga Bareskrim diminta usut

Ilustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

Pelapor Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), sekaligus Ketua KPI Jakarta Sapto Wibowo, meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), KPK, Bareskrim Polri hingga Kejaksaan Agung mengusut tiga hakim PN Jakpus yang terlibat perkara Gugatan Partai Prima soal putusan PN Jakpus tentang tahapan pemilu diulang.

"Saya mohon KPK, PPATK, Kejaksaan Agung, Bareskrim untuk mengusut perkara ini. Tujuan saya, saya rasa kita warga negara Indonesia minta untuk mengecek PPATK ataupun Bareskrim, Kejagung mengecek tiga hakim ini," kata dia saat ditemui di Gedung KY, Jakarta Pusat, Senin (06/03/2023).

2. Putusan PN Jakpus dinilai tidak wajar

Kongres Pemuda Indonesia melaporkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakpus ke Komisi Yudisial (KY). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, dia menaruh kecurigaan terhadap majelis hakim tersebut. Dia menduga ada aliran dana kepada hakim yang memutus perkara Partai Prima.

Sapto menuturkan, kecurigaan tersebut muncul karena putusan hakim dinilai tidak wajar. Mengingat, seharusnya PN Jakpus tidak berwenang memutus perkara yang berkaitan dengan Pemilu. 

"Mungkin (ada aliran). Saya cuma curiga, menduga aja," tutur dia. 

"Itu kan seharusnya ke PTUN atau Bawaslu, bukan ke Pengadilan Negeri," sambung Sapto. 

Ketika ditanya soal dugaan ada upaya terstruktur dan terorganisir yang menginginkan agar Pemilu 2024 ditunda, dia menegaskan saat ini pihaknya hanya fokus mengikuti jalur hukum yang ditempuh.

"Kalau soal Pemilu, saya gak kesana. Kami fokus di hasil putusan yang menurut kami kurang tepat," imbuh dia.

3. Ada keanehan dari Putusan PN Jakpus

Ilustrasi hukum dan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, Kuasa Hukum Pelapor, Pitra Romadoni Nasution menuturkan, PN Jakpus telah melampaui kewenangan dalam mengadili perkara. Di mana kompetensi absolut membahas perkara tersebut seharusnya yang lebih berwenang ialah PTUN dan Bawaslu RI.

"Saya kira masyatakat Indonesia mengerti terkait aturan hukum dan prosedur, bagian-bagian mengenai terkait dengan permasalahan parpol, mana ada kaitan PN Jakpus mengadili persoalan parpol, itu adalah kewenangannya administrasi negara, yaitu kewenangan PTUN," ucap dia.

Di sisi lain, Pitra menilai Putusan PN Jakpus juga melanggar konstitusi yang diatur di dalam Pasal 22 E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Pihaknya juga menyoroti kejanggalan di mana dalam amar putusan pihak penggugat ditulis sebagai partai politik (parpol). Padahal berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus sebelumnya pihak penggugat agas mama perseorangan.

"Anehnya di amar putusan di poin dua yang bersangkutan menyatakan penggugat adalah parpol. Sedangkan di SIPP penggugat adalah partai politik," ucap Pitra.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yosafat Diva Bayu Wisesa
EditorYosafat Diva Bayu Wisesa
Follow Us