Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KSAL Akui TNI AL Belum Punya Sensor Pendeteksi Kapal Selam Asing

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali. (Dokumentasi TNI AL)
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali. (Dokumentasi TNI AL)
Intinya sih...
  • TNI AL belum memiliki sensor bawah laut untuk mendeteksi alutsista yang melintasi teritori Indonesia. 
  • Anggota komisi I DPR Elita Budiati khawatir dengan kekurangan sensor bawah laut TNI AL karena 60% wilayah Indonesia adalah perairan. 
  • TNI AL butuh sinergi dengan instansi lain dalam menjaga wilayah kedaulatan laut Indonesia karena kekuatannya belum mencapai 100%. 

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali mengakui TNI Angkatan Laut (AL) belum memiliki alat sensor untuk mendeteksi alutsista yang melintasi bawah laut di teritori Indonesia. Sensor bawah laut itu, kata Ali, baru diajukan ke Kementerian Pertahanan. 

"Pengawasan bawah laut nol persen. Ini pengawasan bawah laut, kami belum memiliki sensor sama sekali. Kami baru mengajukan ke Kementerian Pertahanan," ujar Ali di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (28/4/2025). 

Lantaran ketiadaan sensor di bawah laut itu maka TNI AL tidak bisa memonitor bila ada kapal selam asing yang masuk ke teritori Indonesia, khususnya di Alut Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). 

"Ini kelemahan kita dalam mendeteksi kapal selam asing yang melalui ALKI. Itu kita tidak bisa monitor," tutur dia. 

Di sisi lain, Ali menjelaskan selama ini pengawasan ancaman di perairan hanya menggunakan Sistem Pusat Komando AL tahap satu. Tetapi, pengawasannya pun tidak mencapai 100 persen di teritori lain. 

"Pengawasan jarak jauh mencapai 50 persen, pengawasan pesisir perairan teritorial 30 persen, pusat komando kendali terpadu 80 persen, analitik berbasis kecedasan buatan 50 persen," katanya. 

1. Anggota komisi I DPR ungkap kekhawatiran bila tak ada sensor bawah laut

Anggota Komisi I DPR dari fraksi Partai Golkar, Elita Budiati. (Tangkapan layar YouTube Komisi I DPR)
Anggota Komisi I DPR dari fraksi Partai Golkar, Elita Budiati. (Tangkapan layar YouTube Komisi I DPR)

Sementara, di sesi tanya jawab, anggota komisi I DPR Elita Budiati mengaku khawatir setelah mendengar pemaparan KSAL bahwa TNI AL tak memiliki sensor bawah laut. Padahal, 60 persen wilayah Indonesia terdiri dari perairan. Di sisi lain, teknologi kapal selam yang dimiliki oleh sejumlah negara sudah semakin maju. 

"Betapa ancaman di bawah laut di wilayah kita sangat luar biasa. Kebayang gak sih, Pak, mayoritas wilayah di Indonesia itu laut, lalu tiba-tiba kita diserang dari bawah laut oleh kapal selam negara asing, maka habis lah kita," ujar politisi perempuan dari Partai Golkar itu. 

Oleh sebab itu, meskipun alat sensor tersebut mahal, Elita mendorong TNI AL segera membelinya. "Semahal apapun alat itu, kalau itu penting dan untuk menjaga kedaulatan laut kita, maka itu wajib (dimiliki)," katanya. 

2. TNI AL gandeng dengan militer India untuk pantau mobilitas pengungsi Rohingya

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali ketika rapat dengan komisi I DPR. (Tangkapan layar YouTube Komisi I DPR)
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali ketika rapat dengan komisi I DPR. (Tangkapan layar YouTube Komisi I DPR)

Di forum itu, Ali menjelaskan selama ini untuk mengembangkan Sistem Pusat Pengendalian dan Komando TNI AL, pihaknya bekerja sama dengan sejumlah negara. Dua di antaranya adalah Singapura dan India.

Kedua negara itu memiliki Information Fusion Centre (IFC), sebuah organisasi yang fokus berbagi informasi mengenai keamanan maritim. TNI AL, kata Ali, telah mengerahkan petugas penghubung khusus di IFC kedua negara tersebut. 

"Kami juga sudah berkunjung ke India pada saat Bapak Presiden ke sana. Mereka menawarkan untuk mengirimkan ILO (liason officer). Nanti, bisa memberikan informasi hal-hal anomali yang datangnya dari Samudera Hindia menuju ke Selat Malaka maupun di perairan pantai barat Sumatera," kata Ali.

"Ini kami perlukan untuk mendeteksi pengungsi Rohingya yang sudah semakin banyak," imbuhnya. 

3. TNI AL butuh sinergi dengan instansi lain ketika menjaga kedaulatan laut

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali ketika meninjau kapal induk Charles de Gaulle. (Dokumentasi TNI AL)
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali ketika meninjau kapal induk Charles de Gaulle. (Dokumentasi TNI AL)

Ali mengatakan TNI AL membutuhkan sinergi dengan instansi lain dalam menjaga wilayah kedaulatan laut Indonesia. Sebab, wilayah laut Indonesia sangat luas. 

"Laut kita ini kan sangat luas, kapal-kapal milik TNI AL tidak mungkin bisa menjaga seluruh wilayah laut Indonesia. Apalagi kondisinya terbatas, ada yang sudah tua, kemudian bahan bakar juga dibatasi. Ini juga tentunya mengganggu operasional," kata Ali. 

"Untuk itu memang perlu sinergi. Kalau kita bisa sinergi, maka permasalahan mengenai luas laut ini bisa ter-cover," imbuhnya. 

Di forum itu, Ali juga menyebut kekuatan TNI AL belum 100 persen.

"Kekuatan TNI AL dari segi kesiapan rata-rata 60,93 persen, pesawat udara patroli maritim dengan kesiapan sekitar 23,71 persen, kendaraan tempur marinir 35,95 persen dan pangkalan yang tergabung dalam satu sistem senjata terpadu (SSAT)," tutur dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Anata Siregar
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us