Lukas Enembe Diduga Cuci Uang Lewat Investasi di Usaha Penerbangan

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe melakukan pencucian uang dengan berinvestasi di perusahaan penerbangan. Hal ini didalami KPK lewat pemeriksaan karyawan swasta bernama Mutmainah.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan penempatan aliran uang dari tersangka LE ke salah satu perusahaan penerbangan swasta," ujar Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Senin (25/9/2023).
1. Dua saksi mangkir dari KPK

KPK sebetulnya menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua saksi lain, yakni Ary Mulyadi (karyawan swasta) dan Lusi Kusuma Dewi (ibu rumah tangga). Namun, keduanya mangkir.
"KPK kembali ingatkan untuk kooperatif hadir dan surat panggilan berikutnya segera dikirimkan tim penyidik," ujarnya.
2. KPK sita aset Lukas Enembe senilai Rp144,5 miliar

Diketahui, Lukas Enembe dijerat KPK dengan kasus suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Adapun kasus pencucian uangnya masih terus diusut KPK.
Sejauh ini KPK telah menyita 27 aset Lukas Enembe dengan nilai mencapai Rp144,5 miliar lebih.
3. Lukas Enembe didakwa terima suap dan gratifikasi Rp46,8 miliar

Sedangkan untuk perkara dugaan suap dan gratifikasi, Lukas Enembe didakwa Rp46,8 miliar. Rinciannya sebanyak Rp45,8 miliar berupa suap dan gratifikasi senilai total Rp1 miliar.
Suap itu diduga diterima dari Direktur PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi sebanyak Rp10,4 miliar dan Rp35,4 miliar dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.
Suap itu diberikan kepada Lukas agar perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Lukas diduga tidak bermain sendiri. Ada sejumlah pihak yang diduga terlibat seperti Kepala Dinas Perumahan Umum (PU) Provinsi Papua periode 2013-2017, Mikael Kambuaya serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua periode 2018-2022.
Akibat perbuatannya, Lukas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.