Marbot Naik Haji: Diejek karena Jadi Pengantar Tiket Kuliahkan Anak

- Hasanuddin adalah seorang marbot masjid yang bekerja sebagai tukang sapu dan bersih-bersih di masjid Baitul Hikmah komplek BSD Serpong.
- Meskipun banyak yang menghina pekerjaannya, Hasanuddin tekun menyekolahkan anak-anaknya dan membiayai kuliah mereka dengan uang dari teman-teman kerjanya.
- Setelah istri Hasanuddin meninggal, ia bertemu dengan seorang janda bernama Sani, yang kemudian menikah dengannya setelah lima tahun wafatnya suami Sani.
Madinah, IDN Times - Siang itu, Jum’at, 9 Mei 2025, di selasar hotel Mirage Tower di sisi selatan Masjid Nabawi, Hasanuddin terlihat mondar-mandir. Ia berpakaian kaos bercelana piyama tanpa alas kaki.
Menurut ibu-ibu jemaah tetangganya, Hasanuddin sempat mengalami dimensia. Tetapi setelah dua hari tinggal di hotel, ia sembuh.
Kakek 80 tahun itu bersyukur dapat menunaikan ibadah haji tahun ini. Pandangannya menerawang, hampir tak percaya ia seorang marbot masjid hadir di Madinah untuk menunaikan ibadah haji.
"Saya hanya tukang sapu dan bersih-bersih di masjid Baitul Hikmah komplek BSD Serpong," tutur pria yang bernama Tupan semasa kecilnya.
1. Anak Hasanuddin berhasil menjadi seorang guru

Sorot matanya berbinar-binar, berulang kali Hasanuddin menyebut dirinya orang gunung di Banjarnegara, Jawa Tengah. Ia nekat menjadi bagian orang urban di ibukota, yang berharap bisa mengubah nasib.
Seperti ungkapan kejamnya ibu tiri tak seberapa dibanding kejamnya ibukota. Itulah yang juga dirasakan Hasanuddin. Namun modal sebagai orang gunung, Hasanuddin tegar, terus berikhtiar memperjuangkan hidupnya.
Berpenghasilan pas-pasan, tak menyurutkan tekad kuatnya menyekolahkan anak-anaknya. Anaknya enam tapi tinggal dua, yang lainnya meninggal dunia sewaktu masih kecil.
"Alhamdulillah, anak-anak saya sudah jadi guru, dan saya udah punya enam cucu," ungkapnya, bangga.
2. Hasanuddin diejek bekerja sebagai pesuruh tapi menguliahkan anak

Selain menjadi marbot, Hasanuddin nyambi bekerja di biro penjualan tiket perjalanan. Kerjanya mengantar tiket pesanan.
Tak sedikit yang menghina dan merendahkan Hasanuddin, pekerjaannya hanya seorang pesuruh. Ekonominya tidak baik, tapi memilih mengkuliahkan anak-anaknya. Mereka tidak tahu di tempat kerjanya banyak yang peduli dan menitipkan uang untuk biaya anaknya sekolah dan kuliah.
"Teman-teman kantor itu pada saat konfirmasi, apa benar punya anak kuliah? Saya jawab benar, mereka pada ngasih duit untuk biaya anak," ujar Hasanuddin.
3. Keberkahan Hasanuddin hadir saat mengabdi di masjidn

Hasanuddin hidup di Jakarta bersama istrinya, sedang anak-anaknya bersekolah di Jawa, satu di Surakarta dan satu lagi di Yogyakarta. Istri Hasanuddin telah tiada, 21 tahun lalu.
Namun kisah hidupnya harus terus berjalan, karena Tuhan memiliki rencana yang indah untuknya.
Setelah wafatnya sang istri, sekitar lima tahunan, ia terus mengabdikan dirinya di masjid Baitul Hikmah, menjadi marbot di masjid terbesar di kawasan BSD Serpong, Tangerang, Banten. Di tempat inilah keberkahan untuk fase kedua kehidupan berkeluarga dimulai.
Hasanuddin mengenal seorang janda yang ditinggal wafat suaminya, perempuan itu bernama Sani. Janda beranak dua itu juga memiliki suami yang juga berprofesi marbot masjid.
"Ketemu saya dengan kakek Hasan juga di masjid Baitul Hikmah, tempat saya biasa ikut majelis taklim di sana," kisahnya.
Sani berkisah ia asli orang Jakarta, memiliki warisan dari orang tuanya, punya warung kuliner cukup laris, dan juga memiliki tujuh petak kamar yang dikontrakkan. Hidupnya secara materi lumayan baik.
Semasa suaminya masih hidup, Sani telah berniat menghajikan suaminya, namun belum sempat mendaftar. Suami dipanggil Allah subhanallahuwataala.
"Dulu saya berniat untuk menghajikan suami, karena telah wafat, lalu saya menikah lagi, maka suami ini yang saya hajikan," tuturnya.
4. Hasanuddin mendaftar haji pada 2012

Nenek Sani dan kakek Hasanuddin mendaftar haji pada 2012. Selama penantian berangkat haji, karena ekonomi Sani lumayan baik, pada 2019 ia sempat berumrah sendiri.
"Sewaktu umrah saya ajak suami ini, tapi gak mau, katanya karena sudah daftar haji, ya saya berangkat sendiri," ujar nenek 67 tahun itu, dengan mata berkaca-kaca, mengenang suaminya.
Setelah tiga tahun wafatnya sang suami, Sani menikah dengan kakek Hasanuddin selama 16 tahun. Dari pernikahan pertama, Sani punya dua anak, saat ini cucunya sudah enam orang dan juga sudah punya cicit tiga anak.