Menhan Janji Ungkap Rencana Pembelian Alutsista Rp1.760 T ke DPR

Jakarta, IDN Times - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berjanji membeberkan rencana pengadaan alutsista dengan anggaran mencapai Rp1.760 triliun. Hal itu akan ia paparkan di hadapan anggota Komisi I DPR RI dalam rapat kerja pada Rabu (2/6/2021).
Rencangan modernisasi dengan anggaran jumbo itu mendapat sorotan luas dari publik karena sumber pendanaannya akan menggunakan pinjaman luar negeri alias berutang.
"Ya, kita akan paparkan rencana ke depan. Tentunya akan ada tanya jawab ya dan kita akan berusaha menjelaskan segamblang-gamblangnya," kata Prabowo di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta.
Namun, Prabowo enggan mengonfirmasi apakah modernisasi alutsista hingga tahun 2024 membutuhkan biaya hingga Rp1.760 triliun. "Kok kamu tahu? Lebih tahu kamu," ujarnya sambil tertawa.
Menteri dari Partai Gerindra itu akhirnya hadir dalam rapat kerja setelah absen pada rapat serupa Senin (31/5/2021). Padahal, kehadiran Prabowo dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat itu sudah dinanti para anggota DPR.
Sayangnya, rapat kerja yang dilakukan pada hari ini, di ruang Komisi I DPR digelar secara tertutup.
"Kita sepakati dulu mengenai sifat rapat dan kami tadi dari pimpinan sudah rembukan. Berhubung ini terkait dengan rapat anggaran yang membahas di antaranya alutsista yang akan direncanakan pembeliannya dan juga (membahas) sistem pertahanan negara. Mitra bisa disepakati rapat kita akan buka dengan sifatnya tertutup?" tanya Ketua Komisi I Meutya Hafid ketika membuka rapat bersama Prabowo.
Lantaran, rapat digelar tertutup, maka pihak yang tidak ikut diundang dalam rapat diminta meninggalkan ruangan. Apa yang bisa dikawal oleh publik menyangkut rencana pembelian alutsista dengan nominal jumbo?
1. Menhan didorong menjelaskan sumber pendanaan anggaran alutsista Rp1.760 triliun

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan hal pertama yang harus dikawal publik yaitu agar pembelian alutsista dilakukan secara transparan dan akuntabel. Salah satu yang harus dijelaskan ke publik yakni skema dan sumber pendanaannya.
"Jadi, harus dijelaskan berapa yang bersumber dari pinjaman dan APBN, bila itu untuk kepentingan selama 25 tahun maka program lainnya di Kementerian Pertahanan bisa berkelanjutan," ungkap Fahmi ketika dihubungi IDN Times pada 30 Mei 2021.
Selain itu, jika rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai alutsista itu benar-benar disahkan, maka harus diawasi apakah mereka mematuhi prioritas yang sudah disiapkan melalui Perpres tersebut. Di dalam Perpres itu, kata Fahmi, tidak akan merinci jenis alutsista apa saja yang dibeli. Tetapi, Perpres itu bisa menjadi payung hukum untuk pengadaan alutsista.
"Dari nominal anggaran yang ada, kan bisa ketahuan apakah kita bisa membeli (alutsista) yang baru dan kualifikasinya seperti apa. Nominal anggaran di Perpres itu juga bisa memberikan informasi kepada publik apakah alutsista yang sanggup dibeli adalah alutsista bekas," katanya lagi.
Menurut dia, nominal anggaran mencapai Rp1.760 triliun untuk memperkuat pertahanan masih masuk akal. Tetapi, tidak masuk akal bila nominal tersebut harus diserap hingga tahun 2024 saja.
2. Analis pertahanan dorong agar pengadaan alutsista hingga Rp1.760 triliun sebaiknya ditunda

Sementara, menurut analis pertahanan dari Universitas Pertahanan Indonesia, Connie Rahakundini Bakrie, mendesak agar Prabowo segera menjelaskan ke publik dari mana angka kebutuhan anggaran mencapai Rp1.760 triliun muncul.
"Bahkan, di dalam pasalnya tertulis anggaran itu harus terserap habis di 2024. Jelas-jelas itu tahun politik dan Pilpres," kata Connie dalam keterangan tertulis pada Selasa (1/6/2021).
Ia menggarisbawahi tidak menolak ide untuk modernisasi alutsista, asal dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Connie, selama Kemhan belum mampu untuk menjelaskan soal rencana anggaran itu, maka isu akan dibelokan ke hal-hal lain termasuk isu politik.
"Kewarasan berpikir rakyat Indonesia harus bisa menunda mega pengadaan lewat KE (kredit ekspor/pinjaman utang luar negeri) melalui rancangan Perpres tersebut," ujarnya.
3. Kemhan klaim tak bebani negara dengan tambahan pinjaman luar negeri Rp1.760 triliun

Sementara, menurut juru bicara Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak, meski dana tersebut bersumber dari pinjaman luar negeri, tetapi Kemhan memastikan tidak akan membebani APBN.
"Mengapa bisa begitu? Karena pinjaman yang kemungkinan akan diberikan oleh beberapa negara ini diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil, serta proses pembayarannya menggunakan alokasi anggaran Kemhan yang setiap tahun memang sudah dialokasikan di APBN," ungkap Dahnil dalam keterangan tertulis pada Senin (31/5/2021).
Hal tersebut tidak akan mengganggu APBN dengan skenario alokasi anggaran yang diberikan Kementerian Keuangan ke Kemhan konsisten di angka 0,8 persen dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto) selama 25 tahun ke depan.
"Formula itu masih dibahas dalam pembahasan bersama para pihak yang terkait. Jadi, bukan konsep yang sudah siap diimplementasikan," tutur dia lagi.