Menkomdigi: Literasi Digital untuk Perempuan Harus Dimulai Sejak Dini

- Perempuan didorong naik level di dunia teknologi
- Berharap perempuan jadi penggerak utama di ekosistem digital nasional
Jakarta, IDN Times - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, mengatakan, membangun keberanian dan literasi digital untuk perempuan Indonesia harus dimulai sejak dini.
Hal itu disampaikannya saat menyoroti berbagai tantangan yang menghambat pemberdayaan perempuan di ruang digital. Mulai dari belenggu stereotip gender, minimnya kepercayaan diri, hingga kurangnya figur panutan.
“Percaya diri itu harus diajarkan sejak kecil, lewat keberanian untuk berbicara dan berpendapat. Internet harus digunakan untuk mengakses ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya,” kata Meutya dalam agenda She-Connects Kemkomdigi 2025 bertajuk “Perempuan, Digital, dan Aksi Nyata” yang digelar di Bali, dikutip Sabtu (11/10/2025).
1. Berharap perempuan naik level jadi penggerak di ekosistem digital nasional

Meutya mendorong perempuan Indonesia di industri teknologi tak hanya berperan sebagai pengguna, tetapi naik level menjadi penggerak utama di ekosistem digital nasional.
Meutya mengatakan, meski perempuan mengisi 49,1 persen atau hampir separuh dari 221,56 juta pengguna internet Indonesia, tetapi kontribusi aktifnya di sektor tenaga kerja teknologi masih terbilang minim, yakni 27 persen. Angka ini disebut jauh dari rata-rata global yang sudah menyentuh 40 persen.
2. Berkomitmen perluas konektivitas inklusif gender

Guna mengatasi hal itu, Meutya berkomitmen memperluas konektivitas inklusif gender dan menjalankan program mentoring startup perempuan 2025. Hal itu agar lebih banyak perempuan yang berdaya secara ekonomi di sektor teknologi dan ekonomi kreatif.
Di balik semangat mendorong partisipasi, Meutya juga mengingatkan pentingnya menciptakan ekosistem digital berkeadilan gender yang aman.
"Data menunjukkan 1.902 kasus kekerasan berbasis gender online dan lebih dari 5,5 juta konten pornografi anak yang ditangani dalam empat tahun terakhir," kata dia.
3. PP Tunas perlindungan anak digital

Sebagai langkah perlindungan progresif, pemerintah juga telah menerbitkan PP Tunas perlindungan anak digital yang membatasi usia akses media sosial bagi anak.
“Indonesia menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan aturan ini. Kami ingin memastikan anak-anak terlindungi dari paparan konten negatif dan adiksi digital,” kata Meutya.